Sabtu, 08 September 2012

Berjenis Kelamin Apakah Otak Kita?


Ketika membaca Majalah Tempo edisi 18 Mei 2003, saya menemukan sebuah artikel tentang Ilmu dan Kesehatan. Artikel berjudul “Menguji Jenis Kelamin Otak” ini cukup membuat saya tertarik untuk mengupasnya kembali. Dan saya rasa, artikel tersebut cukup bermanfaat bagi kita yang selama ini terpenjara oleh fisik bernama laki-laki dan perempuan.

Adalah Simon Baron Cohen, seorang Professor dari Universitas Cambridge, Inggris ini menyebutkan bahwa sebenarnya otak manusia itu memiliki “jenis kelamin”. Tidak hanya fisik manusia yang memiliki jenis kelamin, Cohen menyebutkan bahwa otak manusia juga memiliki “jenis kelamin”. Ia membagi jenis kelamin otak manusia menjadi tiga bagian, yakni laki-laki, perempuan dan seimbang.

Otak dikatakan berjenis kelamin laki-laki memiliki kecenderungan sifat mengerti dan membangun system (systemizing, disimbolkan dengan huruf S). Sedangkan pada otak berjenis kelamin perempuan, sifat empatik dan pengertian (empathizing, oleh Cohen disimbolkan dengan huruf E) justru akan lebih dominan.

Selain kedua jenis kelamin otak di atas, Cohen juga beranggapan bahwa akan ada kemungkinan terjadinya keseimbangan antara S dan E pada otak manusia. Kemudian oleh Cohen menyebut jenis ini dengan jenis kelamin seimbang (balanced, disimbolkan dengan huruf B). Dan untuk otak berjenis kelamin B ini, Cohen mewanti-wanti bahwa jangan pernah berharap tipe otak ini akan menghasilkan manusia-manusia banci.

Untuk membuat asumsi dari kebenaran terorinya tersebut, Cohen mencontohkan kepada sosok bernama Margareth Thatcher, salah satu tokoh perempuan perkasa di dunia. Wanita berjuluk Iron Lady ini, adalah seorang Perdana Menteri Inggris era 1979-1990. Dunia pasti masih teringat tentang bagaimana wanita bertangan besi ini memutuskan untuk berperang melawan Argentina hanya karena pertikaian soal Kepulauan Falkland.  Dengan gagah berani, ia mengirimkan puluhan ribu bala tentara untuk menghajar pasukan Argentina yang telah merebut Pulau Falkland selama sepuluh hari.

Hal inilah yang kemudian oleh Cohen dikatakan bahwa otak Thatcher berjenis kelamin laki-laki.  Sikap dan  tindakan Margareth Thatcher inilah yang menyimbolkan bahwa jenis otaknya memiliki unsure dengan kekuatannya yang mengerti dan membangun system yang disimbolkan dengan S,  yakni otak berjenis kelamin laki-laki.

Selama lebih dari sepuluh tahun lamanya, Cohen melakukan riset tentang penelitiannya ini. Untuk mengetahui jenis kelamin otak seseorang, Cohen menciptakan sebuah alat uji psikologis berupa E-test dan S-test. Masing-masing alat uji ini berisi 60 pertanyaan yang memiliki jawaban tertutup. Jawaban tertutup merupakan jawaban yang hanya berisi jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan pada soal penelitian E-test dan S-test ini tidak jauh beda dengan pertanyaan psikologi yang telah masyarakat kenal saat ini.

Pertanyaanya pun sama, misalnya “Saya sangat menikmati saat bersama orang lain”, atau “ Saya tidak pernah melanggar hukum”, dan “Saya selalu menangis saat melihat sinetron sedih”. Hasil dari tes yang dilakukan oleh Cohen ini, akan menentukan seberapa dominan tingkat jenis kelamin otak manusia, apakah E atau S yang lebih dominan.

Dan hasil yang mengejutkan yang merupakan harapan dari kerja keras Cohen adalah, dari 320 mahasiswa di Universitas Cambridge yang dijadikannya objek penelitian, menunjukkan bahwa “Tidak ada hubungannya antara jenis kelamin fisik manusia dengan jenis kelamin otaknya”.  Jadi, bisa jadi orang laki-laki yang dengan badan  gagah, kekar, namun memiliki jenis kelamin otak perempuan.  Sementara orang wanita, memiliki jenis kelamin otak Laki-laki.

Dari puluhan tahun penelitian yang telah Cohen lakukan, kesimpulannya sangatlah sederhana namun sangat berguna terutama bagi kita sendiri dan juga anak-anak kita. Diakhir penelitian ini, Cohen hanya ingin mengatakan kepada manusia, agar memahami diri sendiri dan segala potensi yang ada pada dirinya. Hal ini berkaitan erat dalam upaya untuk menentukan profesi.

Kadang sebagai orang tua, banyak yang menilai profesi anak-anaknya hanya dari jenis kelamin fisik saja. jika perempuan, maka menjadi bidan, atau profesi yang menurut masyarakat layak disandangkan pada perempuan. Sementara laki-laki, ditujukan kepada pekerjaan yang bersifat macho, keras dan memiliki penuh tantangan. Padahal, menurut teori Cohen ini, kita tidak dapat menentukan akan jadi apa kita atau anak  kita, jika hanya melihat dari apa jenis kelamin fisiknya saja. karena sekali lagi, tidak ada kaitannya antara jenis kelamin fisik dan jenis kelamin otak manusia.

Untuk itulah, mari kita mencoba menimang dan mencari siapa jati diri kita. Dengan mengenali diri sendiri, maka kita tidak akan salah dalam menentukan apa profesi yang tepat bagi kita. Karena bagi Cohen “Tak ada yang lebih penting di dunia ini, ketimbang mengenal diri sendiri.”

Sumber, Tempo 18 Mei 2003 hal.93


0 komentar:

Posting Komentar