Jangan Bercerai-Berai Karena Perbedaan
Perbedaan memang tidak mungkin tidak terjadi, selama manusia terus berfikir. Maka perbedaan tersebut dapat menjadi sebuah rahmat, apabila dengan perbedaan tersebut, akan menumbuhkan rasa saling hormat-menghormati dan menghargai. Namun perbedaan akan menjadi adzab, apabila dalam diri kita tertanam sebuah virus bernama fanatic sempit.
Pelajaran Dari Romo Carolus
Charles Patrick Edwards Burrows,OMI adalah nama kecil sang peraih penghargaan tersebut. Ia adalah seorang Pastor di Paroki St Stephanus Cilacap. Setelah kedatangannya di Indonesia pada tahun 1973, ia tertarik untuk mengabdikan diri kepada masyarakat di Kampung Laut Kabupaten Cilacap.
Rintihku
Aku menatap dalam lara Kembali menitikkan air mata Ia tak berdosa Namun aku tega menjatuhkannya Butir putih itu Menghujam deras menghancurkan hidupku Remuk sudah hati menatap cahya Mu Yang terang, namun dihatiku kau gelap Tertutup nafsuku, egoisku, dan dosaku.
Tapak-Tapak Suci, Sebuah Kisah Perjalanan Pemuda Desa
“ Bukalah surat ini ketika kau berada di antara dua pulau, saat kau terombang ambing di tengah lautan, dan saat itu kau akan merasakan betapa aku menyayangimu”..
La Tahzan, Saudaraku!
La Tahzan, Saudaraku. Kecelakaan yang menimpa saudara kita penumpang Shukoi Superjet 100 memang sangatlah tragis. Kita semua bersedih. Namun jangan kita terlarut dalam kesedihan. Yakin bahwa Allah Tuhan Yang Maha Esa telah merencanakan hal dibalik itu semua.
Sabtu, 08 September 2012
Berjenis Kelamin Apakah Otak Kita?
Doa Penghuni Taman Cinta
Minggu, 02 September 2012
Jangan Tanya Kenapa, Karena Ini Cinta !
Apakah kalian percaya terhadap apa yang dikatakan Plato, Jhon Locke dan para pemikir lain yang hanya mempercayai akal semata?. Sumpah kawan, berhentilah mengagungkan akal kalian. Saat kalian bertemu dengan cinta, pasti akal kalian tak akan dapat menerimanya.
Ada orang yang nekat mengakhiri hidupnya karena cinta. Ada orang yang menjadi gila karena cinta. Orang menjadi alim karena cinta. Dan bahkan ada orang yang hidup kembali dari kematian karena cinta.
Apakah semua itu dapat diterima oleh akal?. Bagaimana orang yang bunuh diri karena cintanya tak terbalas. Padahal, ia dapat mencari cinta yang lain. Dan anehnya, hidupnya juga enak, tapi kenapa mereka memilih mati. Aokigahara, salah satu tempat di Jepang yang dikenal sebagai surganya para orang putus asa itu, sudah menceritakan padaku tentang betapa banyak nyawa yang melayang hanya karena cinta.
Masih belum percaya juga kau? Baiklah, terserah kalian sajalah. Mungkin waktu yang akan membuat kalian sadar jika cinta itu tak semudah apa yang dipikirkan orang. Ia kompleks, menyangkut banyak hal yang menjadi satu.
Hanya orang yang memiliki cinta, yang dapat memandang semua menjadi indah. Tak peduli segersang apapun tempat yang ia pandang, tetap saja indah. Lihat saja visualnya saat Ikal memandang kuku indah A Ling dalam film Laskar Pelangi. Toko kelontong bobrok milik A Miauw itu berubah menjadi taman bunga, dimana bunga-bunga indah bejatuhan dengan indanya. Itulah gambaran cinta kawan. Dapat kau logika darimana asal bunga-bunga itu?.
Itulah yang saat ini kurasakan, sebuah perasaan aneh tak karuan. Kadang marah, benci, rindu, semua bergejolak dalam jiwa. Dan kesemuanya itu tak dapat kulukiskan dalam kanvas dan kutulis dalam kertas. Semua hanya bisa kurasakan. Jujur saja, aku sendiri bingung dengan apa yang kurasakan saat ini.
