Rabu, 27 Juni 2012

Jangan Bercerai-Berai Karena Perbedaan

Masih ingatkah saudara pada kasus penentuan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri pada 1432 H/2011 silam?. Peristiwa tersebut sangatlah berkesan bagi saya. Waktu itu puasa menginjak hari ke 29 dan menurut kalender, tanggal 30 Agustus 2011 adalah jatuhnya Hari Raya Idul Fithri tersebut. Karena senangnya, waktu itu masyarakat di desa saya sudah merayakan hari kemenangan itu dengan takbiran keliling. Gema takbir sudah terdengar di seantero desa. Namun setelah berkeliling beberapa menit, rombongan kami di hadang oleh ulama setempat dan mengatakan bahwa lebaran belum ditetapkan.
Sungguh kecewa bagi kami, terutama anak-anak kecil. Wajah mereka terlihat murung. Keceriaan semula hilang seketika. Suara takbir berhenti. Kami berduyun duyun menyaksikan sidang yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menentukan kapan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri.
Dalam sidang tersebut, terdapat perbedaan pendapat antara para ulama wakil umat islam. Perwakilan Muhammadiyah meyakini bahwa 1 Syawal jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011. Sementara NU mengatakan bahwa 1 Syawal baru akan jatuh pada tanggal 31 Agustus. Lama kami menunggu kepastian dari pemerintah. Karena di desa kami, kebanyakan menganut kepada peraturan dan keputusan pemerintah. Walaupun keyakinan kami berbeda-beda.
Sekitar pukul 9.00 WIB, pemerintah memutuskan bahwa 1 Syawal jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011. Namun pemerintah juga memberikan kebebasan bagi ormas yang akan merayakan Idul Fitri pada tanggal 30 Agustus. Al hasil, gema takbir yang semula berkumandang di desa kami, berubah jadi seruan adzan memanggil warga untuk sholat Isya dan Tarawih bersama. Namun sudah dapat ditebak, warga yang melaksanakan ibadah sholat Isya dan Tarawih sangat sedikit sekali.
Kisah ini, sangat besar peluangnya terulang kembali di tahun ini. Bukan pada perayaan Hari Raya Idul Fitri, melainkan terjadai pada awal dimulainya Puasa Ramadhan tahun ini. Dalam Tanwir Muhammadiyah di Bandung, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah telah mengeluarkan maklumat bahwa awal Ramadhan 1433 H/2012 tahun ini akan jatuh pada tanggal 20 Juli. Hal ini berarti Tarawih pertama akan dilakukan oleh para penganut sekte Muhammadiyah pada malam tanggal 19 Juli. Hal ini berbeda dengan pemerintah dan NU yang menetapkan awal Ramadhan tahun 2012 jatuh pada tanggal 21 Juli, sehingga sholat Tarawih pertama akan dilakukan pada tanggal 20 Juli 2012. 

