Selasa, 29 Mei 2012

Pendidikan Pondok Pesantren Modern



I.              PENDAHULUAN
Sejak semula, pesantren telah dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu lembaga yang digunakan untuk penyebaran agama dan tempat mempelajari agama Islam.[1] Selain itu, pesantren juga merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang dianggap sebagai produk budaya Indonesia. Meskipun pendidikan pesantren merupakan lembaga yang bentuknya sangat sederhana dalam pendidikan tetapi pesantren merupakan satu-satunya lembaga yang terstruktur, karena di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami doktrin dasar Islam yang menyangkut keagamaan.[2]
Dengan adanya modernisasi, dunia pesantren memberikan respon yang berbeda-beda. Sebagian pesantren ada yang menolak campur tangan dari pemerintah, karena mereka menganggap akan mengancam eksistensi pendidikan khas pesantren. Tetapi ada juga pesantren yang memberikan respon adaptif dengan mengadopsi sistem persekolahan yang ada pada pendidikan formal. Sehingga banyak bermunculan pondok pesantren dengan variasi yang beragam dan menamakan diri sebagai pondok pesantren modern.[3]
Pada kesempatan kali ini, pemakalah akan mencoba membahas tentang pendidikan pondok pesantren modern.

II.           PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Menurut Mastuhu, ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan sistem pendidikan Islam ini (pesantren). Menurut masyarakat Jawa dan Sunda sering menyebutnya dengan istilah pesantren atau pondok.
Menurut Zamakhsyari Dhofier menjelaskan secara etimologi pesantren berasal dari pesantrian yang berarti tempat santri.[4] Mastuhu menambahkan, pesantren adalah pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup masyarakat sehari-hari.
Menurut Dr. Ziemek ada tiga ciri-ciri pesantren:
1.      Kyai sebagai pendiri, pelaksana dan guru;
2.      Pelajar (santri) secara pribadi diajari berdasarkan naskah-naskah Arab klasik tentang pengajaran, paham dan akidah keislaman;
3.      Kyai dan santri tinggal bersama-sama untuk waktu yang lama membentuk satu komunitas seperti asrama (pondok).
Selain itu, dalam lembaga pendidikan pesantren biasanya terdapat 5 elemen dasar yang tidak terpisahkan, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kyai.[5]
Sebagai suatu sistem pendidikan, pesantren telah banyak memberikan kontribusi positif bagi perkembangan bangsa Indonesia. Abdurrahman Wahid menjelaskan bahwa peran itu dapat dikategorikan menjadi peran yang murni keagamaan dan peran yang tidak hanya bersifat keagamaan belaka (kultural sosial – ekonomis – politik).
B.     Fungsi Pendidikan  Pesantren
Dari waktu ke waktu fungsi pesantren berjalan secara dinamis, berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Pada awalnya lembaga ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama.
Dalam perjalanannya hingga sekarang, sebagai lembaga sosial, pesantren telah menyelenggarakan pendidikan formal, baik berupa sekolah umum maupun sekolah agama (madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi). Di samping itu, pesantren juga menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah diniyah yang mengajar bidang-bidang ilmu agama saja.
Azyumardi Azra dalam Nata, 2001: 1112, menawarkan adanya 3 fungsi pesantren, yaitu:
1.       Transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam. Pengetahuan Islam dimaksud tidak hanya meliputi agama tetapi mencakup seluruh pengetahuan yang ada;
2.       Pemeliharaan tradisi Islam;
3.       Produksi ulama.
Selain itu, pesantren juga telah mengembangkan fungsinya sebagai lembaga solidaritas sosial dengan menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim dan memberi pelayanan yang sama kepada mereka tanpa membedakan tingkat sosial ekonomi mereka.
Dari hal-hal yang ada di atas, pesantren dituntut melakukan terobosan-terobosan baru di antaranya:[6]
1.      Adanya pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum agar bisa sesuai atau mampu memperbaiki kondisi-kondisi yang ada untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.
2.      Melengkapi sarana penunjang proses pembelajaran, seperti perpustakaan, buku-buku klasik dan kontemporer, majalah, sarana berorganisasi, sarana olahraga, internet (kalau memungkinkan) dan lain-lain.
3.      Memberikan kebebasan kepada santri yang ingin mengembangkan talenta masing-masing, baik yang berkenaan dengan pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi maupun kewirausahaan.
4.      Menyediakan wahana aktualisasi diri di tengah masyarakat.
Lebih dari itu, erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, pesantren (modern) harus mampu menjadi stimulator yang dapat memancing dan meningkatkan rasa ingin tahu santrinya secara berkelanjutan.
