Selasa, 29 Mei 2012

Keluarga Dan Pendidikan Islam Sebagai Media Dakwah



I.                   Pendahuluan
Dakwah secara essensi memiliki satu kata kunci yakni ishlah atau perbaikan. Perbaikan yang dimaksudkan di sini adalah perbaikan dalam perspektif Islam dan perbaikan dalam arti sebuah proses yang terarah dan berkesinambungan. Dalam perspektif Islam dakwah berarti sebuah proses untuk mengajak seluruh manusia dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan kepada Allah semata secara paripurna.
Dalam melaksanakan dakwah, dituntut menguasai setiap permasalahan dalam dakwah. Salah satu hal yang menjadi titik tolak keberhasilan dakwah adalah penggunaaan media sebagai perantara dalam dakwah. Banyak sekali media yang dapat digunakan dalam berdakwah atau yang sering disebut sebagai media dakwah, seperti dakwah dengan media massa, atau dakwah dengan partai politik. Namun dalam kesempatan ini mari kita diskusikan dakwah dalam lembaga keluarga dan lembaga pendidikan islam.

II.                Batasan masalah
a.       Pengertian keluarga dan pengertian pendidikan islam
b.      Dakwah dalam keluarga
c.       Dakwah dalam lembaga pendidikan
d.      Analisis  kelemahan dan kekuatan

III.             Pembahasan
a.      Pengertian Keluarga Dan Pengertian Pendidikan Islam
-          Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kesatuan terkecil masyarakat yang anggota anggotanya terikat secara batiniah dan hokum karena pertalian darah atau pertalian perkawinan.[1] Dalam islam, bentuk keluarga tidak sama dengan pengertian di barat, yakni cakupannya lebih luas dari sekedar suami, istri dan anak anak, melainkan meliputi dari suami, istri, anak anak, beserta kedua orang tua suami isteri. Dan dalam budaya di Indonesia, yang dinamakan keluarga adalah keseluruhan yang masih memiliki hubungan darah. Bias terdiri dari paman, bibi, ponakan, cucu, anak angkat, dll.
Robert R bell (1979) mengemukakan jenis hubungan kekeluargaan : Pertama, keluarga dekat, yakni keluarga yang terdiri dari individu individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi, dan atau perkawinan. Kedua, keluarga jauh, terdiri atas individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi perkawinan, tetapi ikatan keluarganya lemah dari kerabat dekat dan kadang kadang tidak menyadari. Ketiga, orang yang dianggap keluarga, yakni dianggap keluarga karang ada hubungan yang khusus, misalnya hubungan antara teman karib.[2]
Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf al-Usrah Fil Islam menjelaskan, keluarga adalah batu pertama dalam membangun negara. Menurutnya, sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya.[3]
Penghargaan Islam pada masalah-masalah keluarga sangatlah tinggi. Betapa tidak, keluarga adalah unit yang paling mendasar diantara unit-unit pembangunan alam semesta. Di antara fungsi besar dalam keluarga adalah edukatif (tarbiyah). Dari keluarga inilah segala sesuatu tentang pendidikan bermula. Apabila salah dalam pendidikan awalnya, maka peluang akan terjadinya berbagai penyimpangan pada anak akan semakin tinggi. Oleh kerena itu, pada dasarnya Islam menjadikan tarbiyah sebagai atensi yang dominan dalam kehidupan. Abdul Ala' al-Maududi Ulama asal Pakistan, mengartikan kata tarbiyah sebagai mendidik dan memberikan perhatian.     
Setidaknya ada empat unsur penting dalam pendidikan. Pertama, menjaga dan memelihara fitrah obyek didik. Kedua, mengembangkan bakat dan potensi obyek sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Ketiga, mengarahkan potensi dan bakat tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Keempat, seluruh proses tersebut dilakukan secara bertahap. Keempat unsur tersebut menunjukan pentingnya pentingnya peran pendidikan dalam keluarga. Karena keluarga akan membentuk karakter kepribadian anggotanya dan mewarnai masyarakatnya. Singkatnya keluarga merupakan laboratorium peradaban. Bagi muslimah, yang secara umum penanggungjawab utama dalam kehidupan keluarga, harus menyiapkan keseriusan dan kepurnaan program pengembangan dakwah keluarga.

