Selasa, 17 Juli 2012

Undang-Undang kok Dipermainkan, Apa Kata Dunia?


Beberapa kali, ia memenangkan gugatannya melawan Mahkamah Konstitusi. Beberapa kali ia menampar pemerintahan negeri ini yang selalu saja “gegabah” dalam menetapkan berbagai peraturan dan Undang-Undang. Adalah Yusril Ihza Mahendra, seorang mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, juga ahli hukum itu, beberapa kali melakukan aksi yang dibilang cukup nekat, namun hasilnya brilliant. Sebut saja kasus dalam gugatan mengenai keabsahan Jaksa Agung Hendarman Supandji dan dasar hukum pelarangannya ke luar negeri, Yusril menang dalam gugatannya itu. Selain itu, Yusril menang lagi dalam gugatan uji materi tentang pemanggilan saksi meringankan. Dan yang paling hangat adalah saat ia memenangkan gugatan uji materi tentang pemberian grasi kepada terpidana kasus narkoba asal Australia Schapelle Corby oleh Presiden. Di DPR, beberapa anggota Dewan protes dengan keputusan Presiden tersebut.
Mungkin hal itu bukan hal yang wah. Karena memang Yusril adalah seorang Profesor hukum. Ia adalah ahli hukum yang setiap harinya berkutat dengan hukum. Namun baru-baru ini, ada lagi kisah yang menarik dan menggemparkan.  Yakni seorang buruh bernama Andriyani (38). Ibu 3 anak itu bisa mengalahkan negara dalam menafsirkan pasal 169 ayat 1 huruf c UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan seorang diri. Wanita yang menjadi Buruh PJTKI PT Megahbuana Citramasindo, Koja, Jakarta Utara, ini mampu mematahkan argumen DPR dan pemerintah dalam menguji UU tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK).
Adriyani yang tidak menerima gaji dari perusahaannya selama tiga bulan berturut-turut itu ingin mengajukan PHK dan berharap mendapatkan pesangon. Namun Adriyani bukannya mendapat pesangon, melainkan mendapat perlawanan dari pihak perusahaan. Lewat pengadilan yang ia jalani di PHI (pengadilan Hubungan  Industrial). Namun dipengadilan ini, Adriyani kalah. Ia tak mampu melakukan banding karena tidak mempunyai uang.
Adriyani terus berjuang. Ia tak berhenti dan menyerah sampai begitu saja. Kemudian ia menggugat dan melakukan uji materiil Pasal 169 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di Mahkamah Konstitusi. Dan inilah hebatnya. Ia berhasil memenangkan uji materi itu.
"Itulah keajaiban konstitusi. Jangankan seorang warga negara yang dilanggar haknya, ada warga negara yang bingung dengan UU pun bisa mengajukan permohonan ke MK," kata pengamat hukum tata negara, Dr Irman Putra Sidin yang saya kutip dari detik.com.
Lebih lanjut Imran mengatakan bahwa "Jangankan buruh, bajingan atau orang bodoh sekalipun apabila bangun tidur mendapati ada UU yang membuat hak konstitusionalnya dilanggar oleh negara, bisa mengajukan permohonan ke MK. Dan apabila bertentangan dengan konstitusi, MK bisa membatalkan UU hasil produk DPR yang juga disetujui pemerintah. Inilah yang namanya demokrasi konstitusional," terang Irman.
Kesalahan Berlarut
Dari sini kita melihat, betapa lemah pemerintah dalam menetapkan kebijakan dan hukum-hukum di negeri ini. Setiap kebijakan dan hukum yang ditetapkan seharusnya dapat mengayomi dan menjadikan rule dalam warga Negara bertindak. Tak ada seorang pun yang dirugikan atas peraturan dan kebijakan tersebut. Namun selama ini yang terjadi, banyak peraturan dan kebijakan yang diambil tidak mengindahkan tujuan utama tersebut.
Ini adalah hasil dari betapa bobroknya pemerintahan kita. Tak jarang setiap keputusan strategis dan juga kebijakan-kebijakan diambil hanya demi melindungi kepentingan kelompok. Asas melindungi setiap warga Negara dengan peraturan tersebut dapat dikalahkan oleh ego dari orang-orang serakah.
Tak jarang, kita melihat para anggota legislative dengan congkaknya memutuskan sebuah undang-undang atau peraturan dengan bercanda tawa. Sebuah peraturan atau undang-undang yang menyangkut hajat hidup orang banyak hanya diputuskan melalui “jari telunjuk” alias votting. Dan sebelum votting itu dilakukan, lobi-lobi politik digiatkan. Menimbang dan mencari selah mana yang dapat menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya.
Jika Yusril saja dapat memenangkan Uji materi terhadap beberapa undang-undang, bahkan seorang Adriyani yang notabene adalah seorang buruh dapat memenangkan gugatannya, ini menandakan bahwa semakin buruk saja pemerintahan negeri ini.  Landasan pertimbangan dalam memutuskan undang-undang itu, kini mulai dilalaikan. Siapa yang memiliki kuasa penuh baik secara kekuatan politik maupun financial, pasti akan memenangkan sebuah Undang-undang yang menguntungkan kelompoknya. Seperti undang-undang tentang tembakau, undang-undang tentang BBM, undang-undang tentang ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Tak jarang undang-undang itu tidak ada unsur melindungi dan mengayomi sama sekali terhadap rakyat sebagai pelaku dari keputusan itu. Yang ada, mereka tidak mendapatkan apa-apa dari ada atau tidak adanya undang-undang. Bahkan, ada yang semakin terpinggirkan karena undang-undang itu lebih membela kaum-kaum penguasa.
Inilah Indonesia, Negara yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Kedua dasar Negara yang telah dirumuskan secara matang melalui berbagai pertimbangan oleh the founding father kita, kini tak sakti lagi. Kesaktian Pancasila dan UUD 1945 telah dihancurkan oleh kaum-kaum yang lebih membela uang dan kekayaan, meski tidak sesuai dan bertentangan dengan kedua pedoman hidup berbangsa itu.
Semoga para wakil rakyat dapat menggunakan kekuasannya untuk memberikan kenyamanan dan ketenteraman dengan berbagai peraturan dan kebijakan yang diambil. Kemudian juga cerdas dan tidak terkesan “sembrono” dalam setiap memutuskan sesuatu, terutama undang-undang atau kebijakan lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Semoga kekalahan Negara dalam beberapa gugatan uji materi terhadap beberapa undang-undang ini, tak kita temui lagi di kemudian hari. Bukan karena Negara yang menang dan penggugat yang kalah, tapi tidak ada lagi yang menggugat dan melakukan uji materi, karena hasil dari undang-undang merupakan hasil yang sudah matang, dan baik untuk sesama.
Kehati-hatian mutlak diperlukan dalam menyusun Undang-Undang. Setiap Undang-undang yang dibuat harus mengacu kepada Pancasila dan juga UUD 1945. Jangan pernah sekali lagi meremehkan dalam membuat sebuah undang-undang. Dan jangan pernah coba-coba dalam membuat sebuah undang-undang, karena itu merupakan kesalahan fatal. 




0 komentar:

Posting Komentar