Senin, 27 Agustus 2012

Catatan Dari Menggala

Semua serba salah. Entah mengapa setiap aku mendengar keluhnya, aku selalu ingin menjerit. Ingin kuhempaskan semua beban di dada ini, dan berlari secepat angin. Pergi meninggalkan semuanya, dan berlari terus mencari cahaya yang sampai saat ini tak jua kutemukan. Aku sudah lelah.

Kuawali kisah ini kawan, saat aku duduk tersimpuh di depan orang tuaku. Tak banyak yang mereka katakan padaku, karena aku sudah tahu apa yang ingin mereka katakan. Kulihat Ibu duduk termenung memandang tumpukan kayu yang mulai habis dimakan rayap. Kayu-kayu itu adalah bahan baku untuk mendirikan rumah kami, yang sampai saat ini belum jua pindah dari tempatnya. Seharusnya, kayu-kayu itu sudah berubah menjadi tiang penyangga rumah kami, ataupun menjadi ornamen-ornamen indah penghias istana kami.

Sementara ayahku, hanya diam membisu. Seolah dia tidak mau pusing. Walau aku tahu, ia juga sudah sangat capek dengan keadaan seperti ini. Namun ia mencoba tak memperlihatkan padaku, walau aku tahu semuanya dengan jelas.

Tak jauh dari tempat ayahku duduk, kulihat adik-adikku duduk bersama. Sambil memegang buku yang telah usang, mereka mencoba melafalkan kata demi kata dari buku itu. Meski pandangan yang buram karena hanya di terangi oleh cahaya lampu minyak tanah. Tak ada listrik dirumah kami, namun semangat mereka membuat aku semakin terharu.

Tuhan!!! sampai kapan aku harus memandang keadaan seperti ini?.....


Aku selalu saja menjerit sekuat tenaga, sambil terkadang meneteskan air mata. Serasa beban semua keluarga ini bergantung padaku. Sementara aku tak dapat memberikan apa-apa. Harapan itu musnah, impian tinggi itu kian samar. Aku hancur.

Sementara aku tak dapat berbuat apa-apa. Ingin sekali berlari, dan menghindar dari semua ini. Beban ini terasa berat. Namun mereka pasti akan tambah kecewa jika aku berlari. Lalu siapa lagi yang akan mereka banggakan?. Dengan pendidikan tinggi yang telah kuraih, setidaknya ada sedikit kebanggaan dari diri mereka, bahwa aku kini menjadi orang yang sukses, meski bukan materi. Namun lagi-lagi, semua itu membuat beban hidupku semakin berat.

Dalam diam,,,kudengar suara adzan di masjid, disusul bunyi lonceng di Gereja, juga Asap dupa yang semerbak mewangi menusuk hidungku. Tanpa kusadari aku lunglai tak berdaya. Suara dan aroma yang ditimbulkan oleh mereka, mencoba menyadarkanku. Membawaku kepada pemandangan yang aneh tapi nyata. Tentang seekor Cicak yang sedang mencari makan. Cicak tidak punya sayap, dia tidak dapat terbang, sementara semua makanan yang ia makan memiliki sayap. Namun mengapa ia dapat makan? mengapa mereka tidak kelaparan?..

Itulah bukti kebesaran Tuhan,,Allah yang maha kuasa. Ia tak akan pernah meninggalkan dan membiarkan makhluknya hidup sendiri dalam kesusahan. Setiap ciptaannya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hanya saja tinggal bagaimana kita mencoba mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. bukankah ia sudah bersabda, bahwa barang siapa mensyukuri nikmatku, maka akan kutambahkan nikmat kepadanya, dan barangsiapa yang kufur akan nikmatku,,niscaya siksaku amat pedih.


Aku menangis dalam doa,,dalam penyesalan.
Betapa sombong dan angkuh diri ini,,,
Maafkan aku Tuhan,,
Berikan kemudahan kepada hambamu,
Itu sudah.


*catatan dari Menggala, 1433 H


0 komentar:

Posting Komentar