-          Pengertian Pendidikan Islam
Sebelum kita beranjak dalam pengertian pendidikan islam, arti dari pendidikan sendiri adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai nilai yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat.[4] Dan adapun proses pemindahan nilai nilai itu meliputi berbagai cara, yakni : pertama, melalui pengajaran, yaitu proses pemindahan nilai berupa ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada murid atau muridnya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Kedua, melalui pelatihan yang dilaksanakan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan pekerjaan tertentu utnuk memperoleh ketrampilan mengerjakan pekerjaan tersebut. Dan ketiga melalui indoktrinisasi, yang dilakukan agar orang mengikuti saja apa yang dilakukan atau dikatakan oleh orang lain.
Sedangkan pendidikan islam adalah proses penyampaian informasi dalam rangka pementukan insane yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukan, tugas, dan fungsinya di dunia ini dengan selalu memelihara hubungannya dengan allah, dirinya sendiri, masyarakat, dan alam sekitarnya serta bertanggung jawab kepada tuhan yang maha esa, menusia (termasuk dirinya sendiri) dan lingkungan hidupnya.[5]
Dari keterangan diatas dapat diambil tujuan dari diadakannya pendidikan islam adalah agar  dapat menumbuhkan dan mengembangkan dalam diri manusia empat rasa tanggung jawab, yakni, 1) tanggung jawab kepada allah, 2) tanggug jawab kepada hati nuraninya sendiri, 3) tanggung jawab kepada masyarakat, dan 4) tanggung jawab dan memelihara semua yang terdapat di langit dan di bumi.

b.      Dakwah Dalam Keluarga
Keluarga adalah unit komunitas terkecil dalam kehidupan sosial masyarakat. Keluarga adalah sekumpulan kapasitas individu dan dari keluarga lah unit-unit yang lebih besar akan dibentuk. Dalam konteks Islam, keluarga digambarkan dalam tiga kata kunci: sakinah mawaddah warahmah yang didalamnya nilai-nilai Islami kental diaplikasikan. Dan keluarga ideal seperti inilah yang menjadi cita-cita kita bersama, yakni menjadikan keluarga kita menjadi keluarga yang taat kepada allah.
Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Awlad Fil Islam, ada 7 macam pendidikan integratif, yang harus terintegrasikan secara sistemikdalam keluarga untuk mentarbiyah anggota keluarga untuk menjadi hamba Allah yang taat, yang mampu mengemban amanah dakwah ini. Ketujuh pendidikan tersebut adalah:
Pendidik iman, pendidikan moral, pendidikan psikis, pendidikan fisik, pendidikan intelektual, dan pendidikan seksual.
Kehidupan yang paling sederhana adalah kehidupan keluarga. Sudah barang tentu di dalam keluarga kita, kita harus bias berdakwah. Keluarga disini dijadikan sebagai media untuk berdakwah. Banyak sekali anjuran dari al Quran maupun dari hadist rasul tentang keutamaan dan perintah untuk berdakwah  kepada keluarga. Seperti ayat yang artinya “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yg terdekat”, kemudian “ Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”, kemudian dengan hadist “Setiap kalian ialah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yg dipimpinnya”
Dakwah dalam lingkungan keluarga dimaksudkan untuk menjadikan sebuah tatanan rumah tangga yang berdiri dari beberapa tujuan. Yakni pertama, mendirikan syariat allah dalam segala permasalahan rumah tangga. Artinya mendirikan sebuah rumah tangga yang mendasarkan kehidupannya sebagai bentuk penghambaan kepada allah. Kedua, mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologi. Ketiga, mewujudkan sunah rasullullah dengan melahirkan anak anak saleh sehingga umat manusia merasa bangga dengan kehadirannya. Keempat, memenuhi kebutuhan cinta kasih anak anak dengan menyayanginya. Dan terakhir menjaga fitrah anak agar anak tidak melalkukan penyimpangan penyimpangan. [6]
Dalam bagian kelima ini, menjaga anak dalam fitrah adalah hal yang paling mutlak dilaksanakan. Karena sesuai yang dikatakan rasul dalam hadist, bahwa setiap anak yang dilahirkan adalah fitrah dan tergantung orang tuanya akan menjadikannya majusi, nasrani atau yang lainnya. Hal yang paling harus dilakukan adalah membiasakan anak untuk mengingat kebesaran allah dan nikmat yang diberikannya. Hal ini dapat mengokohkan fitrah anak agar tetap berada dalam kesucian dan kesiapan untuk mengagungkan allah. Kemudian, membiasakan anak anak untuk mewaspadai penyimpangan penyimpangan yag kerap membiasakan dampak negative terhadap  diri anak misalnya dalam tayangan film, pergaulan bebas dll.
Dalam sebuah forum, dijelaskan ada beberapa kriteria mendasar yang harus dimiliki dan dirasakan dalam sebuah keluarga Islami. Pertama, keluarga harus menjadi tempat kembali utama dalam kehidupan individunya. Nuansa baiti jannati, rumahku surgaku harus dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Hal inilah yang akan menjadikan rasa kerinduan yang amat sangat bagi setiap anggota keluarga untuk bertemu dalam satu atap keluarga. Seberat dan sesibuk apapun aktivitas anggota keluarga di luar rumah maka keluarga menjadi tempat kembalinya.
Kedua, keluarga menjadi madrasah dimana dalam setiap aktivitas kekeluargaan dijadikan sebagai aktivitas pembinaan,  dan proses transfer of value. Setiap anggota keluarga harus mampu menjadi inspirasi atau qudwah hasanah bagi anggota keluarga yang lain. Dan orang tualah yang menajadi faktor penentu keberhasilan madrasah ini karena orang tualah sang murrabi.
Ketiga, keluarga menjadi markas perjuangan Islam. Hal ini sangat penting mengingat menikah bukan hanya sekedar mencari pendamping hidup namun lebih untuk melanjutkan perjuangan Islam bersama dengan pasangannya. Keluarga lah yang menjadi batu bata dari bangunan Islam. Dan semua kativitas dakwah tercermin dari aktivitas keluarga.
Untuk mencapai ketiga kriteria di atas maka dibutuhkan beberapa nilai yang harus dimiliki dala sebuah keluarga: keimanan, cinta, tarbiyah, dan komunikasi. Dan inilah nilai-nilai minimal yang harus dimiliki oleh sebuah keluarga Islami, keluarga dakwah.

