Senin, 03 Desember 2012

Jangan Marah, Gitu aja kok Repot!

Beberapa hari ini, keluarga besar Nahdliyyin di seluruh Indonesia serentak turun ke jalan. Aksi itu dilandasi rasa amarah keluarga besar NU terhadap pernyataan politisi senior yang juga Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana. Sutan yang pada acara diskusi di salah satu stasiun Televisi mengeluarkan pernyataan, bahwa lengsernya Abdurahman Wahid atau Gus Dur karena kasus korupsi Bulogate dan Bruneigate.

Pernyataan itu sontak membuat murka komunitas Gusdurian (pecinta Gus Dur). Selain itu, Organisasi Pemuda Garda Bangsa, Gerakan Pemuda Ansor dan jam'iyah NU adalah orang yang paling merasa marah dan dihina. Mereka beranggapan bahwa menghina Gus Dur sama saja menghina NU. Jika dihubungkan bagai rantai makanan, menghina Gusdur sama saja menghina Nahdliyyin. Sementara menghina Nahdliyyin, sama saja menghina Agama khususnya Islam. Hal ini bukan tidak mungkin muncul, karena sosok Gus Dur yang notabene adalah ulama terkemuka yang titahnya dianut oleh sebagian pengikut organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.

Penhinaan terhadap agama sudah sering terjadi. Dengan berlindung di bawah ketiak Hak Azazi Manusia terutama hak menyatakap pendapat, setiap orang bebas mengeluarkan pernyataan meskipun kadang pernyataanya tersebut melukai orang lain. Banyak pernyataan Kontroversial meluncur. Saling menghina, mencaci dan menghujat marak terjadi, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Sebelum kasus Penghinaan Gus Dur yang dilakukan Sutan, kasus penghinaan terhadap Agama juga terjadi di Amerika Serikat. Seorang pria California bernama Sam Bacile alias Nakoula Basseley Nakoula menggemparkan dunia dengan memunculkan filmnya yang berjudul “Innocence Of Muslims". Film tersebut menggambarkan Nabi Muhammad sebagai pemimpin sekelompok pria yang haus darah dan juga seseorang yang suka perempuan.

Film ini memicu banyak protes dari masyarakat Muslim di Dunia. Sayang, protes itu dilampiaskan dengan cara yang salah, hingga menimbulkan banyak korban. Demonstrasi besar-besaran di sebagian bumi ini, tidak hanya menimbulkan kerugian harta karena pengrusakan oleh massa, melainkan menimbulkan korban jiwa, diantaranya terjadi di Benghazi, Libia yang menyebabkan tewasnya duta besar Amerika untuk Negara tersebut.

Tokoh lain yang populer karena menghina Nabi Muhammad dan Islam adalah Greetz Wilder dengan film Fitna nya. Tak kalah popular di kalangan umat Islam adalah  Kurt Westergaard, kartunis asal Denmark yang membuat kartun Nabi Muhammad dan juga Salman Rushdi yang menulis novel The Satanic Verses. Semua orang-orang tersebut memancing emosi umat Islam dengan menghina Nabi Muhammad SAW.

Tak perlu marah

Sekali lagi, kedewasaan kita sebagai warga Nahdliyyin diuji. Seberapa besar jiwa kita untuk menghadapi masalah ini, menjadi tolak ukur kedewasaan tersebut. Apakah kita harus marah?. Jika ia, maka marah yang bagaimana, itulah hal yang harus dipikirkan.
Ada pernyataan –yang belum tahu apakah benar atau salah- menyatakan “hanya orang bodoh yang tidak marah jika agamanya di hina” atau “jika ada orang ketika agamanya dihina dan tidak marah, maka dipertanyakan kadar keimanannyan”.

Kadang ada sesuatu yang terbalik dari masyarakat kita. Sebagai umat Islam, kita tidak terima dinyatakan sebagai agama teroris. Namun, kadang apa yang kita lakukan sudah mencerminkan sikap teroris. Teroris disini bukan dalam artian seorang yang dengan tas berisi bom, lalu melakukan bom bunuh diri, melainkan orang atau kelompok yang menimbulkan keresahan dan ketakutan kepada orang lain. Banyak diantara kita umat Islam yang beberapa waktu lalu berdemonstrasi, kemudian merusak fasilitas umum dan juga meneror orang secara membabi buta.

Atau dalam kasus Sutan Bhatoegana yang menghina Gus Dur  yang terjadi saat ini, seperti yang kita lihat, banyak masa turun ke Jalan, membakar ban dan dan spanduk atau foto gambar Sutan. Hal ini selain menimbulkan kemacetan, juga membuat warga sekitar atau pengguna jalan merasa ketakutan. Bukan kali pertama di negeri ini, sebuah demonstrasi berakhir ricuh.
Memang, semut pun akan menggigit jika di sakiti. Sebagai warga Nahdliyyin, kita pantas marah. Namun marah kita harus kita bina dengan baik. Silahkan turu ke jalan, melakukan orasi demonstrasi namun tetap menjaga keamanan dan ketertiban. Aksi damai dan aksi simpatik akan lebih mengena daripada kebrutalan dan anarkis.

Selain itu, kita juga tak harus ngotot marah, karena sudah jelas bahwa ucapan Sutan Bhatoegana adalah omong kosong belaka. Bukti sudah jelas bahwa Gus Dur Lengser dari Presiden bukan karenaisu korupsi seperti yang dituduhkan. Hal ini diperkuat oleh Kejaksaan Agung yang  sudah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan, dan Gus Dur dianggap bersih serta tidak bersalah.

Jika sudah seperti itu, untuk apa kita harus marah secara berlebihan. Biarkan Sutan Bhatoegana atau entah kelak orang lain yang akan menghina Gus Dur. Sekuat apapun hinaan yang mereka lontarkan, tak akan bisa mengalahkan kebaikan dan kebesaran beliau. Biarkan saja mereka menuduh apa tentang Gus Dur, Jika memang Gus Dur tidak bersalah, kenapa kita musti marah dan anarkis?.

Mari kita mencoba merenung kembali dan meneladani Gus Dur. Gus Dur adalah sosok humanis yang anti pada tindakan kekerasan. Selama hidupnya, ia selalu menebarkan kedamaian. Sebagai orang yang begitu mencintai Gus Dur, mari kita terapkan keteladanan beliau. Tebarkan kedamaian dan kebaikan kepada sesama. Mari kita selesaikan masalah ini dengan jalan yang damai dan kekeluargaan, seperti yang biasa Gus Dur contohkan selama hidupnya.

Jika saja hari ini Gus Dur Masih ada di samping kita tentu beliau akan berpesan kepada kita warga Nahdliyyin. “Jangan marah, orang saya yang dihina saja diam kok?”. Ia juga mungkin akan berpesan kepada Sutan “Saudara sutan, kalau tidak tahu apa-apa, lebih baik diam, gitu aja kok repot?”. Mungkin saja kan?.
                   

0 komentar:

Posting Komentar