Senin, 28 Mei 2012

Hak dan Kewajiban Suami Istri (Kasus ketidakseimbangan Hak antara Suami Isteri)



I.                  PENDAHULUAN
Suami dan istri apabila telah menikah, maka antara keduanya memiliki hak dan kewajiban masing-masing dan dalam pemenuhannya haruslah seimbang antara suami dan isteri.
            Namun dalam pelaksanaannya, banyak sekali ketimpangan yang terjadi dalam pemenuhan hak dan kewajiban antara suami dan isteri, dimana budaya patriarkhi yang masih mendominasi dunia membuat kesetaraan dalam pemenuhan hak dan kewajiban antara suami dan istri belum dapat terpenuhi dalam arti yang seimbang. Masih tetap saja terjadi ketidakseimbangan antara keduanya.
            Bukan menjadi rahasia umum, jika dalam rumah tangga, seorang istri diperlakukan tidak seimbang dalam hak nya. Dan sebaliknya banyak kaum perempuan yang sangat tersiksa karena harus menaati kewajibannya yang merupakan hak suami. Hal ini dimungkinkan kesalahan dalam memahami dan terlanjur budaya telah membentuk maind set itu, sehingga pemenuhan akan hak isteri kurang diperhatikan.
            Dari sinilah penulis mengambil judul tersebut, dan menurut hemat penulis hal tersebut adalah hal yang sangat krusial dimana saat ini banyak perempuan yang tidak hanya berada di wilayah domestik seperti hanya mengurus rumah tangga, namun zaman sekarang sudah banyak perempuan yang turut berkecimpung di wilayah publik.
II.                BATASAN PERMASALAHAN
Karena keterbatasan waktu dan tenaga, maka penulis membatasi permasalahan yang akan di bahas adalah:
a.       Kesalahan dalam pemahaman ayat maupun hadist
b.      Hak dan kewajiban suami isteri
c.       Hak dan kewajiban suami isteri ditinjau dari segi hukum islam, hukum perundangan di Indonesia dan hukum adat
d.      Kaitannya dengan isteri karier
III.             Pembahasan
a.      Kesalahan dalam pemahaman ayat dan hadist
Adapun hak dan kewajiban adalah bagaikan dua sisi mata uang yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan, ketika ada hak, maka disana ada kewajiban, begitu pula sebaliknya. Dalam pengertiannya dalam pernikahan, hak dan kewajiban suami istri adalah sesuatu yang keberadaannya harus terpenuhi secara seimbang dan selaras, karena untuk mencapai keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah adalah ketika hak dan kewajiban suami isteri tersebut dapat terpenuhi.
Kebanyakan dalam kejadian selama ini, ketidak terpenuhinya hak dan kewajiban antara suami dan isteri, dan lebih cenderung kepada isteri, mungkin dikarenakan kurangnya pemahaman dalam ayat maupun hadist tentang hak dan kewajiban suami isteri. Seperti misalnya dalam memahami surat an-nisa ayat 34  yang berbunyi:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya:”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An Nisa: 34)