c.       Dakwah Dalam Lembaga Pendidikan Formal
Setelah mendapatkan pendidikan islam di dalam lingkungan keluarga, langkah selanjutnya adalah memberikan anak anak kita untuk mengenyam pendidikan di lingkungan formal. Lembaga pendidikan formal dapat juga dikategorikan sebagai media dakwah, yakni sebuah alat yang dapat digunakan untuk berdakwah kepada peserta didik.
Setelah mendapat pengetahuan awal dari orang tua, dan masyarakat yang secara tidak langsung memberikan berbagai pengetahuan dasar, namun dirasakan belum sistematis. Pengetahuan anak yang diperoleh hanya dari peniruan, pengulangan atau kebiasaan. Diperlukan sebuah kegiatan yang terstruktur dalam berdakwah. Salah satunya adalah didirikannya lembaga lembaga formal pendidikan islam.
Pendidikan siswa artinya lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum, siswa sejajar kemampuannya, pertemuan rutin, dan sebagainya. Contohnya adalah sekolah dan lain sebagainya.[7] Didalam pedidikan formal, terdapat proses belajar mengajar. Sebuah usaha untuk mengajarkan pendidikan agama yakni dengan usaha usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran islam. Dengan pendidikan agama yang terdapat di dalam lembaga formal tersebut, menjadikan ia sebagai sebuah media dakwah yang dapat digunakan oleh dai.
Lembaga pendidikan islam di Indonesia, dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok, yakni pesantren, madrasah dan sekolah.[8] Dimana ketiganya sama sama mencoba mendidik generasi penerus bangsa kearah yang lebih baik sesuai dengan ajaran islam. Pesantren sendiri atau lebih dikenal dengan sebutan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam tradisional tertua di Indonesia. Pondok berasal dari bahasa arab funduq yang artinya tempat menginap atau asrama, sedangkan pesantren adalah berasal dari kata santri,  bahasa tamil yang berarti para penuntut ilmu.
Jadi jika digabungkan pondok pesantren adalah tempat belajar atau tempat mencari ilmu para santri denga bertempat tinggal atau mukim disana. Kemudian karena makna yang terkandung dalam namanya itu, pondok pesantren selalu tampil dengan unsure aslinya yakni pondok, mesjid, pengajian kitab kita klasik atau kitab kuning, santri, kiayi atau guru ngaji. Kelima unsure tersebut selalu ada dalam sebuah pondok pesantren. (Zamakhsyari dhofier,1983:43).
Pada awal perkembangannya, ada dua fungsi pondok pesantren, yakni sebagai lembaga pendidikan, dan kedua sebagai lembaga penyiaran agama. Pada masa colonial dahulu, pondok pesantren mempunyai peranan yang aktif dalam menentang penetrasi kolonialisme dengan uzlah yakni menutup diri daripengaruh luar.
Kedua dari lembaga pendidikan formal islam adalah madrasah. Lembaga ini muncul pada permulaan abad ke 20. Madrasah berasal dari bahasa arab, darasa yang artinya belajar. Jadi madrasah adalah tempat belajar. Lembaga ini muncul dikarenakan beberapa alasan diantaranya, sebagai manifestasi dan realisasi cita cita pembaharuan dalam system pendidikan islam di Indonesia. Selain itu juga sebagai salah stu usaha menyempurnakan system pendidikan pesantren yang dipandang tidak memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan kerja dibanding lulusan dari sekolah colonial belanda waktu itu. Dan terakhir alasannya adalah adanya sikap sementara umat islam yang lebih condong mengikuti system pendidikan ala barat yang lebih memungkinkan anak anak mereka lebih maju dalam ilmu, ekonomi dan teknologi.[9]
Lembaga pendidikan formal ketiga dalam islam adalah sekolah islam. Lembaga ini merupakan pengembangan dari madrasah dengan falsafah yang dipengaruhi oleh ajaran ajaran barat. Kurikulumnya lebih dekat dengan sekolah sekolah umum.
Di dalam pendidikan formal terdapat seorang guru sekaligus dai yang tugasnya bukan semata mata utuk mengajarkan ilmu agama atau islamologi, melainkan juga mendidik. Karena mengajar hanyalah memberikan pengetahuan agama saja, sehingga anak padai ilmu agama tapi tidak taat terhadap ajaran agama.  Sebaliknya mendidik mempunyai arti menanamkan tabiat kepada anak anak agar mereka taat kepada ajaran agama (membentuk pribadi muslim).
Itulah lembaga lembaga formal pendidikan islam yang bias dijadikan sebagai media dalam berdakwah.