Perbedaan Itu Rahmat Atau Adzab?
Dari kisah diatas, dapat terlihat bahwa terdapat sebuah perbedaan yang terjadi pada umat Islam. Perbedaan tersebut tidak mungkin di hilangkan, karena kepercayaan dan imam yang dianut oleh mereka tidak sama. Masing-masing kepercayaan memiliki pondasi sendiri dalam melaksanakan ajarannya. Meskipun semua juga merujuk pada Al-Quran dan hukum lainnya. Namun sekali lagi, penafsiran yang berbeda itulah, yang berimbas pada perbedaan yang terjadi sekarang ini.
Perbedaan memang tidak dapat dinaifkan. Dari dahulu, perbedaan selalu saja terjadi. Oleh karena itu, ada sebuah hadist Rosulullah SAW yang mengatakan bahwa “Perbedaan pendapat pada umatku adalah rahmat”
Namun hati penulis menjadi bertanya, benarkah perbedaan itu rahmat? Kemudian penulis mencari data pendukung dan hasilnya cukup mengejutkan. Banyak ahli Hadist yang meragukan kualitas hadist tersebut. Syaikh Al-Albani rahimahulah contohnya, ia berkata bahwa : “Hadits tersebut tidak ada asalnya”. [Adh-Dha’ifah :II / 76-85]. Imam As-Subki berkata: “Hadits ini tidak dikenal oleh ahli hadits dan saya belum mendapatkannya baik dengan sanad shahih, dha’if (lemah), maupun maudhu (palsu)”. Syaikh Ali-hasan Al-Halaby Al-Atsari berkata: “ini adalah hadits bathil dan kebohongan.” [Ushul Al-Bida’].
Selain beberapa ahli Hadist di atas, Al-‘Alamah Ibnu Hazm berkata dalam Al-Ahkam Fii Ushuli Ahkam (5/64) setelah menjelaskan bahwa ini bukan hadits: “Dan ini adalah perkataan yang paling rusak, sebab jika perselisihan itu adalah rahmat, maka berarti persatuan adalah adzhab. Ini tidak mungkin dikatakan oleh seorang muslim, karena tidak akan berkumpul antara persatuan dan perselisihan, rahmat dan adzhab.”
Pernyataan para ahli hadist tersebut memang sangat relevan jika dibandingkan dengan ayat Al-Quran. Beberapa ayat Al-Quran sangat membenci dan menyarankan agar umat Islam tidak berselisih dan bercerai-berai. Seperti pada Surat Al-Anfal ayat 46 yang artinya; “Jangan kamu berselisih, karena kamu akan menjadi lemah dan hilang kewibawaan kamu.” Dan Surat Ar-Rum ayat 31-32 yang artinya: “Jangan kamu seperti orang-orang yang musyrik, yaitu mereka mencerai-beraikan agamanya dan bergolong-golongan. Dan setiap golongan berbangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”.
Lalu bagaimana menanggapi perbedaan yang terjadi sekarang ini. Apakah perbedaan benar-benar adzab? Atau memang itu sebuah rahmat?. Menurut hemat penulis, perbedaan pastilah terjadi. Perbedaan dalam menentukan syariat dan hukum di kalangan umat Islam, tidak hanya terjadi di masa sekarang. Saat Rosul Muhammad SAW masih hidup pun, telah terjadi perbedaan-perbedaan. Namun perbedaan tersebut dapat diselesaikan oleh Rosul ataupun dengan firman Allah SWT.
Baru setelah rosul wafat, banyak terjadi perbedaan yang terjadi. Perbedaan tersebut tidak terlepas dari kesadaran bahwa kita adalah manusia. Para imam yang kita anut masing-masing adalah manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan lupa. Mungkin saja mereka keliru dalam menafsirkan sebuah ayat yang dijadikannya sebuah hukum. Tindakan yang tepat adalah mengikuti pendapat mereka yang menggunakan dalil yang kuat sesuai dengan al-Quran dan hukum lain yang mendukung. Karena umat Islam tidak hanya menjadikan Al-Quran semata sebagai rujukan hukum, namun ada hadist, Ijtihad ulama, Maslahah Mursalah, Qiyas dan masih banyak lagi yang lainnya.
Perbedaan memang tidak mungkin tidak terjadi, selama manusia terus berfikir. Maka perbedaan tersebut dapat menjadi sebuah rahmat, apabila dengan perbedaan tersebut, akan menumbuhkan rasa saling hormat-menghormati dan menghargai. Namun perbedaan akan menjadi adzab, apabila dalam diri kita tertanam sebuah virus bernama fanatic sempit. Menganggap diri atau imam bahkan aliran yang dianut adalah yang paling benar, sementara yang lain salah dan keluar dari ajaran. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, upaya pentakfiran kerap dilakukan kepada orang-orang yang tidak sepaham.
Kondisi ini diperparah dengan upaya untuk menghancurkan paham-paham tersebut. Kerusuhan, pembunuhan, dan pengrusakan tempat ibadah seolah dihalalkan demi menghapus paham yang menurut mereka sesat. Bukankah kita bukan tuhan? Yang tidak tahu siapa yang sesat dan menyesatkan itu. Jangan-jangan aliran atau kepercayaan yang kita anut selama ini dan kita anggap benar, adalah aliran yang sesat dan menyesatkan?. Hanya yang maha kuasa yang tahu.
Untuk itu, mari kita tumbuhkan rasa kesadaran dalam diri kita. Adanya perbedaan kita anggap sebagai sebuah skema hidup yang kita lakukan sehari-hari. Kita tingkatkan rasa saling hormat dan menghormati serta menghargai terhadap perbedaan itu. Bukankah Negara kita dapat menjadi Negara besar karena perbedaan?. Dengan perbedaan, kita akan menemukan sebuah kebersamaan. Perasaan kebersamaan, bahwa kita memang tercipta berbeda. Dengan perbedaan, kita jalin kebersamaan.


0 komentar:

Posting Komentar