Kamis, 12 Juli 2012

Teknologi Dan Autisme


Apakah saudara pernah melihat tingkah laku anak autis?. Beberapa tingkah laku anak-anak dengan kebutuhan khusus tersebut memang kadang menjengkelkan. Mereka seolah tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Rasa empati dan simpatiknya, tak pernah tampak saat bergaul. Dan kadang tidak dapat diajak untuk mengobrol dan berkomunikasi, karena untuk memahami apa yang ia inginkan saja butuh waktu yang lama.
Autis adalah suatu kondisi seseorang yang dibawa sejak lahir, dengan berbagai kekurangan seperti interaksi social yang tidak lancar, komunikasi yang tidak normal, dan lain sebagainya. Semua itu dipengaruhi oleh kelainan genetik pada penderita. Beberapa ciri-ciri autis yang terjadi sekarang, tidak hanya disandang oleh mereka yang memang benar-benar autis. Ciri-ciri autis kini sudah mulai menyerang kehidupan sehari-hari. Orang sehat pun kini mulai terserang penyakit autis.
Pernah saya makan bersama kawan-kawan disebuah rumah makan. Sambil menunggu makanan datang, tak ada sedikitpun obrolan yang kami lakukan. Tanpa disadari, kami sibuk memainkan gadget masing-masing, ada yang smsan, atau telpon orang lain, bermain game, BBM, dan sebagainya. Sampai makan selesai, kami seolah tak pernah sadar bahwa kami pergi makan bersama-sama. Bahkan ada hal yang lebih parah saat saya mencoba meminta tolong mengambilkan sendok makan kepada teman sebelah saya. Dia mengambilkan tanpa melihat saya, matanya masih asyik tertuju pada layar Handphon yang sedang ia pegang. Hal seperti ini, tak akan pernah dijumpai saat dahulu, sebelum teknologi sebegitu hebatnya. Canda tawa dan keakraban disaat berkumbul begitu ketara.
Ada lagi cerita yang menarik. Cerita ini dialami oleh teman saya. Sebut saja Boy. Waktu itu, ia ditelpon oleh temannya untuk bertemu. Jauh-jauh Boy menuju tempat dimana mereka akan bertemu. Sesampainya disana,  Boy ternyata dicuekin oleh temannya tersebut. Bukannya mengobrol dan temu kangen, ternyata temannya si Boy tadi asyik ber BBM ria. Sambil marah Boy berkata pada temannya itu.
"Mana BB mu, saya pinjam" katanya
"Untuk apa Boy?" jawab temannya penasaran.
"Mau saya banting, besok saya belikan yang baru" ujar Boy dengan marah.
"Emang kenapa?" temannya takut.
"Kamu jauh-jauh saya temui, kamu yang telpon saya untuk kesini menemuimu, tapi kamu malah sibuk dan asyik sendiri dengan BB itu. Emang kamu anggap aku ini apa?" ucap Boy sambil marah dan pergi meninggalkan temannya itu.
Begitu banyak kisah tentang bagaimana teknologi dapat berubah menjadi sesuatu yang dapat menghancurkan apa saja, termasuk rumah tangga, persahabatan dan hubungan lain. Sepertinya cerita saya di atas bukan hal yang baru saat ini. Tidak hanya dengan teman sejawat, bahkan dengan keluarga, orang tua dan masyarakat, momen kebersamaan dengan bercengkrama sudah mulai hilang. Hal ini tidak bisa lepas dari pengaruh kemajuan teknologi yang sekarang sedang terjadi. Teknologi yang digadang-gadang dapat mempersatukan orang yang jauh, ternyata malah menjauhkan orang yang ada di dekat kita. Betapa tidak, Facebook misalnya, kita asyik bermain dan berchatting dengan kawan yang baru atau yang jauh, sementara kawan dekat dilupakan. Telephon, Sms, BB dan lain sebagainya pun sama. Piranti dan fasilitas tersebut kini lebih diperuntukkan untuk menyambung silaturrahmi dan komunikasi dengan orang yang jauh. Alasan yang selalu terlontar adalah, bahwa mereka ada di dekat kita, sehingga tidak perlu terlalu sering disapa.
Disinilah terjadi sebuah fenomena yang oleh Daniel Goleman dalam bukunya Social Intelegence sebagai Autisme Sosial.  Autisme sosial yang diakibatkan oleh teknologi ini memperpanjang daftar yang tak akan ada akhirnya tentang konsekuensi yang tak dikehendaki terhadap manusia sebagai akibat serbuan teknologi yang terus berlangsung dalam kehidupan kita sehari-hari.  Konektifitas digital seperti music player, televisi, telepon selular, internet, email atau jejaring sosial yang terus menerus menjadi berarti, menyebabkan “pekerjaan” akan terus memburu kita bahkan saat kita berlibur atau bersantai dengan keluarga. Telepon selular bisa berbunyi di tengah-tengah piknik bersama anak-anak.  Ketika ada di rumah, ayah dan ibu bahkan absen dari keluarganya karena setiap malam sibuk memeriksa e-mail. http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2012/01/31/konektifitas-digital-dan-fenomena-autisme-sosial/.
Demikian parahnya pengaruh teknologi yang terjadi pada masyarakat. Dengan fitur terbaru dan juga fasilitas-fasilitas yang ditawarkan, menjadikan orang-orang semakin tertarik dan tenggelam didalamnya. Mereka tidak sadar, bahwa ada kehidupan lain yang lebih nyata ketimbang yang terjadi di dunia maya. Kesadaran bahwa kehidupan di dunia maya adalah kehidupan semu, yang tidak dapat dijadikan tempat bersosialisasi dan bercengkrama. Ia hanya semu, dan tidak abadi.
“Anda tak bisa mendapat pelukan atau ciuman di Internet.” Demikian pernyataan Normn Nie, pemimpin survey Internet, direktur Stanford Institute for the Quantitative Study of Society. Pernyataan tersebut sebagai kritik terhadap mereka yang menganggap bahwa kehidupan di dunia maya adalah segalanya. Nie mencoba menyadarkan bahwa pelukan dan ciuman yang dalam bahasa sederhananya adalah kehangatan tidak akan mungkin didapatkan dari dunia maya. Kehangatan itu hanya dapat kita rasakan dari orang-orang didekat kita, seperti teman, keluarga dan sebagainya.
Teknologi memang tidak dapat ditahan kemajuannya. Kita patut bersyukur dengan adanya kemajuan yang terus bergerak dan semakin memudahkan hidup kita. Namun juga harus bijak dalam menggunakan kemajuan teknologi tersebut. Jangan sampai karena teknologi, kita menjadi autis, dan tidak peduli satu sama lainnya. Rasa empati dan simpati harus terus dipupuk, demi kebersamaan yang telah terjalin ribuan tahun sebelum adanya teknologi tersebut.
Teknologi tak ubahnya pisau bermata dua, yang dapat menjadi positif apabila digunakan untuk hal yang positif, dan akan berbahaya apabila digunakan untuk kriminalitas. Kebersamaan dan kehangatan diantara kita, jangan sampai terhapus oleh kemajuan teknologi. Justru dengan adanya teknologi, kita mencoba menjalin dan mengakrabkan tali silaturrahmi yang dahulu pernah putus karena jarak dan waktu. Dengan tidak mengabaikan orang terdekat kita yang selama ini bersama. Dengan seperti itu, maka kita dapat disebut orang bijak dalam menggunakan teknologi.


1 komentar:

Sindiran autis sebagai bentuk agar tidak nyuekin juga orang yang ada disekitar

Posting Komentar