Selain itu juga,kesalahan dalam pemahaman hadist nabi yang artinya:Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk menyembah yang lain, aku akan memerintahkan istri untuk menyembah suaminya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semuanya ditafsirkan hanya tekstual saja, Padahal dalam ayat yang terkandung dalam ayat dan hadist tersebut memaknai adanya hak-hak isteri, seperti :
والرجل راع اهله وهو مسؤل عن رعيته
                        Artinya: “Laki-laki menjadi pemimpin bagi keluarganya dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya” (HR bukhari muslim)
والمرأة راعية فى بيت زوجهاومسؤلة عن رعيتها
                        Artinya: perempuan adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya” HR bukhori.
                        Dan diakui dalam memahami makna tersdebut kurang pas dan hanya dilakukan secara tekstual, padahal
b.      Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Hak dan kewajiban suami isteri  terbagi menjadi 3 yaitu:
1.      Hak bersama suami isteri, yang meliputi:
-          Halal saling bergaul dan mengadakan hubungan kenikmatan seksual
-          Haram melakukan perkawinan yang masih ada hubungan darah yang sangat dekat
-          Hak saling mendapat waris akibat dari perkawinan nya yang sah
-          Sahnya menasabkan anak kepada suami yang jadi teman setempat tidur.
-          Berlaku dengan baik
2.      Hak isteri terhadap suaminya
-          Hak atas kebendaan yang meliputi mahar (maskawin), barang bawaan, belanja (nafkah).
-          Hak yang bukan kebendaan meliputi hak untuk diperlakukan dengan baik, menjaganya dengan baik, suami mendatangi istrinya, berseggama di tempat yang tertutup, membaca doa ketika bersenggama, diharamkan membicarakan masalah persenggamaan, ‘azl dan pembatasan kelahiran.
3.      Hak suami
-          Tidak memasukkan laki-laki lain kerumah nya
-          Bakti isteri terhadap suaminya
-          Menempatkan  isteri di rumah suami
-          Menghukum isteri karena menyeleweng
-          Isteri berhias untuk suaminya.[1]
Namun kesemuanya itu adalah menurut ulama fiqh yang masih bersifat global, sedangkan di Indonesia sendiri sudah ada UU yang mengatur tentang perkawinan tersebut, dan didalamnya mengatur hak dan kewajiban suami isteri. Adapun hak dan kewajiban suami isteri yang telah termuat dalam KHI adalah dimulai dari pasal 77-84 KHI.  Adapun yang paling saya soroti dalam pasal-pasal tersebut adalah:
-          Pasal 77 ayat 1 (suami isteri  memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah yang menjadi sendi dasar dalam susunan masyarakat.
-          Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, dan memberi bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lainnya
-          Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh anak dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai  pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan dan pendidikan agamanya.
-          Suami isteri wajib memelihara kehormatannya
-          Jika suami isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan
Dan disebutkan juga dalam pasal 79 tentang hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.[2]

c.       Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Ditinjau Dari Segi Undang-Undang, Adat Dan Agama Islam
1.      Hak dan kewajiban suami isteri dalam perundangan
Dalam UU no 1 tahun 1974, yakni undang-undang perkawinan nasional menyebutkan bahwa “suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat (pasal 30). Hak dan kedudukan suami isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Masing-masing pihak mempunyai hak untuk melakukan perbuatan hukum, suami adalah kepala rumah tangga dan isteri adalah ibu rumah tangga (pasal 31 (1-3). Selanjutnya diterangkan dalam pasal 33 yakni suami dan isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
Suami wajib melindungi istrinya, dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Isteri wajib mengatur rumah tangga sebaik-baiknya. Jika suami isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan (pasal 34 (1-3)[3]
2.      Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Ditinjau Dari Hukum Adat
Sedangkan hak dan kewajiban suami isteri dilihat dari hukum adat, dapat diambil analisa bahwa hukum adat hanya berlaku didaerah yang sangat kental akan adat budayanya. Dan tidak dapat dipakai di adat lainnya, jadi hukum adat adalah hukum yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang. Adapun contoh perkawinan dalam hukum adat adalah perkawinan semanda, perkawinan bebas, perkawinan belarian dll. Dalam hal hak dan kewajiban dalam perkawinan dengan hukum adat ini , dimungkinkan ketidakseimbangan dalam pemenuhannya.  Contoh yang riel  adalah seorang isteri yang hanya disuruh menunggu ladang dan pemenuhan atas hak nya sama sekali tidak diperhatikan, terjadi di lampung . mengapa isteri diperlakukan seperti itu?, karena dalam adat suku lampung asli, wanita itu dibeli untuk dijadikan isteri, sehingga terkesan setelah menjadi isteri wanita itu bisa diperlakukan semau suami. Apalagi jika si isteri tersebut tidak membawa “sesan” (serah-serahan), mka akan semakin parah diperlakukan seenaknya oleh suaminya.[4]
Namun hukum adat dewasa ini kebanyakan sudah berkembang dan menyesuaikan diri dengan keadaan zaman. Ia tidak melarang lagi wanita bebas keluar rumah, baik suami maupun isteri berhak untuk melakukan perbuatan hukum.[5]

