Desah Di Atas Ferry
Deru ombak menerpa wajah kusamku, kilau dari sisik ikan memantulkan cahaya indah penuh pesona. Cahya mentari menambah
cerah suasana alam ini. Suasana yang indah andai hati dan perasaan ini
bahagia, namun kali ini aku tak dapat menikmati semuanya.
Kurebahkan badan diatas besi tua kapal Ferry ini, mataku jauh memandang
pesisir pantai Bakauheni . Semburat cahaya berwarna kuning berasal dari
tugu Siger, menghantamku. Sebuah benda seperti gigi gergaji berjumlah
Sembilan mata gergaji berwarna kuning. Siger adalah icon kota asalku,
topi kebesaran bangsaku..
Pemandangan yang begitu indah,
udara segar dan birunya laut selat sunda ini tak mengobati rasa gundah
di hatiku. “ Ah…. mengapa hatiku gundah? Apa aku sudah tak suka lagi
dengan keindahan ini, nyanyian ikan ikan kecil itu, atau kebasan burung
camar yang menyanyikan lagu tak bernada kepadaku, kenapa denganku., apa
aku sudah gila? “ pikirku
Kusulut rokok dan kuhirup asap itu kuat kuat. Asap yang mengepul kutahan di dada, hingga terasa sesak, lalu kuhempaskan ke udara seolah menghempaskan seluruh perasaan gundah dihatiku. Asap yang keluar dari rongga dadaku seolah keluar dan menjerit, lalu mengutarakan seluruh kegundahanku.
“ Bukalah surat ini ketika kau berada di antara dua pulau, saat kau terombang ambing di tengah lautan, dan saat itu kau akan merasakan betapa aku menyayangimu”.
Masih kuingat kata kata itu,
terlontar dari mulut sahabat karibku 9 jam yang lalu, kubuka lembaran
kertas usam bertulis tinta kesedihan.
Dear Riyan,
Tak terasa waktu telah
berlalu, seolah tak mau kompromi dengan keadaan, ia terus saja berlari
meninggalkan keindahan diantara kita. Masa-masa bersama kita telah usang
dimakannya, yang ada hanya kenangan yang semakin membuatku merasa rindu
padamu.
Sahabat, terasa baru kemarin kita berkenalan, aku ingat waktu itu kau masih begitu
culun memainkan stik Play Station tempat om Sunar. Lalu ku dekati kau
dan ku ajak kau main bersama, masih ingatkah saat itu kau kukalahkan
dengan skor telak 4-0. Dan masih terbayang wajahmu yang sangat terpukul
dengan kekalahan itu. Lalu setelah itu kita banyak menghabiskan waktu
berdua, menjadi sahabat karib, hingga kita terkenal dimana-mana. Jika
ada kau, pasti ada aku. Senang sekali saat itu dan yang ada hanya
keindahan.
Tapi kini kau pergi meninggalkan aku sendiri, disini
meratapi nasib tanpamu, sepi teman!!!!aku kesepian tanpamu. Namun aku
tak bisa menghalangimu untuk menggapai cita-citamu, walau harus ku
korbankan rasa ini.
Teman…selamat berjuang disana, jangan lupakan aku. Aku disini juga akan terus berjuang demi menggapai cita-citaku, walau itu bukanlah keinginanku yang pertama, namun mungkin tuhan telah mentakdirkan kejadian yang
seperti ini. Biarlah kujalani kehidupan seperti ini. Dulu kau yang
selalu menyemangati ku untuk menghadapi semua kemungkinan ini, hanya kau
yang bisa menerima kegagalanku. Saat orang lain mencemooh
kegagalan itu, kau tetap tegar menemaniku dan mengembalikan kepercayaan
ku untuk mengahadapi kehidupan ini.
Semoga kau bahagia disana.
Aku mendoakan kau selalu. Jangan lupakan keindahan yang pernah kita
lalui, biarlah dia menjadi kenangan indah dan cerita saat kita bertemu nanti.
Sobatmu, Dody.
Tak terasa air mata berlinang
ketika aku selesai membaca surat dari Dody. Sudah lama aku berteman
dengannya, namun baru kali ini, aku merasakan betapa ia sangat
menyayangiku, ah…..aku seolah ingin pulang dan berkumpul dengannya lagi,
menemaninya dengan indahnya persahabatan sejati. Tapi itu tak mungkin.
********
Kenangan Itu,,,
“Ayo lari terus,
jangan berhenti Dod, ” aku menyemangati Dody dengan suara terindahku,
kulihat ia sangat kelelahan, keringat bercucuran disekujur tubuhnya.
Berkali kali ia harus mengusap keringat yang mengganggu pandangannya.
Terik mentari sangat tidak bersahabat bagi Dody. Namun ia terus berlari
karena takut padaku yang membawa rotan dan siap memukul pantatnya jika
menghentikan langkahnya. Rotan itu kudapat dari pemberian ayah Dody.
“ Berhenti dulu ya Yan, cape nih” keluhnya memelas padaku.
“ Ooohhh,,mau coba pukulan baruku dengan ini” bentaku sambil mengayunkan tongkat rotan pemberian ayah Dody, mirip dengan koboy di film Zero yang membawa cambukl dan siap mendarat pada tubuh musuh.