Sementara dalam pengembangan pendidikan pesantren (modern) memiliki tanggung jawab sebagai sekolah umum berciri khas Islam agar mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Karena manusia yang berkualitas itu setidaknya memiliki dua kompetensi yaitu kompetensi IMTAQ dan IPTEK.
Dengan adanya hal ini, diperlukan beberapa kemampuan sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat sekarang, di antaranya kemampuan untuk mengetahui pola perubahan dan dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga mampu mewujudkan generasi yang tidak hanya pintar secara keilmuan tetapi juga memiliki akhlak yang baik.
Karena ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak positif dan negatif, maka diperlukan beberapa strategi yang mencakup: a) motivasi kreativitas anak didik ke arah pengembangan IPTEK di mana nilai-nilai Islam menjadi sumber acuannya; b) mendidik ketrampilan kemanfaatan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat manusia yang menciptakan jalinan kuat antara ajaran agama dan IPTEK.[7]
C.    Program Bimbingan Pesantren
Program bimbingan ini merupakan penunjang dari program pendidikan di pesantren. Dalam keadaan tertentu bimbingan ini dipergunakan sebagai metode atau alat untuk mencapai tujuan program pendidikan di pesantren. Ada beberapa alasan mengapa perlu diselenggarakan program bimbingan, di antaranya:
1.      Adanya masalah dalam pendidikan dan pengajaran dan tidak mungkin dapat diselesaikan oleh ustadz-ustadz sebagai pengajar.
2.      Adanya konflik antara santri dengan guru (ustadz) yang pemecahannya memerlukan pihak ketiga.
Secara keseluruhan program pendidikan di pesantren terdiri atas bidang-bidang sebagai berikut:
1.      Bidang pengajaran kurikuler yang merupakan kegiatan pokok dalam rangka membekali para murid dengan berbagai ilmu pengetahuan.
2.      Bidang administrasi yang berfungsi sebagai pengelola dan pengendali semua bidang kegiatan di pesantren (penanggung jawab).
3.      Bidang pembinaan santri yang berfungsi memberikan bantuan atau pelayanan kepada santri.
Dari alasan di atas program bimbingan dilaksanakan dengan tujuan:
1.      Mengembangkan pemahaman santri demi kemajuan di pesantren;
2.      Mengembangkan pengetahuan serta rasa tanggung jawab dalam Menentukan sesuatu;
3.      Mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain.
D.    Life Skills
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, pengembangan kecakapan hidup menjadi andalan bagi pesantren sehingga para alumni pesantren mampu bersaing dengan alumni lembaga pendidikan lain.
Secara umum tujuan dari penyelenggaraan pesantren adalah untuk membantu para santri dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan potensi diri agar dapat memecahkan problem kehidupan sehingga dapat menghadapi realitas kehidupan baik secara lahiriah maupun batiniah.
1.      Prinsip-prinsip Pendidikan Kecakapan Hidup
Prinsip-prinsip pendidikan kecakapan hidup mencakup:
a.       Tidak mengubah sistem pendidikan dan kurikulum;
b.      Pembelajaran kecakapan hidup menggunakan prinsip learning to know (belajar untuk mengetahui sesuatu), learning to do (belajar untuk mengerjakan sesuatu), learning to be (belajar untuk menjadi dirinya sendiri), dan learning to life together atau belajar untuk hidup bersama.
c.       Paradigma learning for life (pendidikan untuk kehidupan) dan learning to work (belajar untuk bekerja) dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan, sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dengan kebutuhan nyata para peserta didik (santri).
Life skill diarahkan agar peserta didik:
a.       Menuju hidup yang sehat dan berkualitas;
b.      Mendapat pengetahuan, ketrampilan dan wawasan yang luas;
c.       Memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak.
2.      Orientasi Pendidikan Life Skill
Orientasi pendidikan life skill difokuskan pada kecakapan-kecakapan:
a.       Kecakapan Personal (self awareness), meliputi:
-   kesadaran siapa diri saya seperti keimanan kepada Tuhan YME, pengembangan karakter diri belajar memelihara lingkungan.
-   Kesadaran atas potensi diri seperti belajar menolong diri sendiri, menumbuhkan kepercayaan diri.
b.      Kecakapan Berfikir Rasional (thinking skills), mencakup:
-   kecakapan menggali informasi
-   kecakapan mengolah informasi
-   kecakapan memecahkan masalah.
c.       Kecakapan Sosial (social skill), meliputi:
-   kecakapan komunikasi dengan empati, dapat dikembangkan melalui bercerita,
-   kecakapan bekerja sama dapat dikembangkan melalui kerja kelompok.

