Dangdut is the music of my country, begitulah pandangan masyarakat
Indonesia selama ini. Ketika orang bertanya jenis musik apa yang paling
disukai, pastilah menjawab dangdut. Walau mungkin ada yang mengatakan bahwa jenis
musik ini kacangan, katro dan ndeso, toh saat music
dangdut diputar, tak dirasa pinggul bergoyang sendiri. Irama dangdut memang
dapat menghipnotis pendengar. Dalam alam bawah sadar, ia dapat memerintahkan
seseorang untuk bergerak mengikuti iramanya. Dangdut memiliki daya pikat
sendiri dihati masyarakat indonesia. Walaupun banyak jenis music di negeri ini,
namun dangdut adalah music nomor satu. Tak khayal, di sebagian wilayah
Indonesia, sebuah pesta tak lengkap jika tidak menghadirkan dangdut.
Dangdut merupakan sebuah fenomena, dari kalangan miskin
sampai pejabat, anak kecil sampai tua, semua suka dengan jenis music ini. Sebagian ada orang sok barat, sok
jazz, sok pop, dan anti dangdut mengatakan bahwa dangdut adalah music kaum
pinggiran. Anggapan tersebut sangatlah keliru. Siapa
yang tidak mengenal dangdut, irama yang khas bersumber dari dentuman gendang,
kecrekan, gitar,
seruling dipadukan
dengan cengkokan khas vokalis, menjadikannya sebuah instrument yang sangat elok. Di warung, tempat karaoke, terminal,
angkutan umum, pasar, sampai pada kampanye pemilu para pejabat, dangdut selalu
terdengar. Mulai dangdut jenis melo, sampai yang koplo. Ada pendapat kawan yang
mengatakan bahwa hanya orang yang tidak waras yang tidak menyukai dangdut.
Bahkan bisa jadi, ia dianggap bukan orang Indonesia. Cukup ekstrem ya.
Fenomena dangdut memang sangat unik, hanya satu jenis music ini yang
dapat menyatukan bangsa Indonesia. Dangdut muncul, tanpa embel-embel suku, ras
dan golongan manapun. Ia dinamis, oleh karena itu dangdut disebut sebagai music
khas dari Indonesia. Untuk mematenkan itu, belum lama ini, Persatuan Artis
Musik Melayu-Dangdut Indonesia (PAMMI) mendaftarkan dangdut sebagai warisan
budaya asli Indonesia ke UNESCO, badan PBB yang mengurusi pendidikan,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Sebuah langkah kongkret yang patut kita apresiasi.
Namun timbul pertanyaan, benarkah bahwa
musik dangdut itu adalah musik asli
atau khas Indonesia?. Lono L Simatupang, seorang Antropolog dan pengamat musik di Indonesia mengatakan bahwa
sebenarnya ada dua jenis musik yang
bisa dikatakan khas Indonesia, yakni dangdut dan keroncong. Musik keroncong mulai dikenal oleh masyarakat saat ia
dijadikan bagian dari sebuah
film berjudul
“Terang Bulan”. Dalam
film tersebut, keroncong dinyanyikan dan dijadikan sebagai pembangkit
nasionalisme bangsa. Sementara
dangdut, masih bernama
Orkes Melayu waktu
itu.
Dangdut Dulu Dan Sekarang
Kehadiran musik dangdut di Indonesia tidak
terlepas dari jasa presiden pertama republik ini. Saat itu, Soekarno melarang segala pengaruh yang
datangnya dari Barat, termasuk
music. Larangan tersebut tak lain karena memang seperti yang kita kenal bahwa
Soekarno merupakan orang yang anti Barat. Betapa antinya ia terhadap barat,
sampai ia akan menggunduli kepala orang yang mendengarkan music Barat. Alasan
itu diambil karena
Soekarno khawatir akan perubahan sikap bangsa ini oleh budaya-budaya Barat yang tidak
sesuai dengan budaya Indonesia.
Disaat pemerintah melarang masuknya
musik Barat, muncullah
sebuah aliran musik di Indonesia yakni musik India. Aliran musik ini mulai
familiar di telinga bangsa Indonesia sekitar tahun 1950-1951. Ditahun yang
sama, diputarlah film India yang berjudul “Awara”, dengan lagu hits
nya yang sangat terkenal waktu itu berjudul “Awara Hom”. Dari awara
inilah pendengar music Indonesia kehilangan
pegangan, karena masyarakat lebih menyukai musik India daripada musik keroncong
dan juga musik melayu.
Karena tidak mau ketinggalan oleh
kemajuan zaman, musik
Indonesia pun terpengaruh
oleh musik dari India ini. Terjadi percampuran genre musik. Maka lahirlah sebuah genre baru
dalam music Indonesia, bernama dangdut. Nama dangdut sendiri diambil dari kata “dang dan dut, bunyi tabla yang dimainkan dalam music ini. Kelahiran dangdut
diawali oleh sebuah lagu berjudul “Boneka Cantik Dari India” yang dinyanyikan oleh Ellya Khadam. Sejak saat itu, music dangdut
mulai terkenal di negeri ini.