“ Ah,,,kenapa kamu ikut saja
kemauan ayahku. Kamu kan sahabatku. Masa kamu ga mau bantu aku,
ayolah,,,,, atau kita berhenti di warung itu yuk, pesan es teh sambil menikmati rokok, heeemmm….kayaknya enak deh” jurus andalan Dody mulai Dikeluarkan.
“Emmmm,,,,” aku kebingungan,
emang kalo Dody sudah mengeluarkan jurus andalannya, biasanya aku tak
bisa berkutik. Wah emang bener kata Dody, Kayaknya nikmat bener kalo aku
minum es disana, apalagi sambil menghirup asap rokok yang Kayaknya enak
banget,,
“Gimana ,,setuju gak, kalo ga juga ga pa pa” ancamnya
“ Yah gimana ya dod”
“Ah,” wajah Dody mulai menunjukkan kekesalannya padaku, terlihat wajah sangarnya mulai mengkerut seperti abis di bogem mentah ayahnya
“ Gimana yah,,,enggak ah,,,aku takut kalo aku ga bisa menikmati itu untuk saat hampir perpisahan denganmu”
“Jadi kamu mau” seru Dody penuh semangat
“ Kita coba yuk”
“Ha..ha…ha..ha” ledakan tawa
kami menggema., seolah ,menghempaskan jeritan akan teralis besi perintah
ayah Dody. Secuil pun kami tak merasa bersalah, karena memang kali ini
aku mengalah dengan Dody, biasanya aku adalah ayah kedua soal latihan
rutinnya, kalau belum sampai rumah, belum boleh berhenti. Padahal kalau
dihitung-hitung jarak yang ditempuhnya cukup jauh, hampir 12 km, dan itu
ia lalui setiap hari menjelang pukul 12.00. kadang aku kasian juga,
namun itu aku lakukan untuk mendukungnya menjadi apa yang ia impikan,
menjadi tentara .
“ Es teh dua mbak” Dody memesan
dengan semangat, lalu diambilnya sebatang rokok untukku dan kemudian ia
menyulutkannya, persis kaya kacung yang menyulutkan rokok pimpinan Gank
di film Jacky Chan. Aku hanya tersenyum dengan tingkah konyol sahabatku
itu.
“ Thanx komandan, oya gimana persiapan besok, apa sudah dipersiapkan semuanya” aku membuka pembicaraan itu
“ Sudah dong, bahkan sejak seminggu kemarin aku mempersiapkannya, dari hal yang wajib dibawa sampai yang haram dibawa”
“ Haram dibawa??apa itu, jangan bilang kalo kamu make barang haram, atau kamu mulai
terjun kedunia itu?” aku terheran dengan perkataan Dody. “ ingat dod,,
cita-citamu hanya akan berhasil kamu tempuh jika kamu tidak menggunakan
barang haram itu, ya setidaknya itu juga faktor yang menentukan
keberhasilanmu” tandasku.
Dody hanya tertawa menahan
kegeliannya. Ia menatapku tajam. Tatapannya itu sangat tidak jelas,
apakah mengejek atau bangga karena aku sudah sangat perhatian dengannya.
“Tenang sobat,,aku bukan orang yang seperti itu, aku ingin tubuhku bersih dari barang seperti itu dan juga sejenisnya”
Kami menikmati segarnya es teh
dalam panasnya terik mentari, hempasan asap rokok keluar bergantian
menunggu giliran dan menghempaskan kegundahan dihati. Tak terasa waktu
beranjak sore, dan kami meninggalkan kedai dan melanjutkan
tugasa masing-masing. Dody lari seperti atlit lari dan aku mendaki
sepeda motor sambil membawa pentungan dari rotan. adil memang susah!.
*********
Air mata itu???
“Ayo cepet dod, nanti
kita telat” ayah Dody mengingatkan untuk cepat berbenah mempersiapkan
diri, namun ia tak jua keluar kamar. Suara itu terdengar jelas bagi kami
berdua. Namun seolah tak ada sesuatu pun dapat menggantikan betapa
sedihnya hari itu. Dody terdiam sambil menatapku, aku memang sengaja
tidur dirumahnya semalam, hanya ingin memberikan semangat padanya
sebagai perpisahan dengannya.
Tak sengaja kulihat dua bola
mata mata berkaca kaca, tak biasanya dia bisa seperti itu, dalam hatiku
bertanya, “ Kau bisa juga nangis yan dod, aku kira air matamu itu telah
kering” ejekku dalam hati, ingin sekali aku menertawakannya, namun aku
tahu ini bukanlah waktu yang tepat untuk merayakan kemenanganku itu.
“ Doakan aku ya Yan, doakan aku agar berhasil,” ia memberanikan diri mengucapkan kata
Aku hanya terdiam, tak kuasa aku melihatnya, aku tahu detik aku akan berpisah dengannya. Saat ini, tak ada lagi canda tawa bersama sahabatku itu, karna ia akan meninggalkan aku untuk menggapai cita-citanya.
“ Aku pasti selalu mendoakanmu,
semoga kau lancar disana, tak ada aral melintang disana” ah….rasanya
berat sekali mengucapkan kata kata itu dan tenggorokan ini terasa sesak.
“ Kapan kau akan kembali”
bodohnya aku menanyakan hal itu, aku tahu kata kata seperti itu tidaklah
pantas jika aku ucapkan, harusnya semangat yang menggebu yang aku
lontarkan, seperti teriakan bung Tomo saat menyemangati pemuda indonesia
saat pertempuran Surabaya.
