Ketika membaca Majalah Tempo edisi 18 Mei 2003, saya menemukan
sebuah artikel tentang Ilmu dan Kesehatan. Artikel berjudul “Menguji Jenis
Kelamin Otak” ini cukup membuat saya tertarik untuk mengupasnya kembali. Dan saya
rasa, artikel tersebut cukup bermanfaat bagi kita yang selama ini terpenjara
oleh fisik bernama laki-laki dan perempuan.
Adalah Simon Baron Cohen, seorang Professor dari Universitas
Cambridge, Inggris ini menyebutkan bahwa sebenarnya otak manusia itu memiliki “jenis
kelamin”. Tidak hanya fisik manusia yang memiliki jenis kelamin, Cohen
menyebutkan bahwa otak manusia juga memiliki “jenis kelamin”. Ia membagi jenis
kelamin otak manusia menjadi tiga bagian, yakni laki-laki, perempuan dan seimbang.
Otak dikatakan berjenis kelamin laki-laki memiliki kecenderungan
sifat mengerti dan membangun system (systemizing, disimbolkan dengan
huruf S). Sedangkan pada otak berjenis kelamin perempuan, sifat empatik dan
pengertian (empathizing, oleh Cohen disimbolkan dengan huruf E) justru
akan lebih dominan.
Selain kedua jenis kelamin otak di atas, Cohen juga beranggapan
bahwa akan ada kemungkinan terjadinya keseimbangan antara S dan E pada otak
manusia. Kemudian oleh Cohen menyebut jenis ini dengan jenis kelamin seimbang (balanced,
disimbolkan dengan huruf B). Dan untuk otak berjenis kelamin B ini, Cohen
mewanti-wanti bahwa jangan pernah berharap tipe otak ini akan menghasilkan
manusia-manusia banci.
Untuk membuat asumsi dari kebenaran terorinya tersebut, Cohen
mencontohkan kepada sosok bernama Margareth Thatcher, salah satu tokoh
perempuan perkasa di dunia. Wanita berjuluk Iron Lady ini, adalah
seorang Perdana Menteri Inggris era 1979-1990. Dunia pasti masih teringat
tentang bagaimana wanita bertangan besi ini memutuskan untuk berperang melawan
Argentina hanya karena pertikaian soal Kepulauan Falkland. Dengan gagah berani, ia mengirimkan puluhan
ribu bala tentara untuk menghajar pasukan Argentina yang telah merebut Pulau
Falkland selama sepuluh hari.
Hal inilah yang kemudian oleh Cohen dikatakan bahwa otak Thatcher
berjenis kelamin laki-laki. Sikap dan tindakan Margareth Thatcher inilah yang
menyimbolkan bahwa jenis otaknya memiliki unsure dengan kekuatannya yang
mengerti dan membangun system yang disimbolkan dengan S, yakni otak berjenis kelamin laki-laki.
Selama lebih dari sepuluh tahun lamanya, Cohen melakukan riset
tentang penelitiannya ini. Untuk mengetahui jenis kelamin otak seseorang, Cohen
menciptakan sebuah alat uji psikologis berupa E-test dan S-test.
Masing-masing alat uji ini berisi 60 pertanyaan yang memiliki jawaban tertutup.
Jawaban tertutup merupakan jawaban yang hanya berisi jawaban sangat setuju,
setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan
pada soal penelitian E-test dan S-test ini tidak jauh beda dengan
pertanyaan psikologi yang telah masyarakat kenal saat ini.
Pertanyaanya pun sama, misalnya “Saya sangat menikmati saat bersama
orang lain”, atau “ Saya tidak pernah melanggar hukum”, dan “Saya selalu
menangis saat melihat sinetron sedih”. Hasil dari tes yang dilakukan oleh Cohen
ini, akan menentukan seberapa dominan tingkat jenis kelamin otak manusia,
apakah E atau S yang lebih dominan.
Dan hasil yang mengejutkan yang merupakan harapan dari kerja keras
Cohen adalah, dari 320 mahasiswa di Universitas Cambridge yang dijadikannya
objek penelitian, menunjukkan bahwa “Tidak ada hubungannya antara jenis kelamin
fisik manusia dengan jenis kelamin otaknya”.
Jadi, bisa jadi orang laki-laki yang dengan badan gagah, kekar, namun memiliki jenis kelamin
otak perempuan. Sementara orang wanita,
memiliki jenis kelamin otak Laki-laki.
Dari puluhan tahun penelitian yang telah Cohen lakukan,
kesimpulannya sangatlah sederhana namun sangat berguna terutama bagi kita
sendiri dan juga anak-anak kita. Diakhir penelitian ini, Cohen hanya ingin
mengatakan kepada manusia, agar memahami diri sendiri dan segala potensi yang
ada pada dirinya. Hal ini berkaitan erat dalam upaya untuk menentukan profesi.
Kadang sebagai orang tua, banyak yang menilai profesi anak-anaknya
hanya dari jenis kelamin fisik saja. jika perempuan, maka menjadi bidan, atau
profesi yang menurut masyarakat layak disandangkan pada perempuan. Sementara laki-laki,
ditujukan kepada pekerjaan yang bersifat macho, keras dan memiliki penuh tantangan. Padahal,
menurut teori Cohen ini, kita tidak dapat menentukan akan jadi apa kita atau
anak kita, jika hanya melihat dari apa
jenis kelamin fisiknya saja. karena sekali lagi, tidak ada kaitannya antara
jenis kelamin fisik dan jenis kelamin otak manusia.
Untuk itulah, mari kita mencoba menimang dan mencari siapa jati
diri kita. Dengan mengenali diri sendiri, maka kita tidak akan salah dalam
menentukan apa profesi yang tepat bagi kita. Karena bagi Cohen “Tak ada yang
lebih penting di dunia ini, ketimbang mengenal diri sendiri.”
Sumber, Tempo 18 Mei 2003 hal.93
0 komentar:
Posting Komentar