3.      Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Ditinjau Dari Agama (Islam)
Menurut hukum islam, suami dan isteri dalam membina rumah tangga harus berlaku dengan cara yang baik (ma’ruf) sebagaimana firman allah yang artinya:” dan bergaullah dengan mereka (para isteri) dengan cara yang baik). Selanjutnya dikatakan pula dalam al-Qur’an bahwa (pria adalah pemimpin bagi wanita) dan wanita (isteri) itu mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, tetapi suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya Qs II ayat 228 yang berbunyi:[6]
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

d. Kasus Wanita Karier
Dalam perkawinan, terutama zaman sekarang, tidak sedikit wanita yang menikah dan dia  mempunyai pekerjaan, baik sebelum ia menikah maupun setelah ia menikah. Dan biasanya, menurut kebanyakan pendapat masyarakat perempuan yang menikah harus mengurusi suaminya dan rumah tangganya,  aksinya hanya sebatas di dapur, kamar, dan mengurus anak. Itu adalah pandangan yang salah dan merupakan kebudayaan yang harus dibenahi bersama, karena didalam undang-undang dan hukum agama islam pun tidak menyebutkan bahwa seorang perempuan harus mendapatkan perlakuan yang tidak seimbang dengan suami. Dan banyak hal yang mendukung hal itu, seperti pendapat 4 mazhab dan mazhab zahiri mengatakan bahwa isteri  pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya. Dan pendapat itu didukung oleh dalil yang kuat[7]
 Perkawinan dalam Islam, sebagaimana diketahui, merupakan sebuah kontrak antara dua pasang yang setara. Seorang perempuan sebagai pihak yang sederajad dengan laki-laki dapat menetapkan syarat-syarat yang diinginkan sebagaimana juga laki-laki. Sehingga dalam sebuah perkawinan antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat kondisi yang mendominasi dan didominasi. Semua pihak setara dan sederajad untuk saling bekerja sama dalam sebuah ikatan cinta dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah).
Hak-hak perkawinan (Marital Right) merupakan salah satu indikator penting bagi status perempuan dalam masyarakat. Persamaan hak dalam perkawinan menunjukkan kesetaraan dan kesejajaran antara pihak laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Akan tetapi jika dalam sebuah keluarga terjadi ketidakadilan dalam soal hak, dan kebanyakan perempuan yang menjadi korbannya, maka perlu dipikirkan dan dicari jalan keluar dalam mengatasi hal tersebut
Dalam Sabda Rasulullah saw. di Haji Wada', "Ketahuilah, bahwa kalian mempunyai hak-hak atas wanita-wanita (istri-istri) kalian, dan sesungguhnya wanita-wanita (istri-istri) kalian mempunyai hak-hak atas kalian." (Diriwayatkan para pemilik Sunan dan At-Tirmidzi men-shahih-kan hadits ini).
Pada prinsipnya perkawinan dalam Islam membawa norma-norma yang mendukung terciptanya suasana damai, sejahtera, adil dan setara dalam keluarga. Akan tetapi karena pengaruh interpretasi ajaran yang kurang betul, maka terjadi beberapa rumusan ajaran Islam yang tidak membela kepentingan – bahkan menyudutkan – perempuan. Dan berikut ini akan penulis uraikan hak-hak perempuan dalam perkawinan dari hasil pembacaan penulis terhadap nas-nas al-Qur’an dan al-Hadis yang penulis dekati dengan pendekataan kesetaraan hak laki-laki dan perempuan.[8]
Dalam keluarga yang suami dan istri keduanya sama-sama menanggung beban mencari nafkah guna mencukupi kebutuhan keluarga, adalah tidak adil jika hanya wanita saja yang harus mengurus semua pekerjaan rumah. Jika wanita berusaha meningkatkan amal salehnya, maka terdapat kesempatan serupa bagi kaum pria untuk meningkatkan partisipasinya lebih banyak lewat pekerjaan rumah dan mengasuh anak. Di samping itu sistem penilaian al-Qur’an terhadap amal saleh tidak memandang apakah laki-laki atau perempuan yang melakukannya : “ Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik ia laki-laki atau perempuan sedang ia orang beriman, maka mereka itu masuk surga ( Q.S. 4 4: 124)[9]
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa urusan publik(karier) bukan semata-mata untuk suami, namun isteri juga dapat menempatinya. Jadi jelaslah bahwa keseimbangan hak dan kewajiban suami isteri itu seimbang dan sederajat, karena allah sendiri telah berfirman bahwa yang membedakan seseorang dihadapan allah adalah iman dan takwanya.[10]