“ Aku pasti merindukanmu teman, kelak aku pasti kembali untukmu,” jawabnya
Terdengar suara pintu terbuka, ayah Dody sudah ada di depan pintu itu, ia melihat kami berdua,
ia tahu kami adalah sahabat yang sangat karib, ia tahu bahwa
persahabatan kami telah terukir di nirwana dengan tinta emas berlapis
perak.
“ Sudahlah, Yan,,,doakan saja Dody agar berhasil menggapai mimpinya, setelah ia berhasil, pasti ia akan kembali kesini”
“ Ia pak” jawabku
Aku tak kuasa lagi8 untuk menahan kepergian Dody, kupeluk ia erat, melepas kepergiannya,
“ Aku pasti kehilanganmu teman, bagaimana aku bisa menjalani hariku tanpa semangatmu”
“ Sudahlah, aku tetap menjadi
sahabatmu yang paling baik. Pergilah, jangan cengeng, jadilah Dody
seperti yang dulu aku kenal, berangkatlah, doaku selalu menyertaimu”
tegurku, padahal aku juga merasakan seperti yang ia rasakan.
Mobil itu bergerak meninggalkan
aku dan kenangan dengannya, yang terlihat hanya debu yang menggumul di
angkasa, ia menerpa wajahku. Ah….debu sialan,
Tak terasa sebulan telah berlalu
tanpa kelalui dengan Dody, ia temanku, kakakku, ayahku dan guruku. Aku
merindukannya karena sudah satu bulan aku tak melihat wajahnya, bahkan
mendengar suaranya pun aku tak bisa. Ia tak bisa aku
hubungi, berkali-kali aku kewartel untuk menelponnya, namun hasilnya
nihil, kata ayahnya ia tak bisa di hubungi, karena masih menjalani
pendiDikan ketentarannya.
Aku menunggu dan terus menunggu, walau aku tahu itu
tak akan membuatnya merasakan apa yang aku rasakan. Kulalui hari dengan
penuh kesendirian, kucoba cari kesibukan, mulai dari aktif di berbagai
organisasi, sampai serius belajar. Detik demi detik aku mulai bisa melupakan dia, hingga datang waktu itu, waktu yang membut seluruh alam menangis.
********
Mentari Kelabu
“ Nang, bangun temenmu datang” suara nenek membangunkan aku dari impian indah di siang bolong. Aku masih malas malasan untuk bangun, ya karena sudah biasa ada temen yang datang berkunjung kerumahku
“ Ntar aja nek, masih ngantuk nih” elak ku tanpa membuka mata
“ Ya sudah, dasar pemalas, tapi cobalah kau tengok siapa yang datang” nenek membuat aku penasaran.
Kupaksakan badanku untuk bangun,
meski nyawaku belum terkumpul dalam jasad. Mereka masih melayang jauh
di negeri antah berantah dunia mimpi. Namun suara nenek membuyarkan
semua. Sialnya, hanya separuh yang kembali merasuk dalam jasadku.
Aku masih malas bangun dari tidurku, mencoba merangkai mimpi indah kembali dengan sang bidadari mimpi.
“Ayo bangun” nenek kembali
membangunkanku, kali ini tidak hanya dengan kata kata, namun dengan
bantal guling yang ada di sampingku.
“Emang siapa sih nek yang dating” tanyaku
“ Dody !”
“ Apa?? yang bener nek?” teriakku.
Aku terbangun sigap, rasa kantuk
akibat semalam begadang hilang terbawa rasa kaget mendengar nama itu
disebutkan nenek. Sontak aku keluar kamar meninggalkan kamar tanpa
memperdulikan nenek. Aku berlari sekuat tenaga menuju ruang tamu, belum
sempat aku tersadar akibat ulah nenek, aku Dikejutkan lagi dengan
pemandangan yang sekarang ada dihadapanku.
Bumi berhenti berputar,
bunga-bunga layu, ombak tak bersuara, sepi dan sunyi melintas dalam
dada, terasa aku tak ada dalam dunia yang bernyawa ini. Semua musnah
ketika kulihat sesosok laki laki yang pernah aku kenal, ia sahabatku Dody.
Namun pemandangan yang tak bias aku terima, sekarang ia duduk di sebuah
kursi roda sambil menunduk, sorot matanya tajam menerobos sampai ke
inti bumi, ia tak menatapku. Aku tak tahu harus berkata apa, lidahku
terasa kaku, pikirku tak bisa memikirkan apapun, kecuali bingung, apa
yang harus kulakukan?
“ Kau sudah pulang dod”
Dody diam saja, bahkan ia pun
tak beranjak dari posisinya menatap bumi seolah mengadukan semuanya.
Kuberanikan diri mendekatinya, kuangkat wajahnya dan kutatap matanya,
tanganku basah dibanjiri air matanya, begitu juga wajah dan matanya itu
sembab karena air kesedihan itu, ia tetap tak mau bicara. Namun tatapan
matanya itu seolah melayangkan sebuah permohonan maaf padaku “ Maafkan
aku teman, aku gagal mewujudkan cita-citaku, dan juga harapanmu. Kini
aku tidaklah berharga, jangankan untuk menjadi tentara, berjalan pun aku
tak sanggup”. Ah…..terasa hari itu mentari berubah warna menjadi
kelabu.
Kupeluk tubuh lunglai sahabatku itu, kucoba tenangkan ia dan mencoba masuk kedalam kesedihan yang sedang melanda dirinya.
