Jangan Bercerai-Berai Karena Perbedaan
Perbedaan memang tidak mungkin tidak terjadi, selama manusia terus berfikir. Maka perbedaan tersebut dapat menjadi sebuah rahmat, apabila dengan perbedaan tersebut, akan menumbuhkan rasa saling hormat-menghormati dan menghargai. Namun perbedaan akan menjadi adzab, apabila dalam diri kita tertanam sebuah virus bernama fanatic sempit.
Pelajaran Dari Romo Carolus
Charles Patrick Edwards Burrows,OMI adalah nama kecil sang peraih penghargaan tersebut. Ia adalah seorang Pastor di Paroki St Stephanus Cilacap. Setelah kedatangannya di Indonesia pada tahun 1973, ia tertarik untuk mengabdikan diri kepada masyarakat di Kampung Laut Kabupaten Cilacap.
Rintihku
Aku menatap dalam lara Kembali menitikkan air mata Ia tak berdosa Namun aku tega menjatuhkannya Butir putih itu Menghujam deras menghancurkan hidupku Remuk sudah hati menatap cahya Mu Yang terang, namun dihatiku kau gelap Tertutup nafsuku, egoisku, dan dosaku.
Tapak-Tapak Suci, Sebuah Kisah Perjalanan Pemuda Desa
“ Bukalah surat ini ketika kau berada di antara dua pulau, saat kau terombang ambing di tengah lautan, dan saat itu kau akan merasakan betapa aku menyayangimu”..
La Tahzan, Saudaraku!
La Tahzan, Saudaraku. Kecelakaan yang menimpa saudara kita penumpang Shukoi Superjet 100 memang sangatlah tragis. Kita semua bersedih. Namun jangan kita terlarut dalam kesedihan. Yakin bahwa Allah Tuhan Yang Maha Esa telah merencanakan hal dibalik itu semua.
Sabtu, 01 September 2012
Jejak Misterius Sang Mamon
Nasionalisme Kita Diujung Tanduk
Apa itu Nasionalisme? Seberapa pentingkah ia?. Lalu dengan apa kita membangkitkan rasa Nasionalisme tersebut? Apakah cukup dengan mengikuti upacara peringatan HUT Republik Indonesia, atau menghormati Sang Saka Merah Putih, atau khusyuk menyanyikan lagu Indonesia Raya?.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut saat ini memang sudah sepantasnya kembali diperdebatkan. Seiring semakin menipisnya-bahkan jika boleh mengatakan sudah menghilangnya- rasa Nasionalisme dari bangsa ini. Entah karena sudah bosan, atau juga pengaruh dari luar, yang membuat bangsa Indonesia mulai apatis terhadap paham yang luhur ini.
Secara etimologi, Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa; memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan. Sedangkan bentuk dari Nasionalisme tersebut juga bermacam-macam. Ada Nasionalisme berdasarkan kewarganegaraan, etnis, budaya dan sebagainya.
Menarik jika kita mencoba membicarakan Nasionalisme dimasa sekarang ini. Ketika paham ini mulai terkikis oleh paham lain seperti kapitalisme. Paham yang selalu mengkultuskan keuntungan dan kekayaan duniawi. Disadari atau tidak, demi kekayaan dan keuntungan, rasa Nasionalisme kita dapat tergadaikan.
Saat saya membaca sebuah artikel di Kompas (29/8/12) berjudul “Nasionalisme Kita”, saya mengerti bahwa rasa Nasionalisme bangsa ini sudah diambang punah. Tulisan seorang Guru Besar Universitas Indonesia bernama Sri Edi Swasono, menggambarkan betapa bangsa ini mulai kehilangan rasa Nasionalisme. Di awal tulisan itu, Sri mengemukakan pendapat seorang Doctor di bidang Ekonomi (yang namanya tidak disebutkan) mengatakan bahwa “ Apa itu Nasionalisme, kuno itu, masukin aja ke saku….”. Mengapa Sri gerah, karena Doktor tersebut kini menjabat di bidang yang sangat rentan tentang Nasionalisme di negeri ini.
