Selasa, 31 Juli 2012

Jangan Biarkan Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga


Ada ungkapan yang mungkin tidak asing lagi ditelinga kita, tentang sebuah peribahasa yang berbunyi “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”. Saya ingat ketika masih duduk di bangku SD, peribahasa tersebut selalu saja dituliskan oleh guru-guru saya di papan dengan kapur tulis berdebu. Sementara kami disuruh menyalinnya di buku tulis bergaris tiga (buku tulis latin). Dengan pensil yang kadang patah ditengah jalan akibat terlalu bersemangat. Selain bersemangat, menulis latin membutuhkan ketelitian dan juga seni tinggi, ibu guru dengan telaten memberikan pengarahan kepada kami waktu itu. 

Saat pelajaran itu, saya dan mungkin teman-teman saya yang lain tidak seberapa peduli dengan apa sebenarnya maksud dari tulisan seperti cacing menari itu. Yang kami tahu, bagaiman agar tulisan itu dapat tersalin di buku tulis latin kami, sehingga mendapatkan nilai dari guru. Namun kini saya baru sadar, bahwa dengan kehati-hatian dan ketelatenan, ternyata saya dapat mengerti apa sebenarnya makna dari peribahasa yang cukup sederhana itu. Sebuah pelajaran moral yang sangat berharga. Sebuah pondasi sikap yang ditanamkan guru kami kepada anak negeri ini agar dapat menapaki kehidupan dimasa mendatang dengan baik.

Peribahasa tersebut kurang lebih berarti seperti ini “Akibat keburukan yang sangat sedikit, rusak dan musnah semua kebaikan yang telah dilakukan selama ini”. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana seseorang akan menjadi I’ll feel yang sering diartikan “ilang felling” oleh anak gaul zaman sekarang. Intinya, orang akan menjadi tidak suka bahkan membenci kita, karena kita melakukan perbuatan buruk, walaupun perbuatan buruk itu tidak sebanding dengan kebaikan dan prestasi yang selama ini kita perbuat.

Banyak sekali kasus yang terjadi yang membuktikan kebenaran dari peribahasa “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga” tersebut.  Sang pencipta peribahasa ini seolah sudah tahu, apa yang akan terjadi saat ini. Dimana banyak orang baik, orang sholeh, orang berprestasi, menjadi hancur karena kesalahan yang ia lakukan. Seberapapun kebaikan, kesholehan dan prestasi seseorang, bagai susu sebelanga yang akan menjadi pahit karena nila yang setitik. Sebuah hal yang cukup menyesakkan.

Kita ambil contoh beberapa orang yang menjadi hancur akibat kesalahan yang tidak sebanding dengan kebaikannya. Kita mungkin masih ingat bagaimana AA Gym, seorang dai kondang yang cukup terkenal dan dihormati. Tausiyah nya selalu dinanti oleh umat Islam di Indonesia. Banyak sekali jamaah pengajian yang rela terutama ibu-ibu rumah tangga datang ke Pondok Darut Tauhid untuk mendengarkan pengajian Abdullah Gymnastiar ini. Hal ini dilakukan Ia mampu membangun  citra sebagai sosok pemuka agama yang berbeda dengan ulama lainnya. Aa Gym tidak hanya berdakwah dengan keutamaan  salat, puasa, dan kemegahan surge seperti ulama lainnya, namun Aa Gym memilih untuk bercerita tentang pentingnya hati yang tulus, keluarga yang sakinah dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang ringan dan menyenangkan. 

Namun susu sebelanga yang telah Aa Gym  torehkan selama ini, menjadi hancur ketika ia memutuskan untuk berpoligami. Sontak saat itu jamaah yang sebagian ibu-ibu rumah tangga menjadi kecewa dan marah terhadap sikap yang dilakukakan oleh dai yang selama ini disimbolkan sebagai ustadz keluarga bahagia ini. Dan secara langsung, ia ditinggalkan oleh jamaahnya dan kini namanya mulai tenggelam.

Contoh lain, Nazril Irham atau yang lebih popular dikenal sebagai Ariel. Seorang pemuda tampan yang juga vokalis Band Peterpan ini menjadi sangat terkenal karena karyanya yang fenomenal. Beberapa karya lagu Peterpan menjadi hits di negeri ini. Banyak sekali penghargaan yang telah diraih. Namun prestasi tersebut hancur dan hilang saat Ariel terkena kasus skandal rekaman video berisi adegan persetubuhan yang melibatkan dirinya dengan Luna Maya dan Cut Tari. Akibat kejadian itu, Ariel diganjar hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan, dan denda Rp. 250 juta.

Dan kasus yang paling baru mengenai makna dari peribahasa yang saya jadikan lead diatas terjadi kepada Korlantas Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo. Sang Irjen tersebut diduga terlibat korupsi pengadaan driving simulator roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Djoko susilo juga seorang yang sangat berprestasi. Bintang terang Djoko Susilo mulai terlihat saat dia menjadi Kapolres Jakarta Utara. Tidak lama, dia dipercaya menduduki kursi Direktur Lantas Polda Metro Jaya, kemudian menjadi Dirlantas Polri. Djoko lantas didapuk menjadi Kepala Korps Lantas (Kakorlantas) sebelum akhinya menjadi Gubernur Akpol di Semarang. Dari sini terlihat, karier Djoko selalu naik.