“ Maafkan aku Yan” hanya itu
yang ia ucapkan, bahkan sampai satu minggu, tak seuntai kata pun ia
ucapkan padaku. Aku tahu kegagalan itu sangat memukul dan membuatnya
sedih, bagaimana tidak, impiannya sejak ia mengenal dunia, impian yang
setiap hari didukung dengan latihan rutin, bergelut dengan panas, lelah, hanya untuk meraih kegagalan. Yah….hanya kegagalan.
Berhari hari aku coba mengajaknya bercanda, tertawa dan mengembalikan semangatnya, namun usahaku menemukan titik nihil. Sampai usaha terakhirku
untuk menghiburnya gagal, tak biasanya ia menolak jika aku ajak
menyanyikan lagu kesayangan kami, Ungu dengan judul Jika Itu Yang
Terbaik, namun tidak untuk detik itu, ia malah meninggalkan aku dan
tidur Dikamar.
Aku sudah tak habis pikir, seberapa besar
kekecewaannya. Apakah ia malu karena seluruh kampung halamanku tahu
bahwa ia akan menjadi tentara, namun sekarang ia gagal, bahkan dengan
cacat yang ia derita sekarang, ia beranggapan bahwa riwayat hidupnya
telah habis?. Entahlah….
“ Yan, sekarang aku sudah
seperti ini, aku tak bisa berbuat apa apa, aku sudah tak ada harganya
lagi, aku sudah banyak membuat orang kecewa, ayah, ibu,saudara, semua
berharap aku bisa menjadi tentara, bahkan kau juga pasti kecewa kan?”
Aku hanya diam,
“ Aku tahu semua orang menjadi
kecewa padaku, semua orang bertingkah seolah tidak mengenalku, aku bukan
seperti yang dulu lagi, bahkan aku sekarang cacat, ah….aku sudah tak
diharapkan lagi ada di dunia ini, mungkin semua itu sudah cukup menjadi
alasan bagiku untuk mengakhiri hidup ini”
Jlegerrrrrrrr,,,,,bagai disambar petir aku mendengar kata-kata itu, aku tak percaya Dody yang mengucapkan kata seperti itu, sontak
emosiku meledak. Kutarik kerah bajunya, tamparan melesat ke pipinya.
Tajam mataku menatap penuh emosi dan ketidak percayaan.
“ dod, kamu sadar dengan apa yang kau katakan? Kamu
jangan jadi banci, hanya karena kau gagal, kau seenaknya saja ingin
bunuh diri, kau pikir setelah sekian lama kau pergi meninggalkan aku
sendiri, dengan semua kenangan, bahkan aku tak tahu dan tak pernah mimpi
jika kau akan kembali, nah sekarang,,,kau sudah kembali, dan kau hanya
kembali untuk mengatakan hal yang seperti itu, kau kembali untuk
meninggalkan aku, kau jahat dod” suaraku meledak tak tertahankan lagi,
Dody hanya diam saja
“ Aku tahu kegagalan membuatmu
kecewa, semua orang kecewa, tapi aku tidak dod, aku tetap menerima kamu
apa adanya, karena bagiku kau tetaplah sahabatku, bagaimanapun
keadaanmu. Hidupmu masih panjang dod, masih banyak waktu dan cita-cita
yang bisa kau raih esok, tapi lihat dirimu sekarang, kau bahkan tak
lebih dari banci yang ada di pinggir jalan, kau tak mengaca bahwa dirimu
itu masih beruntung jika dibanding dengan orang lain, dan satu lagi aku
adalah sahabatmu dan bukan orang lain” begitulah kata-kata kasar itu
keluar bagaikan air bah Tsunami dan tak ada yang menghalanginya.
“ Kalau kau masih seperti itu, jangan harap aku akan menemuimu, bahkan untuk mendoakan arwahmupun aku tak sudi”
Kasar,,,,,hancur,,,,,,begitulah
saat aku tinggalkan Dody dalam kesendiriannya, hatinya hancur melihat
kemarahanku, mungkin ia sendiri tak menyangka bahwa aku akan marah
seperti itu, aku sendiri tak habis pikir mengapa aku berani mengatakan
semua itu, tapi ah……semua telah terjadi dan tak bisa aku kembalikan lagi
seperti semula.
Malam ini aku tak
bisa tidur, aku masih terpikir dengan kata-kata kasarku tadi, dan aku
menyesal dengan semua itu, aku tahu Dody juga pasti sampai detik ini
masih memikirkan semua kata itu, “Apa ia membenciku, apa ia akan benar
ingin bunuh diri dan apa yang harus aku lakukan,”? aku bingung memikirkan semua itu, mondar mandir sendirian aku di kamar , hingga kudengar pintu kamarku Diketuk.
“ Siapa?” tanyaku,
“ Aku, malam ini apa aku boleh
tidur denganmu?” suara dibalik pintu menjawab, dan aku seperti mengenal
suara itu, kubuka pintu itu dan kulihat Dody tersenyum,
“ Maafkan aku Yan, aku sadar
kalau tindakanku salah, kau benar, bahwa aku masih punya masa depan,
terimakasih Yan, kau t elah membuat semangat hidupku kembali”
Ahhhh….leganya mendengar ucapan itu, aku merasa lega dan malam ini aku pasti bisa tidur dengan nyaman.