III.        KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti SMP, SMU dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.
Sedikitnya terdapat dua cara yang dilakukan pesantren dalam merespon perubahan ini. Pertama, merevisi kurikulumnya dan memasukkan mata pelajaran dan ketrampilan umum. Kedua, membuka kelembagaan dan fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum.
Untuk itu pesantren yang menerima modernisasi harus benar-benar selektif dalam menerima dan mengadopsi pola-pola dari luar. Karena bisa jadi pesantren yang tidak selektif dalam mengikuti perkembangan modernisasi ini akan kehilangan ruh dan identitasnya sebagai lembaga pendidikan pesantren.
Dalam hal ini pemakalah setuju dengan pendapat Nur Cholis Madjid yang mengatakan bahwa untuk memainkan peranan yang besar dan menentukan dalam ruang lingkup nasional pesantren tidak perlu kehilangan kepribadiannya sendiri sebagai tempat pendidikan keagamaan. Bahkan tradisi-tradisi keagamaan yang dimiliki pesantren sebenarnya merupakan ciri khusus yang harus dipertahankan, karena di sinilah letak kelebihannya.
IV.        PENUTUP
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan disertai do’a semoga dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari, meskipun makalah ini sudah diusahakan sepenuhnya namun tentunya masih jauh dari sempurna. Maka segala kritik, koreksi dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman sangat penulis harapkan demi pengembangan wawasan keilmuan penulis.




DAFTAR PUSTAKA

Ismail SM., dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Amin Haedari, HM., dkk., Masa Depan Pesantren, Jakarta: IRD Press, 2004
Sulthon Masyhud, M.Pd., Drs. HM., Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2004
Zamakhsyari Dhofier, Studi Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982
Jamal Ma’mur Asmani, Dialektika Pesantren dengan Tuntutan Zaman, Jakarta: Qirtas, 2003
Syamsul Ma’arif, Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah, Need’s Press, Semarang, 2008





[1] Ismail SM., dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 111
[2] HM. Amin Haedari, dkk., Masa Depan Pesantren, Jakarta: IRD Press, 2004, hlm. 1
[3] Drs. HM. Sulthon Masyhud, M.Pd., Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2004, hlm. I
[4] Zamakhsyari Dhofier, Studi Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982, hlm. 18
[5] Ibid., hlm. 44
[6] Jamal Ma’mur Asmani, Dialektika Pesantren dengan Tuntutan Zaman, Jakarta: Qirtas, 2003, hlm. 26-27
[7] Syamsul Ma’arif, Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah, Need’s Press, Semarang, 2008, hlm. 118

0 komentar:

Posting Komentar