Banyak
cara yang dapat dilakukan negeri ini dalam mempromosikan dirinya kepada kancah dunia.
Salah satunya dari dunia olahraga. Dan momentum Olimpiade London 2012 yang
sedang dihelat di Kota Ratu Elizabeth itu, menjadi tempat promosi yang bagus
bagi bangsa ini.
Dalam
tradisi Olimpiade, siapa atlet yang menjadi juara, maka bendera Negaranya akan
dikibarkan dan diiringi oleh lagu kebangsaan masing-masing Negara. Saat itulah,
seluruh mata di penjuru dunia menyaksikan bagaimana bendera Negara kita dapat
berkibar, dan lagu kebangsaan Indonesia raya berkumandang dengan gagahnya.
Masih ingatkah kita, saat beberapa Pahlawan olahraga kita telah berhasil
mengibarkan bendera Merah Putih dalam beberapa tournament internasional. Sebut
saja Susi Susanti, Alan Budi Kusuma, dan atlet lain yang telah berhasil membuat
bangga bangsa ini.
Namun
kejadian beberapa tahun lalu itu, sepertinya tidak akan terulang pada momentum
Olimpiade London 2012. Sampai hari ini, baru 2 torehan medali yang diperoleh
oleh kontingen Indonesia. Medali tersebut adalah 1 perak dan 1 perunggu yang
diperoleh oleh Lifter kita Triyatno dan Eko Yuli Irawan.
Sementara
cabang yang digadang-gadang mendapatkan medali emas, yakni Bulutangkis tak
dapat menyumbangkan medali paling bergengsi itu. Satu persatu mereka berguguran
di medan juang. Praktis hanya tinggal pasangan Ganda Campuran Liliyana
Natsir/Tantowi Ahmad dan Ganda Putra Bona Septano/Mohamad Ahsan yang tinggal
berjuang memperbutkan Perunggu.
Selain
gagal mempersembahkan medali emas bagi negeri ini, terdapat kejadian yang cukup
membuat bangsa ini tertunduk malu. Tepat pada Rabu (1/8), pasangan ganda putri
Indonesia, Greysia Polli dan Meiliana Jauhari di diskualifikasi dari arena
Olimpiade London 2012 karena dianggap melanggar kode etik (code of conduct )
Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) pasal 4.5 dan 4.16. Mereka divonis karena tidak
mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam bertanding untuk memperoleh kemenangan.
Selain
pasangan ganda putri Indonesia Greysia Polli dan Meiliana Jauhari, BWF juga
memulangkan tiga pasangan lain, yakni Wang Xiaoli/Yu Yang (China), Kim Ha
Na/Jung Kyung Eun dan Ha Jung Eun/Kim Min Jung (Korea). Keempat pasang pemain
tersebut diduga melakukan tindakan yang menciderai Fair Play dan juga bertingkah laku menghina dan merusak reputasiBulutangkis.
Kejadian
ini sontak menjadi sorotan dunia. Banyak kalangan terutama pecinta Bulutangkis
mengecam peristiwa memalukan ini. Tindakan tidak fair play kedelapan orang
tersebut membuat citra Bulutangkis menjadi sedikit tercoreng. Dan mereka
khawatir, akibat ulah para oknum tersebut, Bulutangkis akan dihapus dari
Olimpiade.
Belum Bermental Juara
Pecinta
bulu tangkis dimanapun, baik yang menyaksikan pada layar televise maupun para
penonton di Wembley Arena, pasti akan
merasa kecewa dengan penampilan para atlet yang bertanding waktu itu. Tak salah
jika penonton mencemooh dengan kata-kata “boo”
sebuah teriakan ejekan kepada kedua ganda campuran itu. Hal ini karena
penampilan mereka dianggap jauh dari apa yang diharapkan untuk sebuah turnamen
sebesar Olimpiade.
Kejadian
ini cukup menyita perhatian public olahraga. Banyak komentar dari insane
olahraga yang menganggap kejadian itu adalah kejadian paling memalukan. Fair play yang selama ini dijunjung,
tidak lagi tampak pada para “oknum” itu. Mereka menodai keindahan olahraga.
Alasan
yang melatarbelakangi peristiwa memalukan itu adalah untuk menghindari lawan
yang lebih berat di final. Pasangan nomor satu dunia asal Cina, Wang Xiaoli/Yu
Yang, berupaya untuk kalah saat melawan pasangan Korea Selatan, Jung
Kyung-eun/Kim Ha-na, agar tidak menjadi juara grup karena tidak ingin bertemu pasangan
asal Cina lainnya, Tian Qing/Zhao Yunlei, di semifinal. Sebagai pasangan nomor
satu dunia, menjadi hal yang mengherankan jika mereka kalah dua set langsung
dengan skor yang cukup telak. Dari permainanya saja dapat dilihat jika mereka
“sengaja” mengalah.
Sementara
hal itu juga terjadi pada pertandingan Indonesia dan Korea. Kedua pasangan
berusaha mengalah agar menjadi runner up,
untuk menghindari pasangan nomor satu dunia yang asal China Wang Xiaoli/Yu
Yang. Sontak “Opera Sabun”ini mendapat ganjaran Kartu Hitam dari wasit dengan
didiskualifikasikannya mereka dari
Olimpiade.
Disinilah
letak dimana bangsa ini harus malu. Kehormatan bangsa menjadi tercoreng dengan
sikap “mental tempe” ini. Seharusnya sebagai seorang atlet internasional, harus
bertarung dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh kemenangan yang sejati. Bukan
dengan sekandal yang memalukan itu. Mengutip pernyataan legenda Bulutangkis
kita, Susi Susanti “Juara sejati Harus Siap Melawan Siapa Saja”.
Mental
seperti inilah yang seharusnya terbenam dalam jiwa para atlet kita. Sikap
mental juara ini yang membuat bangsa ini dapat menengadahkan kepala, dengan
bangga bersorak penuh doa. Siap menerima kekalahan dan kemenangan dengan dada
terbusung karena telah berjuang dengan penuh semangat. Itulah sebenarnya juara
sejati.
Namun
sesuatu yang telah terjadi tidak dapat terulang kembali. Ibarat nasi sudah
menjadi bubur. Kita patut menyesal dan kecewa dengan keterpurukan ini. Namun
kita harus segera bangkit. Jangan pernah menyalahkan siapapun. Karena bukan
saling menyalahkan yang dapat mengangkat kembali prestasi negeri ini. Instrospeksi diri, juga segera melakukan
tindakan kongkret untuk mengembalikan Indonesia sebagai macan Asia. Itulah yang harus segera dilakukan.
Kekalahan
yang menimpa para atlet kita di perhelatan akbar Olimpiade London, patut
dijadikan bahan diskusi dan juga evaluasi. Pasti ada yang salah dan kurang.
Namun sebagai masyarakat yang selalu
menghormati jasa para pahlawan ini, standing applause kepada mereka yang telah
berjuang sekuat tenaga dengan cucuran keringat demi mengangkat derajat Bangsa
Indonesia.
Terimakasih,
dan tetap berjuang pahlawanku!.
0 komentar:
Posting Komentar