Doktor itu mungkin menafikkan betapa pentingnya kehadiran Nasionalisme dalam segala bidang. Ho Chi Minh, Bapak Bangsa Vietnam mengatakan bahwa bangsa Vietnam dapat memenangkan perang bukan karena bom Atom, Nuklir atau senjata pembasmi lainnya, namun mereka memiliki Nasionalisme yang tinggi. Katanya “Kami pasti menang perang, karena kami memiliki senjata rahasia. Senjata rahasia itu adalah Nasionalisme”.
Dilain pihak, makna pentingnya Nasionalisme juga dikemukakan oleh Ian Lustic, seorang tokoh politik antar bangsa yang mengatakan bahwa “Nasionalisme merupakan kekuatan pembangunan yang tidak ada tandingannya di dunia masa kini”.
Terkikisnya Nasionalisme, Hancurnya Bangsa
Bangsa ini, meskipun terlahir di tanah air Indonesia, bertumpah darah satu, berbahasa satu, namun bukanlah “pemilik” resmi negeri ini. Bangsa Indonesia tidak bisa To be the master in this own home land, yang artinya kurang lebih menjadi tuan di negeri sendiri. Bangsa ini disadari atau tidak, kini hanya menjadi master of ceremony yang hanya menyambut dan membiarkan “tamu-tamu” dari asing berdatangan serta menghormatinya. Parahnya, “tamu-tamu” itu kini mendominasi seluruh kekayaan yang ada di Negara ini. Namun kita hanya diam.
Contoh kecil hilangnya rasa Nasionalisme kita, kita sering bangga makan di MC Donald, KFC, sementara malas dan sungkan untuk makan makanan tradisional seperti pecel, gado-gado, soto dan lain sebagainya. Kita sering menyesaki mall, plaza dan toko waralaba lain, sementara enggan berbelanja di pasar. Dan kita bangga jika memakai produk-produk impor, dan merasa malu serta tidak percaya diri jika memakai produk dalam negeri.
Menumbuhkan kembali rasa Nasionalisme harus secepatnya dilakukan. Keteladanan adalah faktor utama untuk menumbuhkan semangat cinta tanah air seluruh rakyat Indonesia. Komponen bangsa yang harus memberikan contoh adalah para aparat negara, baik dari komponen legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Seluruh komponen ini didukung penuh oleh pemimpin bangsanya, mulai dari gaya hidup keseharian, sinkronisasi antara ucapan dan tindakan, berperilaku dalam berbangsa dan bernegara, menjalankan roda pemerintahan yang baik, dan seterusnya.
Dalam hal mencintai tanah air, seorang pemimpin harus mendahulukan kepentingan bangsa dan negaranya di atas kepentingan asing. Saat ini banyak pihak asing yang ingin menguasai harta dan kekayaan Negara melalui system penjajahan yang elegan. Dengan kekuatan ekonomi yang ditunjang dengan kekuatan konsep Kapitalisme yang disebar melalui media yang mapan dan canggih, pihak asing telah merangsak dan merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia kita ini.
Anehnya, bangsa ini seolah terlena dengan penjajahan yang telah dilakukan oleh pihak asing selama bertahun-tahun ini. Mungkin benar apa kata orang Barat, yang menganggap bahwa bangsa kita adalah bangsa terlembek di bumi, kulinya bangsa bangsa lain. Anggapan ini bisa benar, bisa juga salah. Dan sebenarnya, anggapan tersebut tidak pantas diterapkan kepada bangsa ini. Jika kita mencoba menelusuri sejarah, bahwa dengan berapi-api dan semangat Nasionalisme tinggi, Bung Hatta pernah berpidato di depan pengadilan tinggi Den Haag. Saat itu dengan lantang Bung Hatta mengatakan bahwa “Lebih baik Indonesia tenggelam di dasar laut, daripada jadi embel-embel bangsa lain”.
Sungguh ironis, para pahlawan kita yang gagah berani memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan bangsa asing dengan rasa Nasionalisme tinggi, kini menangis melihat kemerdekaan yang telah mereka perjuangkan sia-sia. Disadari atau tidak, Nasionalismelah yang telah memerdekakan Indonesia dari penjajahan bersifat fisik pada zaman dahulu. Dan sekarang, yakinlah bahwa di masa penjajahan kaum Kapitalis ini, kita akan dapat memenangkan perang modern ini hanya dengan rasa Nasionalisme yang tinggi.