d.      Analisis Kelemahan Dan Kekuatan
-          Kelemahan Dan Kekuatan Dakwah Dalam Keluarga
Dakwah dalam keluarga diakui sangat sulit dibanding dengan dakwah dengan orang lain. Karena interaksi yang terjadi di sana berlangsung secara terus menerus, sehingga mudah sekali terjadi singgungan antara kepentingan. Selain itu juga apabila terjadi kesalahan, akan mudah terdeteksi karena hidup dalam satu naungan rumah tangga.
Adapun kelemahan berdakwah di lingkungan keluarga adalah :
1.      Bahwa keluarga adalah orang terdekat kita, sedangkan kita tidaklah siap ketika dakwah kita mengalami benturan benturan di dalam keluarga kita sendiri. Hal ini yang membuat kita merasa terkucil.
2.      Kita tidak siap kehilangan orang yang kita sayangi, sebab keluarga maupun orang yang kita sayangi jika anggota keluarga tersebut tidak menerima dakwah kita. Dan biasanya bayang bayang kehilangan akan menghantui setiap orang yang ingin berdakwah di dalam keluarga.
3.      Ketergantungan kita terhadap masalah keduniawian terhadap keluarga kita adalah masalah besar. Karena kita tidaklah siap untuk mandiri dan tidak siap jia kebutuhan kita akan keluarga tersebut hilang setelah ada benturan dakwah kita dengan keluarga.
4.      Ketika keluarga kita tidak mengerti tentang tanggung jawab, yaitu setiap perbuatan pastilah ada balasannya. Biasanya akan lebih sulit karena mereka belum mempunyai pemahaman tentang tanggung jawab.
5.      Keinginan kita yang sering memaksakan diri dan ingin cepat cepat keluarga kita menerima dakwah kita, jadi mempengaruhi motivasi dan mental kita jika dakwah tidak kunjung diterima.
Sedangkan keuntungan yang dapat kita gunakan dalam menjadikan keluarga kita sebagai media dakwah adalah
1.      Keluarga adalah ikatan yang kuat. Bila ikatan keluarga bernada islam, maka aqidah dan amaliyahnya makin kuat serta dakwah dalamkeluarga selalu berjalan dengan baik dan dapat mempengaruhi keluarga lain,
2.      Sesuai dengan perintah rasul yang artinya hari orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka
3.      Adanya rasa solidaritas yang kuat. Artinya bila keluarga ada yang tak beriman, yang maa orang yang ikgkar kepada  allah akan celaka. Maka sebagian keluarga secepatnya untuk bertindak amar ma’ruf nahi mungkar
4.      Adanya keinginan pelestarian idiologi nasabnya, keluarga yang memiliki silsilah seorang agamawan, keturunannya cernderung mengikuti agama kakek / ayahnya.[10]