*********
Si Mata Setan
Pagi itu seperti biasanya aku
mengajak Dody jalan jalan di kebun milik pak sholeh. Selain luas, disana
juga banyak buah buahan, terutama durian, maklumlah sekarang sudah
mulai musim durian, jadi kami setiap pagi mengajak Dody jalan jalan
disana, selain untuk terapi kesembuhannya, kami juga bisa makan durian
kalo ada durian yang jatuh, namun pagi itu masih terlalu pagi hingga
kabut masih menyelimuti hari.
“ Kok pagi sekali si Yan” dody protes
“ Ntar kalo kesiangan ga kebagian durian, gimana mau kebagian, orang anak sekampung kesini semua buat rebutan duren, hehehe”
Lama kami berjalan dan tak jua
menemukan durian yang kami nantikan, hingga lelah dan putus asa
menghantui pencarian kami. Tiba-tiba Dody berteriak
“ Asyik aku nemu durian”
“ Mana dod” tanyaku senang,
“ Itu di bawah pohon di bawah sana”
Aku menunjuk kearah yang ditunjukkan Dody, namn yang kutemu adalah buah nangka,
“ Ah dod, seneng ya kalo ngerjain temen?” kataku kesel
“ Eeh,,,siapa yang ngerjain, itu durian” Dody tak mau dituduh
“ Siapa yang percaya padamu, mana ada durian segede itu, kalau nangka ia, “ jawabku meyakinkan.
“ Coba aja kamu ambil dan cium, bau durian ga”
Ah Dody,,,walaupun aku malas, tapi aku tak ingin membuatnya kecewa, aku ambil buah itu, dan aku cium buah itu, dan brengg,,,,bau durian sedap menyengat hidungku
“ Ia dod, ini durian, tapi kok besar banget yah,,” sorakku kegirangan
“ Gitu kamu ga percaya, kan sudah aku bilang. Ga percuma kan aku dijuluki si mata setan”
“ Ia simata setan, hilang matanya tinggal …..”
“ Setannya,,,,sialan” Dody gembringsung sendiri
“ Bukan aku lho yang ngomong” teriakku mengela. Kami hanya tertawa
*********
Getarannya Melebihi Gempa
Pagi telah sempurna menamkkan keindahan, daun daun bergerak menjatuhkan embun pagi dengan
terpaan angin kencang. Burung burung kecil beterbangan kesana kemarim,
bertengger diatas dahan jambu depan rumahku. Sayapnya yang basah oleh
embun membuat ia jelek sekali, kedinginan, dan mereka pun mempunyai
insting untuk mencari kehangatan dari celah celah cahaya mentari pagi
yang merangsak menembus dedaunan.
Aku bergegas loncat dari tempat tidurku dan kuambil handuk dan teman-temannya langsung cabut kekamar mandi. “Ah sial aku terlambat bangun”. gerutuku
Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan di sekolahku, hari
ini adalah penentuan nasib dari 3 tahun aku menuntut ilmu disana,
seolah semuanya tak berarti jika aku harus gagal dihari ini. Apa kata
orang jika aku gagal, sudah jadi tradisiku menyandang peringkat 3 besar,
kalau aku gagal, ah,,,betapa malunya aku.
Kupacu cepat sepeda tuaku, seolah tak memperdulikan jalanan terjal yang
aku lewati. Pemandangan sawah yang masih hijau menambah indah, tapi aku
seolah tak peduli, padahal aku sangat menyukai pemandangan hijau itu,
sejuk dan mendamaikan setiap orang yang melihatnya, tapi aku juga heran
kenapa kadang malah mereka yang seolah senang dengan pemandangan hijau,
tip minggu pergi ke puncak, tapi malah yang menghancurkan keindahan itu,
ah manusia memang serakah. Padahal mereka akan segera punah, dan anak
cucu mereka yang akan meneruskan memperjuangkan keutuhan bumi, tapi hanya
cerita cerita kolosal yang kini mereka siapkan untuk anak cucu mereka.
Alih alih ingin mengadakan penghijaun, dengan menanam pohon, tapi tunggu
dulu, nanti kalau sudah besar seDikit saja pasti sudah di babat lagi.
Permainan tanda tangan itu memang kejam.
Pukul 09.15 menit
aku sampai di sekolah, kulihat anak anak sudah berkumpul di halaman, ada
yang bergembira dan ada juga yang menangis, aku meringis melihatnya.
“ Kamu telat Yan,” sapa gianto padaku,
“ Ia, semalam aku tak bisa
tidur, memikirkan hari ini, bagaimana kabarnya 30 menit yang lalu?”
tanyaku, memang pengumuman kelulusan sudah lewat 30 menit yang lalu.
“ Aku lulus Yan, tapi banyak teman-teman kita yang tidak lulus. Kamu tahu si novi, jenius dari anak tuha itu, ia tidak lulus”
Jegerrrrr…….apa aku tak salah dengar dengan perkataan Gianto tadi, si Novi, cewek cantik nan cerdas kembang desa
Anak Tuha itu tidak lulus, padahal dia adalah sainganku yang sangat
susah aku kalahkan. Ia selalu menempati 1 tingkat diatasku, walau sekali
aku bisa mengalahkannya, itu pun saat ia jatuh sakit. Aku semakin
tertunduk lemas, ingin rasanya aku pulang saja. Aku seolah sudah tahu
kalau aku tak lulus. Pesimis ku mulai tampak pada wajahku, aku meringis,
dan kutatap Gianto yang gembira seolah sudah terlepas dari jeratan
malaikat maut
“ Kamu kok ga semangat gitu sih
Yan, apa kamu takut ga lulus, udahlah Yan, dibikin enjoy aja, kamu pasti
lulus, kalo gar tahun ini, ya tahun depan” kata itu muncul
dari mulut Gianto. Entah ejekan, atau semangat. Kta itu mengingatkanku
pada sebuah iklan rokok di terlevisi yang lasgi ngetren saat seperti
ini.