Senin, 27 Agustus 2012
Catatan Dari Menggala
Kuawali kisah ini kawan, saat aku duduk tersimpuh di depan orang tuaku. Tak banyak yang mereka katakan padaku, karena aku sudah tahu apa yang ingin mereka katakan. Kulihat Ibu duduk termenung memandang tumpukan kayu yang mulai habis dimakan rayap. Kayu-kayu itu adalah bahan baku untuk mendirikan rumah kami, yang sampai saat ini belum jua pindah dari tempatnya. Seharusnya, kayu-kayu itu sudah berubah menjadi tiang penyangga rumah kami, ataupun menjadi ornamen-ornamen indah penghias istana kami.
Sementara ayahku, hanya diam membisu. Seolah dia tidak mau pusing. Walau aku tahu, ia juga sudah sangat capek dengan keadaan seperti ini. Namun ia mencoba tak memperlihatkan padaku, walau aku tahu semuanya dengan jelas.
Tak jauh dari tempat ayahku duduk, kulihat adik-adikku duduk bersama. Sambil memegang buku yang telah usang, mereka mencoba melafalkan kata demi kata dari buku itu. Meski pandangan yang buram karena hanya di terangi oleh cahaya lampu minyak tanah. Tak ada listrik dirumah kami, namun semangat mereka membuat aku semakin terharu.
Tuhan!!! sampai kapan aku harus memandang keadaan seperti ini?.....
Aku selalu saja menjerit sekuat tenaga, sambil terkadang meneteskan air mata. Serasa beban semua keluarga ini bergantung padaku. Sementara aku tak dapat memberikan apa-apa. Harapan itu musnah, impian tinggi itu kian samar. Aku hancur.
Sementara aku tak dapat berbuat apa-apa. Ingin sekali berlari, dan menghindar dari semua ini. Beban ini terasa berat. Namun mereka pasti akan tambah kecewa jika aku berlari. Lalu siapa lagi yang akan mereka banggakan?. Dengan pendidikan tinggi yang telah kuraih, setidaknya ada sedikit kebanggaan dari diri mereka, bahwa aku kini menjadi orang yang sukses, meski bukan materi. Namun lagi-lagi, semua itu membuat beban hidupku semakin berat.
Dalam diam,,,kudengar suara adzan di masjid, disusul bunyi lonceng di Gereja, juga Asap dupa yang semerbak mewangi menusuk hidungku. Tanpa kusadari aku lunglai tak berdaya. Suara dan aroma yang ditimbulkan oleh mereka, mencoba menyadarkanku. Membawaku kepada pemandangan yang aneh tapi nyata. Tentang seekor Cicak yang sedang mencari makan. Cicak tidak punya sayap, dia tidak dapat terbang, sementara semua makanan yang ia makan memiliki sayap. Namun mengapa ia dapat makan? mengapa mereka tidak kelaparan?..
Itulah bukti kebesaran Tuhan,,Allah yang maha kuasa. Ia tak akan pernah meninggalkan dan membiarkan makhluknya hidup sendiri dalam kesusahan. Setiap ciptaannya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hanya saja tinggal bagaimana kita mencoba mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. bukankah ia sudah bersabda, bahwa barang siapa mensyukuri nikmatku, maka akan kutambahkan nikmat kepadanya, dan barangsiapa yang kufur akan nikmatku,,niscaya siksaku amat pedih.
Aku menangis dalam doa,,dalam penyesalan.
Betapa sombong dan angkuh diri ini,,,
Maafkan aku Tuhan,,
Berikan kemudahan kepada hambamu,
Itu sudah.
*catatan dari Menggala, 1433 H
Senin, 06 Agustus 2012
Sajak Untuk Putri Tidurku
Cinta rindu dan Cinta karena Engkau layak dicinta,
Dengan Cinta rindu,
kusibukan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,
Dan bukan selain-Mu.
Sedangkan Cinta karena Engkau layak dicinta,
di sanalah Kau menyingkap hijab-Mu,
agar aku dapat memandangmu”
orang yang tak pernah menyatakan cinta
kepadamu, karena takut kau berpaling dan
memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tak kau sadari
Kamis, 02 Agustus 2012
Opera Sabun di Olimpiade London