Apakah saudara pernah
melihat tingkah laku anak autis?. Beberapa tingkah laku anak-anak dengan
kebutuhan khusus tersebut memang kadang menjengkelkan. Mereka seolah tidak
peduli dengan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Rasa empati dan
simpatiknya, tak pernah tampak saat bergaul. Dan kadang tidak dapat diajak
untuk mengobrol dan berkomunikasi, karena untuk memahami apa yang ia inginkan
saja butuh waktu yang lama.
Autis adalah suatu kondisi
seseorang yang dibawa sejak lahir, dengan berbagai kekurangan seperti interaksi
social yang tidak lancar, komunikasi yang tidak normal, dan lain sebagainya.
Semua itu dipengaruhi oleh kelainan genetik pada penderita. Beberapa ciri-ciri
autis yang terjadi sekarang, tidak hanya disandang oleh mereka yang memang
benar-benar autis. Ciri-ciri autis kini sudah mulai menyerang kehidupan
sehari-hari. Orang sehat pun kini mulai terserang penyakit autis.
Pernah saya makan bersama
kawan-kawan disebuah rumah makan. Sambil menunggu makanan datang, tak ada
sedikitpun obrolan yang kami lakukan. Tanpa disadari, kami sibuk memainkan
gadget masing-masing, ada yang smsan, atau telpon orang lain, bermain game,
BBM, dan sebagainya. Sampai makan selesai, kami seolah tak pernah sadar bahwa
kami pergi makan bersama-sama. Bahkan ada hal yang lebih parah saat saya
mencoba meminta tolong mengambilkan sendok makan kepada teman sebelah saya. Dia
mengambilkan tanpa melihat saya, matanya masih asyik tertuju pada layar
Handphon yang sedang ia pegang. Hal seperti ini, tak akan pernah dijumpai saat
dahulu, sebelum teknologi sebegitu hebatnya. Canda tawa dan keakraban disaat
berkumbul begitu ketara.
Ada lagi cerita yang menarik. Cerita ini dialami oleh teman saya. Sebut saja Boy. Waktu itu, ia ditelpon oleh temannya untuk bertemu. Jauh-jauh Boy menuju tempat dimana mereka akan bertemu. Sesampainya disana, Boy ternyata dicuekin oleh temannya tersebut. Bukannya mengobrol dan temu kangen, ternyata temannya si Boy tadi asyik ber BBM ria. Sambil marah Boy berkata pada temannya itu.
"Mana BB mu, saya pinjam" katanya
"Untuk apa Boy?" jawab temannya penasaran.
"Mau saya banting, besok saya belikan yang baru" ujar Boy dengan marah.
"Emang kenapa?" temannya takut.
"Kamu jauh-jauh saya temui, kamu yang telpon saya untuk kesini menemuimu, tapi kamu malah sibuk dan asyik sendiri dengan BB itu. Emang kamu anggap aku ini apa?" ucap Boy sambil marah dan pergi meninggalkan temannya itu.
Ada lagi cerita yang menarik. Cerita ini dialami oleh teman saya. Sebut saja Boy. Waktu itu, ia ditelpon oleh temannya untuk bertemu. Jauh-jauh Boy menuju tempat dimana mereka akan bertemu. Sesampainya disana, Boy ternyata dicuekin oleh temannya tersebut. Bukannya mengobrol dan temu kangen, ternyata temannya si Boy tadi asyik ber BBM ria. Sambil marah Boy berkata pada temannya itu.
"Mana BB mu, saya pinjam" katanya
"Untuk apa Boy?" jawab temannya penasaran.
"Mau saya banting, besok saya belikan yang baru" ujar Boy dengan marah.
"Emang kenapa?" temannya takut.
"Kamu jauh-jauh saya temui, kamu yang telpon saya untuk kesini menemuimu, tapi kamu malah sibuk dan asyik sendiri dengan BB itu. Emang kamu anggap aku ini apa?" ucap Boy sambil marah dan pergi meninggalkan temannya itu.
