Jumat, 11 Mei 2012

Dunia Dalam Metamarfosa

“ Sedang apa kau Drun?”, suara didalam mobil mewah itu mengagetkan ku, kuhentikan kayuhan serpeda tuaku, dan pandanganku tertuju kedalam mobil. Pintu yang terbuka separuh menampakkan sesosok pria berkacamata hitam, kumis tebal, pakaian necis, sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana..hatiku bertanya.
“ Kau lupa padaku Drun?” ia bertanya lagi, dan akupun semakin bingung dibuatnya.
“ Masa sama sahabat seperjuangan kau lupa?”
Aku masih dibuat bingung olehnya. pertama, ia kenal namaku, lalu ia mengaku sahabatku, tapi sepertinya aku tak punya sahabat seperti dia. Belum aku sadar dari plin-planku ia beranjak dari mobilnya dan keluar mendekatiku. Tiba-tiba ia berdiri dan mengacungkan kedua tangannya keatas, kemudian ia berteriak
“ Mari kita lawan bersama sahabat!!” serunya menggebu-gebu
Anganku tiba-tiba mengenal suara itu, gaya itu dan semuanya persis dengan seorang pria kurus dengan kepala yang diikat merah putih, sepuluh tahun yang lalu ketika menyerbu kantor DPR/MPR untuk menggulingkan rezim orde baru.
“ Anton!!kaukah itu?”teriakku gembira
“ Ha ha ha rupanya kau masih ingat dengan gayaku Drun”
Kemudian kami berpeluk erat, erat sekali. kami menangis dalam bahagia. Pertemuan itu tak bisa diduga, sejak kejadian itu, kami tak pernah bertemu lagi, dan aku sendiri tak bisa berharap akan bertemu dengannya, kejadian itu membuat aku berpikir bahwa Anton telah menjadi tumbal dari rezim otoriter di negeri ini
“ Kau selamat, Ton?” tanyaku heran
“ Kau lihat sendiri, aku masih hidup kan?, artinya aku selamat. Apa kau kira seorang Anton bisa ditangkap??aku seorang sprinter pren” kesombongannya tak berubah dari dulu. Kesombongan seorang pemuda desa yang mencoba ingin menjadi politikus dengan selalu menjadi orator dalam setiap aksi kami. Tak ayal jika namanya sangat familiar dikalangan mahasiswa waktu itu.
“ Rupanya kau jadi guru sekarang, persis dengan cita-citamu dulu” Anton membuka obrolan
“ Ia Ton, aku sekarang menjadi bapak dari ratusan anak didikku, aku bangga dengan profesi ini, karena aku memang ingin mengabdikan sisa hidupku pada Negara” ujarku
“ Kau sendiri sekarang, apa aktivitasmu Ton?”
“ Kau lihat sendirilah, aku sekarang jadi pejabat negara ini, sama sepertimu, namun yang jelas pangkatku lebih tinggi, apalagi gajinya,,uhhh jauh berbeda. Aku sekarang menjadi anggota dewan”
“ Wah…hebat banget Ton,,aku kagum denganmu”
“ Ngomong-ngomong, apa kau merasa sudah cukup hanya menjadi guru, apakah kau tak ingin menjadi anggota dewan sama sepertiku, hidup mewah, mau pake mobil tinggal pake, tabungan berlimpah, rumah mewah, cari wanita tinggal pilih, keluar negeri seminggu sekali, apa kau tak ingin sepertiku Drun”
Kata kata itu membuat aku terdiam tanpa kata, anganku terbayang akan kehidupanku sekarang, memang kehidupan kami sekarang jauh berbeda, Anton tampak berwibawa, rapih, bersih, ditambah mobil yang ia tunggangi sangat mewah. Sementara aku kebalikannya, aku kumuh, miskin, bahkan hanya sepeda tua ini barang mewah yang aku punyai. Padahal dulu semasa kuliah. Aku dan Anton bukanlah orang punya, kami kuliah sambil bekerja. Pagi kuliah, malam bekerja, kami melakukan itu demi perut dan rokok. Anton sendiri, bisa kuliah adalah anugrah yang terbesar bagi hidupnya, bagaimana tidak, anak seorang kuli pasar dengan penghasilan sangat kurang namun ia bisa buktikan bahwa pendidikan itu bukan hanya milik kaum borjuis
“ Kau kaya sekarang, sepertinya kau sudah makmur, tak perlu lagi mengais tempat sampah untuk mencari makan, seperti dulu?”
“ Sekarang aku menjadi pejabat, jadi sudah sewajarnya aku kaya”
“ Aku heran dengan pejabat sekarang, banyak diantara mereka yang memanfaatkan jabatannya ntuk memperkaya diri sendiri, namun yang membuat ku sedih mengapa mahasiswa sekarang hanya diam saja melihat pemimpin mereka bertindak seenak perutnya. Apa nyali mereka ciut setelah diiming-imingi beasiswa?” keluhku
“ Kau masih memikirkan itu Drun, aneh..kau bukan mahasiswa lagi, namun darah mudamu masih terlihat” Anton terheran
“ Tapi Ton,, yang pasti kamu bukan diantara mereka kan? Lalu bagaimana kau bisa kaya mendadak seperti ini?” Tanyaku curiga
Anton terdiam, kemudian ia menjawab. “ Aku kaya karena sama seperti yang kau omongkan Drun, aku memanfaatkan jabatanku”
“ Apa!!jangan bilang kalau kau korupsi Ton!!!” aku semakin curiga, lalu dengan tersenyum Anton menjawab,
“ Hari gini jarang sekali pejabat yang tidak korup Drun, hampir 80% mereka sama sepertiku, malah ada yang lebih parah. kalo ga ikut nanti aku ga kebagian” jawabnya PD
Keterkejutanku memuncak mendengar pernyataan itu, aku tak menyangka seorang Anton sahabatku, yang dulu selalu berada di garda terdepan dalam setiap aksi pemberantasan tikus-tikus kantor berdasi itu, kini terperangkap kedalam koloninya sendiri. Ia kini tak berbeda dengan mereka, penjilat dari neraka. Ahhhh,,,dunia memang sungguh cepat berubah, baru kemarin berjanji, sekarang sudah ingkar janji, mungkin itulah watak bangsa ini, atau malah sudah menjadi budaya?entahlah..Namun dalam hati aku berkata,
“ Inilah tugasku, aku sebagai seorang pendidik, akan aku didik generasi penerusku dengan baik, agar mereka bisa menjadi baik nantinya, karna aku yakin, diantara mereka ada yang akan memimpin negeri ini”
                                                                                        Dibawah beringin, sudut kampus.

0 komentar:

Posting Komentar