IV.             KESIMPULAN
Dari paparan diatas, dapat saya ambil kesimpulan, bahwasanya pemenuhan  hak dan kewajiban suami isteri itu haruslah seimbang dan selaras, karna keduanya merupakan sama-sama makhluk allah, yang hanya dibedakan dari iman dan takwanya.
Selain itu, dalam undang-undang perkawinan, dan hukum agama islam, mengatakan bahwa kesederajatan antara suami dan isteri, yang berbeda adalah menurut hukum adat. Namun sudah banyak hukum adat yang menyesuaikan dengan zaman.
Mengenai isteri yang menjadi wanita karier, menurut makalah diatas diperbolehkan, asal ia tidak melupakan hak dan kewajibannya yang harus ditunaikan. Selain dari itu wanita karier diperbolehkan dalam al-quran dan undang-undang hukum perkawinan nasional.

V.                PENUTUP
Demikian makalah ini penulis buat, apabila ada kesalahan penulis meminta saran dan kritiknya yang membangun demi kelancaran bersama. Dan semoga makalah ini dapat membawa kemanfaatan. Amin.



VI.             DAFTAR PUSTAKA

Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 7,Bandung PT.Alma’rif .2006
Kompilasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarasan, Hukum Perwakafan. fokusmedia Bandung,2005.
Prof.H.Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Di Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat Dan Hukum Islam,cv.mandar maju.bandung 1990.
http://islamfeminis.wordpress.com/
Cahyadi takariawan dkk, Keakhwatan 3 bersama tarbiyah mempersiapkan tegaknya rumah tangga islami,intermedia,solo.2004
Asghar Ali Engineer, Hak-Hak Perempaun dalam Islam, terjemahan Farid Wajidi, Bandung, LSPPA, 1994




[1] Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 7,Bandung PT.Alma’rif ,hal.52
[2] Kompilasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Perwakafan. Bandung Fokusmedia,2005.hal.28-31
[3] Prof.H.Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Di Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat Dan Hukum Islam,cv.Mandar Maju.Bandung 1990.hal.110-111
[4] Cerita masyarakat asli lampung yang penulis ketahui,selain itu ditinjau dap pendapat  Bang Rudi, mahasiswa Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang yang merupakan suku asli Lampung.
[5] Prof.H.Hilman Hadikusuma Ibid hal.113
[6] Ibid hal.115
[7] http://islamfeminis.wordpress.com/
[8] Asghar Ali Engineer, Hak-Hak Perempaun dalam Islam, terjemahan Farid Wajidi, Bandung, LSPPA, 1994. hal 78
[9] Cahyadi takariawan dkk, Keakhwatan 3 bersama tarbiyah mempersiapkan tegaknya rumah tangga islami,intermedia,solo.2004. hal.54
[10] Ibid hal 80

2 komentar:

Info yang menarik jangan lupa follow back me

Terimakasih mas Hasbi atas kunjungannya,,,pastinya dong,,hehehe

Posting Komentar