Sejak ditemukannya gitar elektrik pada
tahun 1970-an, banyak
aliran musik bermunculan,
seperti Pop,
Rock, Jazz dan lain sebagainya. Industri musik di Indonesia juga berlomba
menerbitkan jenis-jenis musik
baru. Posisi dangdut waktu itu benar-benar sulit. Adalah Soneta dengan Rhoma Irama yang
sekarang dikenal dengan Raja Dangdut yang tetap memperjuangkan musik dangdut. Walau
kadang ia juga mengikuti aliran Barat dalam musiknya, seperti Rock
dikombinasikan dengan dangdut
dalam lagu “Judi” misalnya. Hal itu semata dilakukan agar
mereka tidak kehilangan penggemar.
Disaat situasi sulit, banyak kalangan
menyatakan bahwa musik dalam negeri akan mati. Namun hal itu tidak terwujud terhadap dangdut. Musik ini tetap eksis
sampai sekarang. Ia tidak pernah kehilangan ciri khas walaupun dikombinasikan
dengan jenis music apapun. Bahkan musik
dangdut dapat mengalahkan musik yang lain.
Seiring perubahan zaman, jenis musik
juga berubah dan semakin beragam. Tidak ada lagi patokan yang dipegang dalam
bermusik. Sekarang, musik tidak hanya terbatas pada satu jenis musik saja,
seperti Rock, Pop, Dangdut,
Jazz, dan lain sebagainya. Namun tidak jarang musisi yang
mengkobinasikan antara beberapa
genre musik, seperti kombinasi apik Rock dan dangdut yang lebih
dikenal dengan aliran RockDut, atau Pop dengan Dangdut dengan sebutan PopDut nya. Karena akulturasi dan asimilasi
inilah yang membawa musik dangdut masih tetap eksis sampai saat ini.
Musik dangdut di Indonesia kini lebih
bervatiatif. Fenomena muculnya Inul adalah awal mula perubahan dangdut. Dengan goyang ngebornya, ia berhasil
memberikan suntikan semangat bagi para pecinta dangdut untuk lebih berinovasi.
Namun disayangkan, akibatnya dangdut sekarang kita nikmati tidak hanya
menonjolkan keindahan syair dan musik merdu, namun lebih kepada penampilan di atas panggung. Diakui atau
tidak, banyak sekali penyanyi dangdut kini yang hanya mengandalkan goyangan dan
keseksian tubuhnya, walau suaranya sangat jauh dari kata merdu.
Goyangan erotis sang penyanyi cantik ditambah busana serba
ketat, dan tubuh seksi menambah
dangdut semakin “digemari”. Masyarakat kini lebih menggemari
dangdut yang serba hot, sehingga muncullah berbagai pementasan dangdut yang
menawarkan “kepuasan” penggemar dangdut negeri ini. Peraturan dalam berdangdut
pun dirubah, dari suara yang berdu khas cengkokan indah, menjadi goyangan
erotis dan “memukau”. Hal ini berbanding terbalik dengan para musisi dangdut
dahulu. Mereka sangat sopan, dan juga suaranya sangat merdu. Sebut saja Evie
Tamala, Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, dan musisi lainya adalah contoh betapa jauh
berbedanya dangdut dulu dan sekarang. Banyak penikmat dangdut masa lalu menganggap bahwa terjadi sebuah penodaan
terhadap musik dangdut. Dangdut sekarang lebih terkesan seronoh, vulgar, tak
beretika. Namun itulah music, sesuatu yang mengalir dan merupakan kebudayaan
yang dinamis yang selalu berubah serta mengadaptasi terhadap ekspresi dan emosi
manusia.
Dalam kondisi inilah seharusnya keresahan masyarakat muncul.
Apakah dangdut sekarang masih pantas
dinamakan sebagai music khas Indonesia?. Lalu dangdut yang seperti apa yang ingin diperjuangkan oleh
masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya ke UNESCO?. Hal ini menjadi sangat
sensitive, karena menghubungkan dangdut dengan Indonesia. Goyangan
energik, erotis, syair
berbau porno,
semua itu muncul saat orang mendengar dangdut disebut saat ini. Tidak jarang
setiap pentas dangdut, sering terjadi keributan bahkan tawuran antar kampung hanya karena senggolan saat jogged
dangdut. Benar-benar bukan
Indonesia. Lalu masih pantaskah dangdut disebut music of my country?.
Dalam sebuah artikel, sejarawan William H Frederick (1982)
menyatakan bahwa dangdut bisa merepresentasikan ”prisma yang peka dan
bermanfaat untuk melihat masyarakat Indonesia”. Masyarakat
Indonesia yang dalam sebuah buku berjudul “Dangdut Stories” karya
Andrew N Weintraub, disebut sebagai “bangsa dangdut” ini, dapat dilihat dari salah
satu kecil budayanya, salah satunya dangdut. Meski terlalu subjektif dan sangat
kurang pas jika melihat bangsa ini hanya dari satu jenis kebudayaan music
dangdut saja, namun
itu juga dapat mempengaruhi citra bangsa ini.
Bangsa Indonesia yang terkenal santun
dan sopan digambarkan menjadi bangsa yang urakan karena musik dangdut sekarang
yang lebih menonjolkan sisi erotisitasnya. Sampai-sampai Emha Ainun Nadjib pada awal 2000-an
menyatakan bahwa , ”Pantat Inul adalah wajah kita semua.” (lihat di http://www.goodreads.com/). Jika kita menganalisa pernyataan Cak
Nun tersebut, masih banggakah kita mengatakan bahwa dangdut adalah music khas
Indonesia? Banggakah kita berteriak kepada dunia bahwa dangdut is the music
of my country?. Mari kita renungkan.
0 komentar:
Posting Komentar