-          Kelemahan Dan Keuntungan Dakwah Dalam Lembaga Pendidikan
Pendidikan sebagai lembaga juga memiliki kelemahan dan juga kelebihan untuk dijadikan acuan bagi kesuksesan dakwah. Diantara kelemahannya adalah :
1.      Siswa hanya mementingkan disiplin ilmunya (nilai / skor) untuk kenaikan atrau kelulusan sekolah, tapi tidak taat kepada ajaran agama
2.      Kurikulum pendidikan agama yang terlalu tinggi dan luas, mengakibatkan guru hanya mengindahkan habisnya bahan pelajarannya tanpa mengutamakan pendidikan agama dan dakwah islamiyah
3.      Bila mayoritas personil sekolah beragama non islam, pendidikan agam,a islam agak terlambat
4.      Pendidikan formal, hanya terbatas pada usia usia tertentu.
Adapun keuntungan dakwah dalam lembaga pendidikan adalah :
1.      Sasaran dakwah (siswa) memiliki kemampuan yang relative sama. Dengan kemampuan itu memudahkan dai untuk menentukan strategi dakwah
2.      Waktu pertemuan masuk rutin dan kontinyu
3.      Missi dakwah bukan saja melalui pendidikan agama, akan tetapi bidang bidang yang lain seperti pendidikan social atau pendidikan moral.
4.      Kaum terpelajar artinya dakwah islam mudah diterima karena islam adalah agama yang rationil
5.      Penyelenggaraan pendidikan agama maupun kegiatan kegiatan agama lainnya mendapatkan perlindungan dan dukungan pemerintah dan masyarakat.[11]

IV.             Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa media dakwah tidak hanya berupa mimbar, atau media massa. Namun keluarga dan juga lembaga formal seperti pendidikan islam juga merupakan ajang dakwah dan dapat digunakan sebagai media dakwah.
Sesuai dengan perintah rasul bahwa kita harus berdakwah kepada diri kita sendiri, kemudian keluarga dan lingkungan terdekat sebelum kita berdakwah secara global.
Berbicara sebuah proses, pasti ada sebuah kelemahan dan juga keuntungan. Sebagai dai yang baik kita harus menyikapi kelemahan dan keuntungan itu sebagai bahan berdakwah dan sebagai evaluasi kedepan. Juga sekaligus menggunakan kelemahan kelemahan yang ada sebagai peluang atau bahkan keuntungan dakwah kita.
Demikian pula dengan dakwah di lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal, pasti ada kelebihan dan juga kelemahan. Kita tahu bahwa keluarga adalah landasan awal membentuk islam yang rahmatan lilalamin. Dalam arti lain, dakwah di kalangan keluarga sangat penting karena di keluargalah dimulai sebuah system kehidupan. Namun kadang kala keluarga juga merupakan penghambat dalam optimalisasi dalam berdakwah, sehingga kita harus pandai mengorganisasikan dakwah dalam keluarga.
Begitu juga dengan pendidikan. Kita tahu bahwa pendidikan adalah alat untuk mencerdaskan bangsa. Pendidikan dapat kita gunakan untuk berdakwah dengan tujuan yang baik, karena di sekolah sekolah terutama sekolah negeri masih banyak kurang pendidikan berbasis agama. Berbasis agama bukan berarti pendidikan agama islam, namun pendidikan moral, sikap dan tingkah laku perlu ditekankan di lembaga pendidikan agar tercipta generasi penerus yang berpikir cerdas dan beriman kuat.

V.                Penutup
Demikianlah makalah ini saya buat, saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan demi kebaikan kedepan. Dan semoga makalah ini bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca sekalian. Amin.




DAFTAR PUSTAKA

Asmuni Syukir, Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, al IKHLAS, 1983.
Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, Jakarta, Gema Insani Pers, 1995.
To. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2004.
Mohammad Daud Ali, Habibah Daud, Lembaga Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995.



[1] Mohammad Daud Ali, Habibah Daud, Lembaga Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995. Hal. 59
[2] To. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2004. Hal. 91
[4] Ibid, Lembaga Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995. Hal.137
[5] Ibid hal.139
[6] Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, Jakarta, Gema Insani Pers, 1995 Hal.144
[7]  Asmuni syukir, Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, al IKHLAS, 1983 hal.168
[8] Op cit, hal 145.
[9] Ibid hal.154
[10] Asmuni Syukir, Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, al IKHLAS, 1983 hal.172
[11] Ibid, hal 169

0 komentar:

Posting Komentar