“Sulit
membangun peradaban, tanpa budaya tulis dan baca.”
demikian ungkap penyair Inggris, TS Eliot (1888-1965). Pernyataan tersebut
bukan tanpa alasan, karena diakui atau tidak buku merupakan sumber informasi
dan pengetahuan. Majunya sebuah negara, dapat dilihat dari sejauh mana budaya
baca dan tulisnya. Jepang misalnya, menjadi bangsa yang maju dan superior
karena budaya membaca buku di negara bunga sakura tersebut tinggi. Buku adalah jendela dunia, dan membaca adalah
kuncinya, benar-benar diterapkan oleh jepang.
Bertepatan
dengan Hari Buku Nasional yang diperingati setiap tanggal 17 Mei ini, kita
patut prihatin dengan kondisi bangsa kita. Indonesia yang sudah terbiasa dengan
budaya tutur, masih jauh tertinggal dari negara lain soal baca dan tulis.
Sebuah survei yang dilakukan oleh International
Educational Achievement (IEA) menunjukkan kemampuan membaca siswa SD di
Indonesia berada di urutan ke-38 dari 39 negara yang diteliti. Jika
dibandingkan dengan Malaysia, dan bahkan Jepang, budaya baca kita masih rendah
ketimbang mereka.
Ada
apa sebenarnya? Pertanyaan yang selalu muncul. Wajar saja, di Indonesia jumlah
penerbit mencapai ratusan jumlahnya. Jika setiap penerbit buku tersebut
menerbitkan 100 buku saja setiap bulan, sudah berapa banyak buku yang beredar
di masyarakat?.
Banyak
factor yang mempengaruhi rendahnya minat baca di negara kita. Selain daya beli
masyarakat yang masih rendah, kesadaran akan pentingnya membaca masih sangat
minim. Masyarakat lebih senang mendapat informasi langsung dari seseorang atau
televise, daripada mencerna dan mencari kesimpulan sendiri dari membaca buku. Sibuk
dan tidak ada waktu untuk membaca menjadi alasan klise. Padahal, membaca mutlak di lakukan, karena membaca itu
sangat penting bagi kehidupan. Selain dapat mencerdaskan intelektual,
spiritual, emosional, dan kepercayaan diri yang berpadu dengan kerendahan hati,
membaca akan membuka peluang untuk menyerap sebanyak mungkin ilmu pengetahuan
yang bermanfaat bagi kehidupan. Membaca akan
membentuk kemampuan berpikir lewat proses: menangkap gagasan/informasi,
memahami, mengimajinasikan, menerapkan dan mengekspresikan.
Banyak
cara yang harus ditempuh agar dapat menanamkan budaya baca di negeri ini. Bukan
hanya pemerintah, seluruh komponen harus terlibat dalam upaya perwujudan budaya
budaya baca. Kehidupan rumah tangga adalah pintu gerbang utama untuk menuju hal
tersebut. Dari rumah tangga, anak mulai dikenalkan dengan buku. Membiasakan
anak dan keluarga untuk membaca adalah satu factor penting yang harus segera
dilaksanakan. Orang tua harus gemar membaca buku terlebih dahulu, dengan
seperti itu akan tumbuh ketertarikan anak membaca buku karena melihat orang
tuanya membaca.
Lembaga
sekolah dengan system akademiknya, dapat mengarahkan kepada anak didik tentang
pentingnya budaya baca. Biarkan mereka berselancar dengan buku-buku yang mereka
baca sesuai keinginan mereka. Dengan seperti itu, anak akan dapat menemukan
sendiri tentang kebenaran dan berbagai pengetahuan yang kelak berguna bagi hidupnya.
Walau demikian, pemantauan secara intensif wajib dilakukan, mengingat tidak
sedikit buku yang “menyesatkan” yang kini gencar beredar di negeri ini.
Pemerintah
pusat sebagai lembaga tertinggi juga harus mendukung dan berperan dalam upaya
meningkatkan peradaban bangsa lewat budaya baca ini. Dengan memompa semangat
para penulis agar menerbitkan buku-buku yang bermanfaat selalu digalakkan.
Apresiasi terhadap penulis haruslah dijunjung tinggi, karena buku ada melalui
proses kerja keras para penulis. Selain
itu, pemberian sarana kepada public juga harus diperhatikan. Minimnya fasilitas,
sarana dan prasarana, menjadikan masyarakat seperti tidak memperoleh ruang
untuk melaksanakan aktifitas bacanya.
Jika
kita tengok Jepang, banyak orang membaca di taman, sarana transportasi, dan
tempat umum lain yang begitu nyaman. Sementara di Negara kita, tempat-tempat
nyaman belum disediakan oleh pemerintah. Taman yang seharusnya menjadi ruang
public, dimanfaatkan oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab. Sementara
membaca di tempat umum, selalu di ganggu dengan kebisingan dan ketidaknyamanan
di dalamnya. Di Negara maju, membaca di sarana transportasi seperti bus dan
kereta api adalah hal yang wajar, tapi di sini, jangankan untuk membaca, untuk
duduk saja tidak ada tempat.
Masih
banyak hal yang harus diperbaiki bagi bangsa ini jika ingin menjadi bangsa yang
memiliki budaya membaca buku tinggi. Namun jika tidak dimulai dari sekarang,
maka impian menjadi bangsa yang maju tak pernah terwujud. Sudah waktunya bangsa
ini menjadi bangsa yang gemar akan membaca buku. Kita harus optimis, bangsa
Indonesia pasti bisa seperti bangsa Jepang, yang menjadikan membaca sebagai
kebutuhan pokok.
2 komentar:
Saya sedang belajar membaca dan menulis. Memang betul di negeri ini para orang tua jarang yang mengajarkan anak untuk minat terhadap membaca.
kesadaran akan pentingnya menumbuhkan budaya baca dan tulis di negeri ini memang harus ditingkatkan. faktor yang sangat berperan untuk mewujudkan budaya tersebut memang berasal dari keluarga kita. terimakasih Catcil atas kunjungan serta komentarnya.
Posting Komentar