“ Ah dasar plagiat kelas kakap kamu” seruku jengkel sambil meninggalkan Gianto sendiri dengan senyum bodohnya
“ Plagiat apaan yah?”
Aku berjalan ke kantor, disekeliligku kulihat
dua dunia berlangsung bersamaan, antara dunia kegembiraan , dan dunia
kesediahan berlinang air mata, entah dunia mana yag akan menampungku
saat aku keluar dari ruang kantor itu. Jawaban yang masih mengganggu
fikirku. Dan aku melangkah dengan seDikit tergagap, bak seorang buta di
tengah keramaian.
“Tok,,tok,,tok” daun pintu itu
kuketuk, diatas pintu itu tertulis “kepala sekolah” dengan indah, namun
tak seindah kenyataan yang akan kuhadapi.
“ Masuk” suara dari dalam ruangan itu.
Kubuka pintu, kulihat seorang laki-laki paruh baya sedang sibuk membuka lembar-lembaar kertas,
“ Selamat pagi pak” aku masih
berdiri di pintu, dan belum kuberanikan diri untuk masuk keruang yang
bagiku seperti ruang penentu nasib kemana akan aku lanjutkan untuk
memilih dua dunia yang tadi telah aku saksikan.
“ Kamu terlambat” ucap
pak Tofik. Tatapan matanya seolah tak senang padaku. Ia seolah kecewa
padaku, apakah kecewa karena aku terlambat atau karena…….karena aku
tidak lulus…ahhhh tuhan tolong aku.
“Duduk”, perintah pak Tofik. Kuturuti perintahnya,
“ Apa saja yang kau lakukan
akhir akhir ini, kau sering terlambat, padahal kamu tahu ujian sudah
dekat, dan ketika aku tanya teman temamu, kau sekarang tidak rajin lagi
ikut belajar kelompok, padahal dulu kau yang memprakarsai berdirinya
kegiatan itu, dan bapak senang dengan usulmu itu. Tapi sekarang bapak
kecewa padamu” ia berhenti sejenak menghirup nafas panjang, dan aku
hanya terdiam dengan hati berdebar, memang aku akui akhir akhir ini
merasa tidak konsisten dengan belajarku.
“ Hasil belajarmu anjlok, yah mau apa lagi, bapak tidak bisa membantu, kamu sendiri yang menentukan itu semua”
Aku bagai terbang ke
angan-angan, aku tak kuasa menahan tetes air tak bersalah menetas dari
mataku, seolah hidupku berhenti sampai disini, apa yang harus aku
lakukan, apa kata orang tuaku, keluargaku, tetanggaku, eka…ah,,,,,,,aku
tak sanggup lagi. Gejolak jiwaku beranjak naik, getarannya seperti
guncangan gempa Sumatra barat.
“ Yan, jangan kau sesali, ini
sudah suratan darinya.” Pak Tofik menenangkan aku, seraya memberi amplop
putih yang didalamnya terisi sebuah kertas kecil penentu masadepanku.
Perlahan ku buka kertas itu, dan
kulirik pelan pelan dengan hati berdebar, kulihat tulisan lulus, tapi
aku tak bahagia, karena kata lulus masih ada dua kemungkinan, lulus atau
tidak lulus. Kubuka lebar lebar mencari apakah ada salah satu kata yang
belum aku baca. Dan brak…kertas itu terbuka lebar
“ LULUS” dan tidak ada kata lain selain itu, aku beranjak dari tempat dudukku, pak Tofik hanya tertawa melihatku, ternyata ia memang sengaja mempermainkan aku
“ Selamat ya Yan, maaf kalo
bapak tadi berbuat seperti itu, bapak hanya ingin memberikan kenangan
kepadamu, kau adalah murid yang bapak sayang, kau cerdas, dan banyak
menelorkan ide untuk sekolah ini lebih baik. Anggap itu hadiah dari
bapak agar kau selalu ingat dengan bapak, walau bapak tahu ini adalah
permainan bapak untuk terakhir kali denganmu, semoga kau sukses Yan”
Aku tak bisa berkata apa apa lagi, kupeluk tubuh pak Tofik dan aku menangis terharu dengannya.
*******
Pasir Putih
Hari ini indah, alunan musik
pantai pasir putih menggema diiringi simfoni angin kemarau, ikan ikan
kecil berlarian kesana kemari menampilkan keelokannya, bak penari hula
hula, penyu pun tak mau ketinggalan mengais pasir untuk meletakkan bakal
anaknya, kasian telur telur itu, ia pasti kesepian sendiri di dalam
pekatnya timbunan pasir itu, kulepas jaket ku, dan kuhempaskan tubuh
lepas menatap sekawanan burung burung diawan.
“ Kemana kau setelah ini Yan?” eka mulai bertanuya padaku.