Itulah beberapa contoh kasus dimana seberapa baiknya kita, seberapa sholeh dan berprestasinya kita, kesemua kebaikan itu akan runtuh apabila kita terjerumus dalam kesalahan yang kita sendiri menganggapnya sebagai kesalahan kecil, namun mampu membumihanguskan semua kebaikan itu.

SELALU MAWAS DIRI
Memang tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia pasti akan dan pernah melakukan kesalahan. Hal itu adalah fithroh, karena manusia itu tempatnya salah dan lupa. Namun kita juga diberikan pikiran untuk sekuat tenaga meminimalisir terjadinya kesalahan itu.
Peribahasa “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga” ini, menjadi awal dari pondasi sikap moral kita. Kesadaran bahwa sedikit apapun keburukan dan kejahatan itu, pasti akan merusak reprutasi kebaikan kita. Sementara jika cap sebagai orang jelek, orang ingkar dan orang korup sudah mengena pada diri kita, nila setitik itu sangat sulit dibersihkan. Ia akan selalu menempel selamanya, ketika kita masih hidup didunia ini.
 
Untuk itulah, mari kita bersama-sama mencoba selalu mawas diri. Menimbang dan memperhitungkan kembali setiap apa yang akan kita perbuat. Apakah perbuatan itu baik atau akan membawa kita kedalam lembah kehancuran seperti orang-orang yang telah mendapatkannya itu. Sikap mawas diri ini menjadi symbol kehati-hatian dan kedewasaan kita untuk menekan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi. Jangan pernah membiarkan nafsu menjadi tumpuan pokok dalam setiap pengambilan keputusan. Logika dan juga perasaan yang dalam, kita padukan untuk mengambil setiap apa yang akan kita lakukan.

Semoga, kita bukan orang-orang baik, sholeh dan juga berprestasi yang kelak akan hancur, karena kesalahan yang kita buat. Semoga, kita akan menjadi orang-orang yang akan selalu berusaha mengumpulkan susu sehingga menjadi sebelanga. Menjadi orang yang selalu berbuat baik. Selalu mawas diri dalam setiap langkah untuk menjadi manusia yang berguna bagi sesama.

6 komentar:

Blog yang bagus dengan sekumpulan tulisan yang inspiratif mas Andika ! Tentang peribahasa di atas, saya juga sependapat memang demikian adanya. Dan jika boleh menambah..peribahasa itu bisa juga mengingatkan kita pentingnya nilai, bobot dan dampak sesuatu, selain dari sekedar ukurannya.

Terimakasih banyak atas kunjungan serta komentarnya mas riyanto, saya sepakat dengan pernyataan saudara, bahwa peribahasa itu juga menyangkut tentang nilai, bobot serta dampak dari sesuatu hal. salam hangat dari saya.

saya seakan membaca kisah saya sendiri pada tulisan mas andika, semoga allah mengampuni aq, dan mereka yang telah aq rugikan
entah apa yg harus aq perbuat
makasih tulisannya. semoga menjadi renungan bagi yang lain

Semua orang memang memiliki masa lalu mas Anonim, kadang masa lalu tersebut merupakan hal yang buruk bagi kita dan orang lain. tapi sadar akan semua yang telah kita perbuat dan mencoba menyesali dan merubahnya adalah perbuatan yang sangat bijak yang memang seharusnya kita lakukan.

tidak ada manusia yang sempurna, semua makhluk pasti pernah salah. mari sekarang kita bersama mencoba memperbaiki diri dan mencoba selalu berbuat baik kepada sesama. bukankah orang yang baik adalah orang yang memberi manfaat kepada orang lain?.

Saya juga terimakasih kepada mas Anonim yang telah sudi membaca coretan saya, maaf apabila ada kata yang menyinggung perasaan mas Anonim. Saya sangat senang jika goresan tak bermakna ini dapat bermanfaat bagi semua.

sekali lagi terimakasih, dan semoga Tuhan Allah SWT selalu melindungi kita semua. amin.

Saya yang paling tidak setuju dengan pribahasa ini, "karena nila setitik, rusak susu sebelanga." Seolah-olah si pembuat pribahasa ini memaksakan "pesan" khusus untuk menimbulkan efek mufakat dan mempengaruhi pola fikir masyarakat dalah pergaulan sehari-hari (dan nampaknya sudah berhasil).


Keep posting
Lanjutkan gan

Klu menurut sy contoh diatas hanya bersifat sempit, krn klu merujuk dr arti susu sebelenga itu artinya banyak (luas) dan nila setitik itu hanya setetes tinta, jadi lebih sesuai peribahasa ini utk arti luas sbg contoh dlm organisasi ada 1org buat kejelekan menjadikan 1organisasi itu jelek semua dipandang org atau contoh lain seorg polisi buat salah,, semua polisi dicap kejelakan,,

Posting Komentar