Ada ungkapan yang mungkin tidak asing lagi ditelinga
kita, tentang sebuah peribahasa yang berbunyi “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”. Saya ingat ketika masih duduk di bangku SD, peribahasa tersebut selalu saja dituliskan oleh guru-guru saya di papan dengan kapur tulis berdebu. Sementara kami disuruh menyalinnya di buku
tulis bergaris tiga (buku tulis latin). Dengan pensil yang kadang patah
ditengah jalan akibat terlalu bersemangat. Selain bersemangat, menulis latin membutuhkan ketelitian dan juga seni
tinggi, ibu guru dengan telaten memberikan pengarahan kepada kami waktu itu.
Saat pelajaran itu, saya dan mungkin teman-teman saya yang lain tidak seberapa peduli dengan apa sebenarnya maksud dari tulisan seperti cacing menari itu. Yang kami tahu, bagaiman agar tulisan itu dapat tersalin di buku tulis latin kami, sehingga mendapatkan nilai dari guru. Namun kini saya baru sadar, bahwa dengan kehati-hatian dan ketelatenan, ternyata saya dapat mengerti apa sebenarnya makna dari peribahasa yang cukup sederhana
itu. Sebuah pelajaran moral yang sangat berharga. Sebuah pondasi sikap yang ditanamkan guru kami kepada
anak negeri ini agar dapat menapaki kehidupan dimasa mendatang dengan baik.
Peribahasa tersebut kurang lebih berarti seperti ini
“Akibat keburukan yang sangat sedikit, rusak dan musnah semua kebaikan yang
telah dilakukan selama ini”. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana seseorang
akan menjadi I’ll feel yang sering
diartikan “ilang felling” oleh anak
gaul zaman sekarang. Intinya, orang akan menjadi tidak suka bahkan membenci
kita, karena kita melakukan perbuatan buruk, walaupun perbuatan buruk itu tidak
sebanding dengan kebaikan dan prestasi yang selama ini kita perbuat.
Banyak sekali kasus yang terjadi yang membuktikan
kebenaran dari peribahasa “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”
tersebut. Sang pencipta peribahasa ini
seolah sudah tahu, apa yang akan terjadi saat ini. Dimana banyak orang baik,
orang sholeh, orang berprestasi, menjadi hancur karena kesalahan yang ia
lakukan. Seberapapun kebaikan, kesholehan dan prestasi seseorang, bagai susu
sebelanga yang akan menjadi pahit karena nila yang setitik. Sebuah hal yang
cukup menyesakkan.
Kita ambil contoh beberapa orang yang menjadi hancur
akibat kesalahan yang tidak sebanding dengan kebaikannya. Kita mungkin masih
ingat bagaimana AA Gym, seorang dai kondang yang cukup terkenal dan dihormati.
Tausiyah nya selalu dinanti oleh umat Islam di Indonesia. Banyak sekali jamaah
pengajian yang rela terutama ibu-ibu rumah tangga datang ke Pondok Darut Tauhid
untuk mendengarkan pengajian Abdullah Gymnastiar ini. Hal ini dilakukan Ia
mampu membangun citra sebagai sosok
pemuka agama yang berbeda dengan ulama lainnya. Aa Gym tidak hanya berdakwah
dengan keutamaan salat, puasa, dan
kemegahan surge seperti ulama lainnya, namun Aa Gym memilih untuk bercerita
tentang pentingnya hati yang tulus, keluarga yang sakinah dengan menggunakan
bahasa sehari-hari yang ringan dan menyenangkan.
Namun susu sebelanga yang telah Aa Gym torehkan selama ini, menjadi hancur ketika ia
memutuskan untuk berpoligami. Sontak saat itu jamaah yang sebagian ibu-ibu
rumah tangga menjadi kecewa dan marah terhadap sikap yang dilakukakan oleh dai
yang selama ini disimbolkan sebagai ustadz keluarga bahagia ini. Dan secara
langsung, ia ditinggalkan oleh jamaahnya dan kini namanya mulai tenggelam.
Contoh lain, Nazril Irham atau yang lebih popular dikenal
sebagai Ariel. Seorang pemuda tampan yang juga vokalis Band Peterpan ini
menjadi sangat terkenal karena karyanya yang fenomenal. Beberapa karya lagu
Peterpan menjadi hits di negeri ini. Banyak sekali penghargaan yang telah
diraih. Namun prestasi tersebut hancur dan hilang saat Ariel terkena kasus skandal rekaman video berisi adegan persetubuhan yang melibatkan dirinya dengan Luna Maya dan
Cut Tari.
Akibat kejadian itu, Ariel diganjar hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan, dan
denda Rp. 250 juta.
Dan kasus yang paling baru mengenai makna dari peribahasa
yang saya jadikan lead diatas terjadi kepada Korlantas Mabes Polri Irjen Pol
Djoko Susilo. Sang Irjen tersebut diduga terlibat korupsi pengadaan driving
simulator roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Djoko
susilo juga seorang yang sangat berprestasi. Bintang terang Djoko Susilo mulai
terlihat saat dia menjadi Kapolres Jakarta Utara. Tidak lama, dia dipercaya
menduduki kursi Direktur Lantas Polda Metro Jaya, kemudian menjadi Dirlantas
Polri. Djoko lantas didapuk menjadi Kepala Korps Lantas (Kakorlantas) sebelum
akhinya menjadi Gubernur Akpol di Semarang. Dari sini terlihat, karier Djoko
selalu naik.