“ Entahlah, aku mungkin akan
meneruskan sekolahku, aku sudah memutuskan untuk kuliah di jawa, seperti
impianku dulu, dan kurasa impian itu sudah denkat diujung bulu mataku,”
Hempas di awan, hilang tertiup angin. Eka tak menjawab, hanya terdiam.
“ Kau sendiri mau kemana Ka?”. Tanyaku sambil kutatap mata biru itu, mata yang membuat aku tak bisa tidur seminggu, mata yang membuat aku menjadi salah tingkah jika memandangnya, mata yang pertama kali membuat aku jatuh cinta padanya. Dia cinta pertamaku
“ Entahlah, aku tak ada niatan
untuk melanjutkan sekolahku, aku ingin kerja saja, membantu beban orang
tuaku. Sudah biasa di keluargaku jika seorang anak perempuan yang ada
disana, tidak bisa meneruskan sekolah, dan tugasnya hanyalah bekerja
membantu orang tua” eka menjawab lemas
“ Jika kau benar ingin kuliah di
Jawa, kau pasti akan lama sekali tidak pulang, lalu bagaimana dengan
hubungan kita, aku tak bisa jika harus melakukan hubungan jarak jauh,
terlalu menyiksaku, lagi pula kita masih belum punya handphone” eka
mulai meragukan akan hubungan yang telah kami jalani selama hampir satu tahun
“ Kita bisa berkomunikasi dengan surat kan” usulku
“ Ia” jawabnya singkat, dan kami habiskan hari itu dengan penuh cinta di naungan indah pantai pasir putih.
Eka pulang ke rumahnya, ia
memang bukan asli penduduk desaku. Ia tinggal bersama neneknya, orang
tuanya tinggal jauh dari desaku, beda kabupaten denganku, entah dimana,
aku juga tak tahu rumahnya,
Satu minggu setelah kepergian
eka, beban itu terasa lebih berat lagi, awalnya aku tak begitu sedih
dengan kepergian eka ke rumah ibunya, namun ketika aku tahu apa yang
akan terjadi, semua itu setelah aku main ke rumah neneknya.
“Kamu Riyan ya,,,,eka banyak cerita dengan nenek tentangmu”
“ Ia nek” jawabku singkat
“ Oh iya….sebelum Eka pergi, ia menitipkan sesuatu pada nenek, katanya ini untukmu”
“ Apa nek?” tanyaku penasaran
“ Sepertinya sebuah surat”
Ku terima surat itu, kubaca pelan pelan.
Buat Riyan
Kau akan marah atau membenciku,terserah kamu, itulah
yang harus aku terima, mau tak mau itu adalah resiko akan semua
keputusanku. Maafkan aku jika keputusanku membuat kau kecewa,
kepulanganku ke rumah orang tuaku adalah memenuhi permintaan orang tuaku
yang telah menjodohkanku dengan pria pilihan mereka, aku tak bisa
menolak itu. Karna aku tak sanggup.
Yan,,,aku sayang sama kamu,
kamu adalah orang yang pertama mambuat aku mengerti akan arti indahnya
cinta, dunia yang penuh cinta. Aku mencintaimu Yan, seperti bintang yang
mencintai malam, tapi cinta itu tak bisa terwujud dengan indahnya
kebahagiaan itu. Bumi dan langit tak mengijinkan kita berdua. Aku tak
bisa mencegah kepergianmu kuliah di jawa, hanya untuk menikahiku.
Maaf jika aku berbuat
seperti itu, lupakan aku Yan. Aku tahu kau orang yang tegar, kau tampan,
cerdas, dan sifatmu yang baik dan menyayangi itu akan membuat kau
menemukan pengganti diriku. Bahkan lebih baik dariku
Maaf
Eka
Aku berlari sekuatnya, kerikil
dan batuan yang menghadang kuterjang sejadi jadinya, aku tak tahu apa
yang ada dalam perasaanku saat Ini, kecewa marah atau apa…..
“ Haaaaaaaaaaaaaaa….Ekaaaa
kenapa kau lakukan ini padakuuuuuu!!!” teriakku menggema menghempas
pasir pantai yang putih. Deruan ombak memantulkan suara itu, dan seisi
laut terbangun dari tidurnya mendengar jeritanku.
Terdiam, hening dan kehampaan yang kurasa saat itu, bahkan langit biru itu tak mampu memberikan jawaban atas keluh kesah yang sedang manghantuiku. Ku
tatap ombak itu dengan penuh kemarahan, tanpa pikir panjang langsung
kuterjang dia dengan emosi yang membara, kulawan arus yang kuat itu,
arus yang hamper menjatuhkan tubuh kurusku, aku tetap malawannya, namun
aku tak kuasa menahan kekuatan alam yang allah ciptakan itu, tubuhku
terhempas dan tenggalam di lautan biru, entah berapa liter air yang
masuk lewat kerongkonganku. Aku tersedak, air laut yang asin itu membuat
tenggorokanku terasa sakit sekali, aku tak bisa mengeluarkan satu patah
katapun, lunglai terseret air kesebuah pulau yang aku sendiri tak tahu
dimana itu, gelap,.,,,tiba-tiba seluruh dunia ini menjadi gelap dan saat
itu aku tak tahu apa yang terjadi padaku.
Kerincing,,,,
“ Bangun nak,,,,” suara itu
membuat aku terbangun, pak tua berjubah putih dengan jenggot panjang itu
menyadarkan aku dari ketidak sadaranku
“ Siapa kamu,,,aku dimana” tanyaku heran.