Semua karena cinta, begitulah kata Joy Tobing berbicara. Dalam liriknya, ia mengungkapkan betapa hebat dan indahnya cinta itu. Cinta adalah segalanya, yang membuat semua makhluk tetap ada sampai saat ini. Katanya,
“Dan bila aku berdiri tegar sampai hari ini,
Bukan karna kuat dan hebatku
Semua karena cinta, semua karena cinta...
Tak mampu diriku dapat berdiri tegar, terima kasih cinta."
Yah,,,semua karena cinta. Adanya alam ini, karena cinta dari Sang Pencipta. Tanpa cinta kita tak mungkin ada. Alam dan seisinya tak akan ada tanpa cinta Tuhan. Kita juga tak akan ada tanpa cinta darinya. Selain itu, cinta antar sesama juga yang membuat kita tetap ada sampai saat ini. Tanpa cinta, kita pasti akan musnah, entah karena pertempuran atau pembunuhan lainnya.
Kawan, aku sedang jatuh cinta. Jangan kau anggap aku gila. Karena sesungguhnya kalian juga akan mejadi gila jika merasakan apa yang saat ini kurasa. Bagaimana tidak, disetiap saat, setiap waktu, dari sekian banyak memory otak yang bekerja, hanya wajahnya yang mampu kupikirkan. Hanya senyumnya yang selalu terngiang. Dan hanya keindahan yang selalu kurasa.
Sekali lagi jangan Tanya kenapa kawan!. Karena ini cinta. Walau katanya tak ada cinta yang tak berasalan, namun sampai sekarang aku selalu saja bingung dan pusing saat ditanya apa alas an dari semua itu. itu sudah. Jika masih saja kau belum puas dengan keteranganku, coba Tanya saja pada orang yang kini membuat aku menjadi seperti ini. Dialah Putri Tidurku.
Sabtu, 01 September 2012
Jejak Misterius Sang Mamon
Nasionalisme Kita Diujung Tanduk
Apa itu Nasionalisme? Seberapa pentingkah ia?. Lalu dengan apa kita membangkitkan rasa Nasionalisme tersebut? Apakah cukup dengan mengikuti upacara peringatan HUT Republik Indonesia, atau menghormati Sang Saka Merah Putih, atau khusyuk menyanyikan lagu Indonesia Raya?.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut saat ini memang sudah sepantasnya kembali diperdebatkan. Seiring semakin menipisnya-bahkan jika boleh mengatakan sudah menghilangnya- rasa Nasionalisme dari bangsa ini. Entah karena sudah bosan, atau juga pengaruh dari luar, yang membuat bangsa Indonesia mulai apatis terhadap paham yang luhur ini.
Secara etimologi, Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa; memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan. Sedangkan bentuk dari Nasionalisme tersebut juga bermacam-macam. Ada Nasionalisme berdasarkan kewarganegaraan, etnis, budaya dan sebagainya.
Menarik jika kita mencoba membicarakan Nasionalisme dimasa sekarang ini. Ketika paham ini mulai terkikis oleh paham lain seperti kapitalisme. Paham yang selalu mengkultuskan keuntungan dan kekayaan duniawi. Disadari atau tidak, demi kekayaan dan keuntungan, rasa Nasionalisme kita dapat tergadaikan.
Saat saya membaca sebuah artikel di Kompas (29/8/12) berjudul “Nasionalisme Kita”, saya mengerti bahwa rasa Nasionalisme bangsa ini sudah diambang punah. Tulisan seorang Guru Besar Universitas Indonesia bernama Sri Edi Swasono, menggambarkan betapa bangsa ini mulai kehilangan rasa Nasionalisme. Di awal tulisan itu, Sri mengemukakan pendapat seorang Doctor di bidang Ekonomi (yang namanya tidak disebutkan) mengatakan bahwa “ Apa itu Nasionalisme, kuno itu, masukin aja ke saku….”. Mengapa Sri gerah, karena Doktor tersebut kini menjabat di bidang yang sangat rentan tentang Nasionalisme di negeri ini.