Itulah beberapa contoh kasus dimana seberapa baiknya
kita, seberapa sholeh dan berprestasinya kita, kesemua kebaikan itu akan runtuh
apabila kita terjerumus dalam kesalahan yang kita sendiri menganggapnya sebagai
kesalahan kecil, namun mampu membumihanguskan semua kebaikan itu.
SELALU
MAWAS DIRI
Memang tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia
pasti akan dan pernah melakukan kesalahan. Hal itu adalah fithroh, karena
manusia itu tempatnya salah dan lupa. Namun kita juga diberikan pikiran untuk
sekuat tenaga meminimalisir terjadinya kesalahan itu.
Peribahasa “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”
ini, menjadi awal dari pondasi sikap moral kita. Kesadaran bahwa sedikit apapun
keburukan dan kejahatan itu, pasti akan merusak reprutasi kebaikan kita.
Sementara jika cap sebagai orang jelek, orang ingkar dan orang korup sudah mengena
pada diri kita, nila setitik itu sangat sulit dibersihkan. Ia akan selalu
menempel selamanya, ketika kita masih hidup didunia ini.
Untuk itulah, mari kita bersama-sama mencoba selalu mawas
diri. Menimbang dan memperhitungkan kembali setiap apa yang akan kita perbuat.
Apakah perbuatan itu baik atau akan membawa kita kedalam lembah kehancuran
seperti orang-orang yang telah mendapatkannya itu. Sikap mawas diri ini menjadi
symbol kehati-hatian dan kedewasaan kita untuk menekan kemungkinan-kemungkinan
buruk yang terjadi. Jangan pernah membiarkan nafsu menjadi tumpuan pokok dalam
setiap pengambilan keputusan. Logika dan juga perasaan yang dalam, kita padukan
untuk mengambil setiap apa yang akan kita lakukan.
Semoga, kita bukan orang-orang baik, sholeh dan juga berprestasi
yang kelak akan hancur, karena kesalahan yang kita buat. Semoga, kita akan
menjadi orang-orang yang akan selalu berusaha mengumpulkan susu sehingga
menjadi sebelanga. Menjadi orang yang selalu berbuat baik. Selalu mawas diri
dalam setiap langkah untuk menjadi manusia yang berguna bagi sesama.
6 komentar:
Blog yang bagus dengan sekumpulan tulisan yang inspiratif mas Andika ! Tentang peribahasa di atas, saya juga sependapat memang demikian adanya. Dan jika boleh menambah..peribahasa itu bisa juga mengingatkan kita pentingnya nilai, bobot dan dampak sesuatu, selain dari sekedar ukurannya.
Terimakasih banyak atas kunjungan serta komentarnya mas riyanto, saya sepakat dengan pernyataan saudara, bahwa peribahasa itu juga menyangkut tentang nilai, bobot serta dampak dari sesuatu hal. salam hangat dari saya.
saya seakan membaca kisah saya sendiri pada tulisan mas andika, semoga allah mengampuni aq, dan mereka yang telah aq rugikan
entah apa yg harus aq perbuat
makasih tulisannya. semoga menjadi renungan bagi yang lain
Semua orang memang memiliki masa lalu mas Anonim, kadang masa lalu tersebut merupakan hal yang buruk bagi kita dan orang lain. tapi sadar akan semua yang telah kita perbuat dan mencoba menyesali dan merubahnya adalah perbuatan yang sangat bijak yang memang seharusnya kita lakukan.
tidak ada manusia yang sempurna, semua makhluk pasti pernah salah. mari sekarang kita bersama mencoba memperbaiki diri dan mencoba selalu berbuat baik kepada sesama. bukankah orang yang baik adalah orang yang memberi manfaat kepada orang lain?.
Saya juga terimakasih kepada mas Anonim yang telah sudi membaca coretan saya, maaf apabila ada kata yang menyinggung perasaan mas Anonim. Saya sangat senang jika goresan tak bermakna ini dapat bermanfaat bagi semua.
sekali lagi terimakasih, dan semoga Tuhan Allah SWT selalu melindungi kita semua. amin.
Saya yang paling tidak setuju dengan pribahasa ini, "karena nila setitik, rusak susu sebelanga." Seolah-olah si pembuat pribahasa ini memaksakan "pesan" khusus untuk menimbulkan efek mufakat dan mempengaruhi pola fikir masyarakat dalah pergaulan sehari-hari (dan nampaknya sudah berhasil).
Keep posting
Lanjutkan gan
Klu menurut sy contoh diatas hanya bersifat sempit, krn klu merujuk dr arti susu sebelenga itu artinya banyak (luas) dan nila setitik itu hanya setetes tinta, jadi lebih sesuai peribahasa ini utk arti luas sbg contoh dlm organisasi ada 1org buat kejelekan menjadikan 1organisasi itu jelek semua dipandang org atau contoh lain seorg polisi buat salah,, semua polisi dicap kejelakan,,
Posting Komentar