Masih
ingatkah saudara pada kasus penentuan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri pada 1432
H/2011 silam?. Peristiwa tersebut sangatlah berkesan bagi saya. Waktu itu puasa
menginjak hari ke 29 dan menurut kalender, tanggal 30 Agustus 2011 adalah
jatuhnya Hari Raya Idul Fithri tersebut. Karena senangnya, waktu itu masyarakat
di desa saya sudah merayakan hari kemenangan itu dengan takbiran keliling. Gema
takbir sudah terdengar di seantero desa. Namun setelah berkeliling beberapa
menit, rombongan kami di hadang oleh ulama setempat dan mengatakan bahwa
lebaran belum ditetapkan.
Sungguh
kecewa bagi kami, terutama anak-anak kecil. Wajah mereka terlihat murung. Keceriaan
semula hilang seketika. Suara takbir berhenti. Kami berduyun duyun menyaksikan sidang
yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menentukan kapan jatuhnya Hari Raya Idul
Fitri.
Dalam
sidang tersebut, terdapat perbedaan pendapat antara para ulama wakil umat
islam. Perwakilan Muhammadiyah meyakini bahwa 1 Syawal jatuh pada tanggal 30
Agustus 2011. Sementara NU mengatakan bahwa 1 Syawal baru akan jatuh pada
tanggal 31 Agustus. Lama kami menunggu kepastian dari pemerintah. Karena di
desa kami, kebanyakan menganut kepada peraturan dan keputusan pemerintah. Walaupun
keyakinan kami berbeda-beda.
Sekitar
pukul 9.00 WIB, pemerintah memutuskan bahwa 1 Syawal jatuh pada tanggal 31 Agustus
2011. Namun pemerintah juga memberikan kebebasan bagi ormas yang akan merayakan
Idul Fitri pada tanggal 30 Agustus. Al hasil, gema takbir yang semula
berkumandang di desa kami, berubah jadi seruan adzan memanggil warga untuk
sholat Isya dan Tarawih bersama. Namun sudah dapat ditebak, warga yang
melaksanakan ibadah sholat Isya dan Tarawih sangat sedikit sekali.
Kisah
ini, sangat besar peluangnya terulang kembali di tahun ini. Bukan pada perayaan
Hari Raya Idul Fitri, melainkan terjadai pada awal dimulainya Puasa Ramadhan
tahun ini. Dalam Tanwir Muhammadiyah di Bandung, Pengurus Pusat (PP)
Muhammadiyah telah mengeluarkan maklumat bahwa awal Ramadhan 1433 H/2012 tahun
ini akan jatuh pada tanggal 20 Juli. Hal ini berarti Tarawih pertama akan
dilakukan oleh para penganut sekte Muhammadiyah pada malam tanggal 19 Juli. Hal
ini berbeda dengan pemerintah dan NU yang menetapkan awal Ramadhan tahun 2012
jatuh pada tanggal 21 Juli, sehingga sholat Tarawih pertama akan dilakukan pada
tanggal 20 Juli 2012.
Perbedaan Itu Rahmat Atau Adzab?
Dari
kisah diatas, dapat terlihat bahwa terdapat sebuah perbedaan yang terjadi pada
umat Islam. Perbedaan tersebut tidak mungkin di hilangkan, karena kepercayaan
dan imam yang dianut oleh mereka tidak sama. Masing-masing kepercayaan memiliki
pondasi sendiri dalam melaksanakan ajarannya. Meskipun semua juga merujuk pada
Al-Quran dan hukum lainnya. Namun sekali lagi, penafsiran yang berbeda itulah,
yang berimbas pada perbedaan yang terjadi sekarang ini.
Perbedaan
memang tidak dapat dinaifkan. Dari dahulu, perbedaan selalu saja terjadi. Oleh karena
itu, ada sebuah hadist Rosulullah SAW yang mengatakan bahwa “Perbedaan pendapat
pada umatku adalah rahmat”
Namun
hati penulis menjadi bertanya, benarkah perbedaan itu rahmat? Kemudian penulis
mencari data pendukung dan hasilnya cukup mengejutkan. Banyak ahli Hadist yang
meragukan kualitas hadist tersebut. Syaikh Al-Albani rahimahulah contohnya, ia berkata
bahwa : “Hadits tersebut tidak ada asalnya”. [Adh-Dha’ifah :II / 76-85]. Imam As-Subki berkata: “Hadits ini tidak
dikenal oleh ahli hadits dan saya belum mendapatkannya baik dengan sanad
shahih, dha’if (lemah), maupun maudhu (palsu)”. Syaikh Ali-hasan
Al-Halaby Al-Atsari berkata: “ini adalah hadits bathil dan kebohongan.” [Ushul Al-Bida’].