Doktor itu mungkin menafikkan betapa pentingnya kehadiran Nasionalisme dalam segala bidang. Ho Chi Minh, Bapak Bangsa Vietnam mengatakan bahwa bangsa Vietnam dapat memenangkan perang bukan karena bom Atom, Nuklir atau senjata pembasmi lainnya, namun mereka memiliki Nasionalisme yang tinggi. Katanya “Kami pasti menang perang, karena kami memiliki senjata rahasia. Senjata rahasia itu adalah Nasionalisme”.
Dilain pihak, makna pentingnya Nasionalisme juga dikemukakan oleh Ian Lustic, seorang tokoh politik antar bangsa yang mengatakan bahwa “Nasionalisme merupakan kekuatan pembangunan yang tidak ada tandingannya di dunia masa kini”.
Terkikisnya Nasionalisme, Hancurnya Bangsa
Bangsa ini, meskipun terlahir di tanah air Indonesia, bertumpah darah satu, berbahasa satu, namun bukanlah “pemilik” resmi negeri ini. Bangsa Indonesia tidak bisa To be the master in this own home land, yang artinya kurang lebih menjadi tuan di negeri sendiri. Bangsa ini disadari atau tidak, kini hanya menjadi master of ceremony yang hanya menyambut dan membiarkan “tamu-tamu” dari asing berdatangan serta menghormatinya. Parahnya, “tamu-tamu” itu kini mendominasi seluruh kekayaan yang ada di Negara ini. Namun kita hanya diam.
Contoh kecil hilangnya rasa Nasionalisme kita, kita sering bangga makan di MC Donald, KFC, sementara malas dan sungkan untuk makan makanan tradisional seperti pecel, gado-gado, soto dan lain sebagainya. Kita sering menyesaki mall, plaza dan toko waralaba lain, sementara enggan berbelanja di pasar. Dan kita bangga jika memakai produk-produk impor, dan merasa malu serta tidak percaya diri jika memakai produk dalam negeri.
Menumbuhkan kembali rasa Nasionalisme harus secepatnya dilakukan. Keteladanan adalah faktor utama untuk menumbuhkan semangat cinta tanah air seluruh rakyat Indonesia. Komponen bangsa yang harus memberikan contoh adalah para aparat negara, baik dari komponen legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Seluruh komponen ini didukung penuh oleh pemimpin bangsanya, mulai dari gaya hidup keseharian, sinkronisasi antara ucapan dan tindakan, berperilaku dalam berbangsa dan bernegara, menjalankan roda pemerintahan yang baik, dan seterusnya.
Dalam hal mencintai tanah air, seorang pemimpin harus mendahulukan kepentingan bangsa dan negaranya di atas kepentingan asing. Saat ini banyak pihak asing yang ingin menguasai harta dan kekayaan Negara melalui system penjajahan yang elegan. Dengan kekuatan ekonomi yang ditunjang dengan kekuatan konsep Kapitalisme yang disebar melalui media yang mapan dan canggih, pihak asing telah merangsak dan merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia kita ini.
Anehnya, bangsa ini seolah terlena dengan penjajahan yang telah dilakukan oleh pihak asing selama bertahun-tahun ini. Mungkin benar apa kata orang Barat, yang menganggap bahwa bangsa kita adalah bangsa terlembek di bumi, kulinya bangsa bangsa lain. Anggapan ini bisa benar, bisa juga salah. Dan sebenarnya, anggapan tersebut tidak pantas diterapkan kepada bangsa ini. Jika kita mencoba menelusuri sejarah, bahwa dengan berapi-api dan semangat Nasionalisme tinggi, Bung Hatta pernah berpidato di depan pengadilan tinggi Den Haag. Saat itu dengan lantang Bung Hatta mengatakan bahwa “Lebih baik Indonesia tenggelam di dasar laut, daripada jadi embel-embel bangsa lain”.
Sungguh ironis, para pahlawan kita yang gagah berani memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan bangsa asing dengan rasa Nasionalisme tinggi, kini menangis melihat kemerdekaan yang telah mereka perjuangkan sia-sia. Disadari atau tidak, Nasionalismelah yang telah memerdekakan Indonesia dari penjajahan bersifat fisik pada zaman dahulu. Dan sekarang, yakinlah bahwa di masa penjajahan kaum Kapitalis ini, kita akan dapat memenangkan perang modern ini hanya dengan rasa Nasionalisme yang tinggi.