Kamis, 02 Agustus 2012

Opera Sabun di Olimpiade London

Banyak cara yang dapat dilakukan negeri ini dalam mempromosikan dirinya kepada kancah dunia. Salah satunya dari dunia olahraga. Dan momentum Olimpiade London 2012 yang sedang dihelat di Kota Ratu Elizabeth itu, menjadi tempat promosi yang bagus bagi bangsa ini.

 Dalam tradisi Olimpiade, siapa atlet yang menjadi juara, maka bendera Negaranya akan dikibarkan dan diiringi oleh lagu kebangsaan masing-masing Negara. Saat itulah, seluruh mata di penjuru dunia menyaksikan bagaimana bendera Negara kita dapat berkibar, dan lagu kebangsaan Indonesia raya berkumandang dengan gagahnya. Masih ingatkah kita, saat beberapa Pahlawan olahraga kita telah berhasil mengibarkan bendera Merah Putih dalam beberapa tournament internasional. Sebut saja Susi Susanti, Alan Budi Kusuma, dan atlet lain yang telah berhasil membuat bangga bangsa ini.

Namun kejadian beberapa tahun lalu itu, sepertinya tidak akan terulang pada momentum Olimpiade London 2012. Sampai hari ini, baru 2 torehan medali yang diperoleh oleh kontingen Indonesia. Medali tersebut adalah 1 perak dan 1 perunggu yang diperoleh oleh Lifter kita Triyatno dan Eko Yuli Irawan.

 Sementara cabang yang digadang-gadang mendapatkan medali emas, yakni Bulutangkis tak dapat menyumbangkan medali paling bergengsi itu. Satu persatu mereka berguguran di medan juang. Praktis hanya tinggal pasangan Ganda Campuran Liliyana Natsir/Tantowi Ahmad dan Ganda Putra Bona Septano/Mohamad Ahsan yang tinggal berjuang memperbutkan Perunggu.

Selain gagal mempersembahkan medali emas bagi negeri ini, terdapat kejadian yang cukup membuat bangsa ini tertunduk malu. Tepat pada Rabu (1/8), pasangan ganda putri Indonesia, Greysia Polli dan Meiliana Jauhari di diskualifikasi dari arena Olimpiade London 2012 karena dianggap melanggar kode etik (code of conduct ) Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) pasal 4.5 dan 4.16. Mereka divonis karena tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam bertanding untuk memperoleh kemenangan.

Selain pasangan ganda putri Indonesia Greysia Polli dan Meiliana Jauhari, BWF juga memulangkan tiga pasangan lain, yakni Wang Xiaoli/Yu Yang (China), Kim Ha Na/Jung Kyung Eun dan Ha Jung Eun/Kim Min Jung (Korea). Keempat pasang pemain tersebut diduga melakukan tindakan yang menciderai Fair Play dan juga bertingkah laku menghina dan merusak reputasiBulutangkis.

Kejadian ini sontak menjadi sorotan dunia. Banyak kalangan terutama pecinta Bulutangkis mengecam peristiwa memalukan ini. Tindakan tidak fair play kedelapan orang tersebut membuat citra Bulutangkis menjadi sedikit tercoreng. Dan mereka khawatir, akibat ulah para oknum tersebut, Bulutangkis akan dihapus dari Olimpiade.

Belum Bermental Juara
Pecinta bulu tangkis dimanapun, baik yang menyaksikan pada layar televise maupun para penonton  di Wembley Arena, pasti akan merasa kecewa dengan penampilan para atlet yang bertanding waktu itu. Tak salah jika penonton mencemooh dengan kata-kata “boo” sebuah teriakan ejekan kepada kedua ganda campuran itu. Hal ini karena penampilan mereka dianggap jauh dari apa yang diharapkan untuk sebuah turnamen sebesar Olimpiade.

Kejadian ini cukup menyita perhatian public olahraga. Banyak komentar dari insane olahraga yang menganggap kejadian itu adalah kejadian paling memalukan. Fair play yang selama ini dijunjung, tidak lagi tampak pada para “oknum” itu. Mereka menodai keindahan olahraga.

Alasan yang melatarbelakangi peristiwa memalukan itu adalah untuk menghindari lawan yang lebih berat di final. Pasangan nomor satu dunia asal Cina, Wang Xiaoli/Yu Yang, berupaya untuk kalah saat melawan pasangan Korea Selatan, Jung Kyung-eun/Kim Ha-na, agar tidak menjadi juara grup karena tidak ingin bertemu pasangan asal Cina lainnya, Tian Qing/Zhao Yunlei, di semifinal. Sebagai pasangan nomor satu dunia, menjadi hal yang mengherankan jika mereka kalah dua set langsung dengan skor yang cukup telak. Dari permainanya saja dapat dilihat jika mereka “sengaja” mengalah.

Sementara hal itu juga terjadi pada pertandingan Indonesia dan Korea. Kedua pasangan berusaha mengalah agar menjadi runner up, untuk menghindari pasangan nomor satu dunia yang asal China Wang Xiaoli/Yu Yang. Sontak “Opera Sabun”ini mendapat ganjaran Kartu Hitam dari wasit dengan didiskualifikasikannya mereka  dari Olimpiade.

Disinilah letak dimana bangsa ini harus malu. Kehormatan bangsa menjadi tercoreng dengan sikap “mental tempe” ini. Seharusnya sebagai seorang atlet internasional, harus bertarung dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh kemenangan yang sejati. Bukan dengan sekandal yang memalukan itu. Mengutip pernyataan legenda Bulutangkis kita, Susi Susanti “Juara sejati Harus Siap Melawan Siapa Saja”. 

Mental seperti inilah yang seharusnya terbenam dalam jiwa para atlet kita. Sikap mental juara ini yang membuat bangsa ini dapat menengadahkan kepala, dengan bangga bersorak penuh doa. Siap menerima kekalahan dan kemenangan dengan dada terbusung karena telah berjuang dengan penuh semangat. Itulah sebenarnya juara sejati. 

Namun sesuatu yang telah terjadi tidak dapat terulang kembali. Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Kita patut menyesal dan kecewa dengan keterpurukan ini. Namun kita harus segera bangkit. Jangan pernah menyalahkan siapapun. Karena bukan saling menyalahkan yang dapat mengangkat kembali prestasi negeri ini.  Instrospeksi diri, juga segera melakukan tindakan kongkret untuk mengembalikan Indonesia sebagai macan Asia.  Itulah yang harus segera dilakukan.

Kekalahan yang menimpa para atlet kita di perhelatan akbar Olimpiade London, patut dijadikan bahan diskusi dan juga evaluasi. Pasti ada yang salah dan kurang. Namun sebagai masyarakat  yang selalu menghormati jasa para pahlawan ini, standing applause kepada mereka yang telah berjuang sekuat tenaga dengan cucuran keringat demi mengangkat derajat Bangsa Indonesia.  

Terimakasih, dan tetap berjuang pahlawanku!.

0 komentar:

Posting Komentar