Selain
beberapa ahli Hadist di atas, Al-‘Alamah Ibnu Hazm berkata dalam Al-Ahkam Fii Ushuli Ahkam (5/64) setelah
menjelaskan bahwa ini bukan hadits: “Dan ini adalah perkataan yang paling
rusak, sebab jika perselisihan itu adalah rahmat, maka berarti persatuan adalah
adzhab. Ini tidak mungkin dikatakan oleh seorang muslim, karena tidak akan
berkumpul antara persatuan dan perselisihan, rahmat dan adzhab.”
Pernyataan
para ahli hadist tersebut memang sangat relevan jika dibandingkan dengan ayat
Al-Quran. Beberapa ayat Al-Quran sangat membenci dan menyarankan agar umat
Islam tidak berselisih dan bercerai-berai. Seperti pada Surat Al-Anfal ayat 46
yang artinya; “Jangan kamu
berselisih, karena kamu akan menjadi lemah dan hilang kewibawaan kamu.”
Dan Surat Ar-Rum ayat 31-32 yang artinya: “Jangan
kamu seperti orang-orang yang musyrik, yaitu mereka mencerai-beraikan agamanya
dan bergolong-golongan. Dan setiap golongan berbangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka.”.
Lalu
bagaimana menanggapi perbedaan yang terjadi sekarang ini. Apakah perbedaan
benar-benar adzab? Atau memang itu sebuah rahmat?. Menurut hemat penulis,
perbedaan pastilah terjadi. Perbedaan dalam menentukan syariat dan hukum di
kalangan umat Islam, tidak hanya terjadi di masa sekarang. Saat Rosul Muhammad
SAW masih hidup pun, telah terjadi perbedaan-perbedaan. Namun perbedaan
tersebut dapat diselesaikan oleh Rosul ataupun dengan firman Allah SWT.
Baru
setelah rosul wafat, banyak terjadi perbedaan yang terjadi. Perbedaan tersebut
tidak terlepas dari kesadaran bahwa kita adalah manusia. Para imam yang kita
anut masing-masing adalah manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan lupa. Mungkin
saja mereka keliru dalam menafsirkan sebuah ayat yang dijadikannya sebuah hukum.
Tindakan yang tepat adalah mengikuti pendapat mereka yang menggunakan dalil
yang kuat sesuai dengan al-Quran dan hukum lain yang mendukung. Karena umat
Islam tidak hanya menjadikan Al-Quran semata sebagai rujukan hukum, namun ada
hadist, Ijtihad ulama, Maslahah Mursalah, Qiyas dan masih
banyak lagi yang lainnya.
Perbedaan
memang tidak mungkin tidak terjadi, selama manusia terus berfikir. Maka perbedaan
tersebut dapat menjadi sebuah rahmat, apabila dengan perbedaan tersebut, akan
menumbuhkan rasa saling hormat-menghormati dan menghargai. Namun perbedaan akan
menjadi adzab, apabila dalam diri kita tertanam sebuah virus bernama fanatic sempit.
Menganggap diri atau imam bahkan aliran yang dianut adalah yang paling benar,
sementara yang lain salah dan keluar dari ajaran. Bahkan yang lebih ekstrim
lagi, upaya pentakfiran kerap dilakukan kepada orang-orang yang tidak sepaham.
Kondisi
ini diperparah dengan upaya untuk menghancurkan paham-paham tersebut. Kerusuhan,
pembunuhan, dan pengrusakan tempat ibadah seolah dihalalkan demi menghapus
paham yang menurut mereka sesat. Bukankah kita bukan tuhan? Yang tidak tahu
siapa yang sesat dan menyesatkan itu. Jangan-jangan aliran atau kepercayaan
yang kita anut selama ini dan kita anggap benar, adalah aliran yang sesat dan
menyesatkan?. Hanya yang maha kuasa yang tahu.
Untuk
itu, mari kita tumbuhkan rasa kesadaran dalam diri kita. Adanya perbedaan kita
anggap sebagai sebuah skema hidup yang kita lakukan sehari-hari. Kita tingkatkan
rasa saling hormat dan menghormati serta menghargai terhadap perbedaan itu. Bukankah
Negara kita dapat menjadi Negara besar karena perbedaan?. Dengan perbedaan,
kita akan menemukan sebuah kebersamaan. Perasaan kebersamaan, bahwa kita memang
tercipta berbeda. Dengan perbedaan, kita jalin kebersamaan.
0 komentar:
Posting Komentar