“ Kau ada di dalam anganmu sendiri” ia tersenyum
“ Ah,,,mana mungkin. Ini
gila,,,,apa aku sudah gila,,hai pak tua,,katakan dimana aku sekarang,
dan siapa kau?” aku terus mendesak pak tua itu untuk memberikan
identitasnya, namun ia malah lari meninggalkan aku dan menghilang
ditengah kegelapan
Hening, kembali aku terperangkap dalam keheningan ini, kabut putih kembali merangsak menggangu pernafasanku.
********
Langkah Baru
Pagi itu,,,,kulihat semua mata
menuju kearahku. Tak ada suara. Ku kepak baju yang akan aku bawa. Sambil
meneteskan air mata, ibuku membantuku mengemasi barang barangku. Di
sudut ruang hampa itu, kulihat bapak terdiam. Matanya lepas menatap awan
nan jauh disana. Seperti ia sedang menatapku. Terlintas dibenaknya akan
burung kecil yang selama ini ia rawat dengan sepenuh cinta. Kini burung
itu telah tumbuh dewasa. Kedua sayapnya siap untuk terbang dan
meninggalkan ia sendiri. Asap rokok sesekali mengepul menutupi wajahnya
yang mulai mengerut.
“Kau yakin dengan niatmu, nang?” ibu bertanya.
“Doakan saja, bu” jawabku lirih.
“ Hati hati di negeri orang” ibu membuyarkan lamunanku. Aku
hanya terdiam dan tak bisa berkata apa apa. Tak mampu kata kata itu
terucap dari bibirku, hanya anggukan kepala yang menjawabnya.
Langkah demi
langkah ku tinggalkan semua orang yang terpaku menatapku. Air mata ibu
terus mengalir bak sumber mata air suci dari aliran gunung fuji.
Sementara bapak hanya diam sambil berjalan disampingku. Aku tak bisa
berkata apa apa lagi. Kuhentikan langkahku dan ku tengok ke belakang.
Ibu belum berhenti menangis.
Tangisan ibu
seolah tidak mengizinkan aku pergi meninggalkannya, namun ibu tahu siapa
diriku, seorang anak keras kepala yang harus dituruti apa kemauannya.
Namun kali ini, kemauan ku yang gila. Benar benar gila.
Dody sudah sembuh,
kini ia sudah bisa berjalan seperti semula, walau kadang langkahnya
tidak sejajar. Pagi itu dody ingin mengantarkan aku ke terminal. Dengan
sepeda motornya, ia mengantarkan aku dan bapakku ke terminal. Tidak
banyak kata yang terucap, hingga aku sampai di terminal. Segalanya
berubah menjadi haru. Air mata itu kembali menetes. Dody yang ku kenal
berwajah sangar, bertubuh kuat, ternyata melancolis juga. Air matanya
menetes jatuh di bumi.
Ku peluk ia, kutenangkan jiwanya. Namun ia tahu bahwa ia akan kehilangan aku untuk beberapa lama.
“jaga diri baik baik, sob” pesannya
“kau juga dody, jaga diri baik baik. Teruslah berjuang untuk menyelesaikan hidup dengan memberikan manfaat bagi semua orang”
“Ia, aku janji
akan terus semangat mengejar cita citaku. Selamat jalan sobatku, semoga
apa yang kau cita citakan, menjadi kenyataan”
Kembali drama
kesedihan terjadi di terminal itu. Semua orang menatap kami, bahkan
diantara mereka ada juga yang berlinang air mata.
Sementara bapak,
tipikalnya yang tenang, tak banyak kata. Hanya terdiam sambil
menghempaskan pandangan ke alam liar. Saat ku sentuh tangannya, kucium
dengan penuh hidmat. Ku rasakan getaran tangannya, sambil berbisik ia berucap.
“Kini kau sudah
tumbuh dewasa, jagalah dirimu baik baik. Hanya dirimu yang bisa
menyelamatkanmu disana. Bapak hanya bisa mendoaakan kamu, agar semua
cita citamu berhasil. Jika ini memang sudah niat dari hatimu, pesan
bapak…jangan pulang sebelum berhasil” itulah kata kata bapak yang sampai
saat ini masih ku ingat.
Saat ini aku masih
terapung diantara dua pulau,, di depan sana terbentang jelas pulau yang
aku impikan. Pulau jawa. Sebentar lagi aku akan dapat menggapainya. Ku
tatap lepas lautan biru. Ku pandangi sebuah wajah memantul dari
permukaan air. Aku berkata padanya. Pada bayangan itu…
“ Saatnya kau bisa menjadi
dirimu sendiri. Cita citamu pasti tercapai asalkan kau mau bersungguh
sungguh. Ingatlah betapa orang tuamu sedih saat kau tinggal. Ingatlah
sahabatmu. Kau harus berhasil agar kebahagiaan mereka terbayar.”
Gelora jiwa kini menyatu. Api
semangat kembali berkobar. Kulihat sekeliling berubah menjadi indah.
Nyanyian burung camar terdengar syahdu, sementera tarian ikan lumba
lumba seperti tarian ballet putri Diana. Kini aku benar benar mantap
dengan apa yang aku cita citakan. Walau alang rintang akan menghadangku,
aku tidak pernah takut untuk melawannya. Pulau jawa….aku datang
untukmu.
0 komentar:
Posting Komentar