Kamis, 07 Juni 2012

Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik!!!!



                Lagi ga ada ide buat nulis, si akang teh mencoba membuka tulisan-tulisan lama. Akang nemuin nih tulisan tentang curhatan usil akang. Begini ceritanya, pada tanggal 15 oktober 2009 kemarin,  Suasananya dingin banget ya, ga seperti biasanya. Enaknya ngopi sambil baca Koran. Kan udah sering akang teh ga begini. Dulu mah waktu susah, ga sempet akang santai. Tiap hari Cuma mikirin perut akang sama anak-anak, mikirin apa yang harus dimakan sekarang. Pokoknya mah selalu pusing. Untung akang teh dapat rejeki nomplok, jadi sekarang bias sedikit santai. Mumpung sekarang santai, akang mau baca Koran sambil minum kopi ah.
                Wah berita di Koran sama kaya dulu. Semua tentang kebaikan dan sedikit sekali yang berisi kritikan. Awas lho,,,kalo mengkritik hati-hati, tar salah-salah malah jadi tersangka. Kan sekarang sudah tidak bisa lagi bicara ini itu, tar malah salah terus berakhir di penjara lagi. Uffffhg jadi repot.
                Kalo kita sedikit kembali ke sejarah masa lalu tuh, kita teh tahu kalo Semua orang memiliki hak untuk berbicara, ini dimulai sejak jatuhnya pemerintahan Otoriter Orde Baru. Ada Undang Undang sendiri yang mengatur akan hal itu. Seperti dalam pasal yang menyatakan tentang hak untuk berbicara di depan umum. Bahwa setiap warga Negara berhak untuk mengeluarkan pendapat di depan umum dan hak untuk berbicara.
Namun apa yang terjadi sekarang, jika pasal itu harus ditarungkan dengan pasal pencemaran nama baik? Tentu hak berbicara menjadi sempit dan bias dalam pemaknaannya. Kritik dan keluhan dianggap mencemarkan nama baik. Padahal kritikan dan saran yang kita berikan itu sifatnya untuk membangun, namun salah diartikan. Seperti yang ini terjadi beberapa waktu lalu yang menimpa aktivis antikorupsi, Emerson Yuntho dan Illian Deta Arta Sari. Aktivis yang tergabung dalam Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menjadi tersangka kasus pencemaran nama baik oleh Kejaksaan Agung. Padahal mereka Cuma mempertanyakan dan mengkritik atas dana hasil korupsi yang didapatkan dari koruptor tidak sepenuhnya kembali ke Negara. Lalu ke kantong siapa yah,,,kalo kekantong akang mah akang mau.
Akibat kasus demi kasus yang berkaitan dengan pencemaran nama baik ini, Indonesia tidak ada lagi yang memonitoring. Gerak lembaga yang dijadikan kontrol sosial menjadi sempit, mahasiswa ga bisa demo, padahal dulu saat akang jadi mahasiswa, sering sekali akang teh ikut demo. Akang sering mengalami nasib yang sangat parah, sampai di penjara juga. Tapi teh itu dulu, sekarang mah mahasiswa lebih baik pacaran saja di kos, kuliah semaunya, pokoknya pragmatis banget deh. Nah dunia sekarang berbeda, kebebasan berbicara di sunat jadi yang baik baik saja, yang buruk teh disimpan di hati dalam dalam. Sekarang  semua yang keluar dari mulut adalah coklat, padahal aslinya tai kucing.
Kasus Prita Mulyasari adalah contoh lain dimana hak berbicara masyarakat dibungkam oleh cengkraman pasal pencemaran nama baik. Kriminalisasi itu menunjukkan bahwa pemerintah saat ini meriru pola represif, antikritik dan otoriter seperti bagaimana Orde Baru. Kriminalisasi dan penggunaan kekuatan Negara untuk membungkam kerja masyarakat menggunakan pasal pencemaran nama baik adalah ancaman terhadap demokrasi, kata Rusdi, yang akang kutip dari Kompas,15 oktober 2009.
Ah,,,,akang teh jadi bingung, mau  dikemanakan lagi hidup ini. Sudah hidup tak tenang, di kisruhi sama orang lain. Ga kaya pemerintah, sekarang teh bisa tidur nyenyak. Gimana enggak atuh,,,sekarang kan  semua sudah ada di dalam genggaman tangan, tak ada oposisi, tak ada yang mengganggu pemerintahan. Sekali ada yang mengkritik, munculin aja tuh senjata pasal pencemaran nama baik. Beres sudah. Terus  mahasiswa disuap dengan beasiswa, rakyat disuap dengan BLT. Beres kehidupan. Padahal euy….kita Cuma diakalin ajah…biar mulut kita ga banyak omong.

Catatan Kang Andika Usil

0 komentar:

Posting Komentar