Begitu banyak kisah tentang bagaimana teknologi dapat berubah menjadi sesuatu yang dapat menghancurkan apa saja, termasuk rumah tangga, persahabatan dan hubungan lain. Sepertinya cerita saya di atas
bukan hal yang baru saat ini. Tidak hanya dengan teman sejawat, bahkan dengan keluarga,
orang tua dan masyarakat, momen kebersamaan dengan bercengkrama sudah mulai
hilang. Hal ini tidak bisa lepas dari pengaruh kemajuan teknologi yang
sekarang sedang terjadi. Teknologi yang digadang-gadang dapat mempersatukan
orang yang jauh, ternyata malah menjauhkan orang yang ada di dekat kita. Betapa
tidak, Facebook misalnya, kita asyik bermain dan berchatting dengan kawan yang baru atau yang jauh, sementara kawan
dekat dilupakan. Telephon, Sms, BB dan lain sebagainya pun sama. Piranti dan
fasilitas tersebut kini lebih diperuntukkan untuk menyambung silaturrahmi dan
komunikasi dengan orang yang jauh. Alasan yang selalu terlontar adalah, bahwa
mereka ada di dekat kita, sehingga tidak perlu terlalu sering disapa.
Disinilah terjadi sebuah
fenomena yang oleh
Daniel Goleman dalam bukunya Social Intelegence sebagai Autisme Sosial. Autisme sosial
yang diakibatkan oleh teknologi ini memperpanjang daftar yang tak akan ada
akhirnya tentang konsekuensi yang tak dikehendaki terhadap manusia sebagai
akibat serbuan teknologi yang terus berlangsung dalam kehidupan kita
sehari-hari. Konektifitas digital
seperti music player, televisi, telepon selular, internet, email atau jejaring
sosial yang terus menerus menjadi berarti, menyebabkan “pekerjaan” akan terus
memburu kita bahkan saat kita berlibur atau bersantai dengan keluarga. Telepon
selular bisa berbunyi di tengah-tengah piknik bersama anak-anak. Ketika ada
di rumah, ayah dan ibu bahkan absen dari keluarganya karena setiap malam sibuk
memeriksa e-mail. http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2012/01/31/konektifitas-digital-dan-fenomena-autisme-sosial/.
Demikian parahnya pengaruh
teknologi yang terjadi pada masyarakat. Dengan fitur terbaru dan juga
fasilitas-fasilitas yang ditawarkan, menjadikan orang-orang semakin tertarik
dan tenggelam didalamnya. Mereka tidak sadar, bahwa ada kehidupan lain yang
lebih nyata ketimbang yang terjadi di dunia maya. Kesadaran bahwa kehidupan di
dunia maya adalah kehidupan semu, yang tidak dapat dijadikan tempat
bersosialisasi dan bercengkrama. Ia hanya semu, dan tidak abadi.
“Anda tak bisa mendapat pelukan atau ciuman di
Internet.” Demikian pernyataan Normn
Nie, pemimpin survey Internet, direktur Stanford Institute for the Quantitative
Study of Society. Pernyataan tersebut sebagai kritik terhadap mereka yang
menganggap bahwa kehidupan di dunia maya adalah segalanya. Nie mencoba
menyadarkan bahwa pelukan dan ciuman yang dalam bahasa sederhananya adalah
kehangatan tidak akan mungkin didapatkan dari dunia maya. Kehangatan itu hanya
dapat kita rasakan dari orang-orang didekat kita, seperti teman, keluarga dan
sebagainya.
Teknologi
memang tidak dapat ditahan kemajuannya. Kita patut bersyukur dengan adanya
kemajuan yang terus bergerak dan semakin memudahkan hidup kita. Namun juga
harus bijak dalam menggunakan kemajuan teknologi tersebut. Jangan sampai
karena teknologi, kita menjadi autis, dan tidak peduli satu sama lainnya. Rasa
empati dan simpati harus terus dipupuk, demi kebersamaan yang telah terjalin
ribuan tahun sebelum adanya teknologi tersebut.
Teknologi
tak ubahnya pisau bermata dua, yang dapat menjadi positif apabila digunakan
untuk hal yang positif, dan akan berbahaya apabila digunakan untuk
kriminalitas. Kebersamaan dan kehangatan diantara kita, jangan sampai terhapus
oleh kemajuan teknologi. Justru dengan adanya teknologi, kita mencoba
menjalin dan mengakrabkan tali silaturrahmi yang dahulu pernah putus karena jarak
dan waktu. Dengan tidak mengabaikan orang terdekat kita yang selama ini
bersama. Dengan seperti itu, maka kita dapat disebut orang bijak dalam
menggunakan teknologi.
1 komentar:
Sindiran autis sebagai bentuk agar tidak nyuekin juga orang yang ada disekitar
Posting Komentar