Jangan Bercerai-Berai Karena Perbedaan

Perbedaan memang tidak mungkin tidak terjadi, selama manusia terus berfikir. Maka perbedaan tersebut dapat menjadi sebuah rahmat, apabila dengan perbedaan tersebut, akan menumbuhkan rasa saling hormat-menghormati dan menghargai. Namun perbedaan akan menjadi adzab, apabila dalam diri kita tertanam sebuah virus bernama fanatic sempit.

Pelajaran Dari Romo Carolus

Charles Patrick Edwards Burrows,OMI adalah nama kecil sang peraih penghargaan tersebut. Ia adalah seorang Pastor di Paroki St Stephanus Cilacap. Setelah kedatangannya di Indonesia pada tahun 1973, ia tertarik untuk mengabdikan diri kepada masyarakat di Kampung Laut Kabupaten Cilacap.

Rintihku

Aku menatap dalam lara Kembali menitikkan air mata Ia tak berdosa Namun aku tega menjatuhkannya Butir putih itu Menghujam deras menghancurkan hidupku Remuk sudah hati menatap cahya Mu Yang terang, namun dihatiku kau gelap Tertutup nafsuku, egoisku, dan dosaku.

Tapak-Tapak Suci, Sebuah Kisah Perjalanan Pemuda Desa

“ Bukalah surat ini ketika kau berada di antara dua pulau, saat kau terombang ambing di tengah lautan, dan saat itu kau akan merasakan betapa aku menyayangimu”..

La Tahzan, Saudaraku!

La Tahzan, Saudaraku. Kecelakaan yang menimpa saudara kita penumpang Shukoi Superjet 100 memang sangatlah tragis. Kita semua bersedih. Namun jangan kita terlarut dalam kesedihan. Yakin bahwa Allah Tuhan Yang Maha Esa telah merencanakan hal dibalik itu semua.

Rabu, 07 November 2012

Andai Saya SBY

Di tengah tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, muncul kasus baru yang menambah murka rakyat ini. Kasus dimana saya akan mempertimbangkan kembali pencabutan grasi yang telah diberikannya kepada gembong narkoba Meirika Franola alias Ola.

Seperti yang diketahui beberapa waktu lalu, bahwa saya yang dengan kewenangan khusus telah memberikan grasi kepada terpidana mati gembong narkoba Meirika Franola alias Ola. Grasi tersebut saya berikan demi penegakan Hak Asasi Manusia dan juga pertimbangan politik lainnya. Tepat pada 26 September 2011 yang lalu, saya memberikan grasi kepada Ola karena saya menduga ia hanya sebagai kurir. Saya kok sepertinya kasihan dan menganggap hukuman mati yang harus dijalaninya tidak pantas. Dan akhirnya saya memberikan pengampunan, sehingga hukuman mati yang diterimanya menjadi hukuman pidana penjara seumur hidup.

Namun kali ini, Grasi yang saya berikan kepada Ola, bak boomerang yang kembali menyerang saya. Seperti yang diberitakan oleh beberapa media, bahwa  Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap seseorang yang kedapatan membawa sabu-sabu seberat 775 gram di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat pada tanggal 4 Oktober lalu. Pemilik narkoba tersebut, Nur Aisyah mengaku membawa sabu-sabu dari India atas perintah Meirika Franola alias Ola. Padahal, Ola masih berada di rumah tahanan Pondok Bambu.

Kali ini, Saya benar-benar mati kutu. Pemberian grasi kepada gembong narkotika yang awalnya dikecam oleh masyarakat, terbukti salah. Alih-alih memberikan pengampunan agar yang bersangkutan berubah menjadi lebih baik, malah semakin gencar melakukan aksinya. Meski ia sekarang masih meringkuk di dalam sel, namun mampu melakukan bisnis terlarangnya dari balik jeruji besi.

Sebuah Dilema

Saat ini saya sedang pusing tujuh keliling. Problem Kali ini bukan masalah sepele, namun mengenai harga diri dan kehormatan saya sebagai Presiden.  Saya tidak mau dianggap plin-plan dan tidak gentle. Saya juga tidak mau dianggap menjilat lidah sendiri. Saya harus segera  bertindak dan segera mengambil keputusan, meski saya tahu, semua keputusan yang kelak saya ambil mengandung resiko yang berat.

Dulu, saat saya mendengar dari beberapa penasehat saya,  agar memberikan grasi kepada Ola dan beberapa gembong narkotika berpasport asing. Ini saya lakukan, demi kebaikan bersama. Selain hubungan bilateral antara Negara kita dengan Negara para terpidana tersebut, juga demi menegakkan hak asasi manusia.  Dengan pemberian grasi, saya berharap jika ada warga Negara saya yang apabila tersangkut hokum di Negara lain, juga akan diberikan pengampunan yang sama.

Meski pro dan kontra terhadap keputusan saya, pemberian grasi itu tetap saya lakukan. Namun Ola telah mencoreng kebaikan yang saya berikan dengan malu yang sangat. Bukannya berterimakasih dan mencoba memperbaiki dirinya, malah membuat saya murka. Saya menyesal telah memberikan pengampunan kepadanya.

Saya mempertimbangkan untuk mencabut grasi kepada yang bersangkutan. Dan pertimbangan untuk pencabutan itu sangat-sangat besar kemungkinannya saya lakukan. Karena Ola tidak menunjukkan itikad baik untuk berubah. Kasus ditangkapnya Nur Aisyah yang mengaku kurir Ola, membuat saya murka. Dia yang sekarang masih meringkuk dalam penjara, masih juga melakukan kejahatannya.

Namun, mencabut grasi tidak semudah mencabut rumput dari halaman. Belum juga saya mencabut secara resmi grasi terhadap Ola, para pakar dan juga masyarakat sudah mengecam saya. Seolah saya tidak gentle, plin-plan, tidak tegas sebagai seorang pemimpin.  Selain itu, mereka semakin tertawa lebar karena merayakan kemenangannya yang berhasil membuktikan kesalahan saya dalam mengambil keputusan pemberian grasi tersebut.

Saya sangat malu saat ini, namun mengedepankan malu bukanlah hal yang harus saya kedepankan. Saya harus segera meminta maaf kepada rakyat Indonesia bahwa keputusan saya memberikan grasi kepada gembong narkotika kelas dunia telah salah. Dan saya akan mencabut grasi yang telah saya berikan kepada Ola. Saya rasa itu hal yang tepat. Meski banyak orang yang mengatakan bahwa saya plin-plan dan bahkan menciderai proses hokum di Negara ini.

Saya tahu, bahwa jika menaati secara konsekuen dan konsisten, maka langkah saya mencabut grasi adalah hal yang salah. Karena grasi yang telah saya berikan, tidak bisa dicabut lagi. Meski dalam tatanan hukum formal tidak ada larangan pencabutan grasi, pencabutan grasi yang saya lakukan dapat melanggar konvensi dan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Banyak pendapat yang sebenarnya dapat saya pertimbangkan, salah satunya dari sahabat saya yang juga pakar hukum tata Negara, Jimly Asshiddiqie. Ia telah memberikan opininya agar saya tidak mencabut grasi saya. Yang harus saya lakukan adalah membuat kasus pidana baru dengan ancaman hukuman baru yang lebih berat lagi. Bahkan katanya, kalau perlu dengan pidana hukuman mati. Sepertinya, saya harus mendengarkan usulan dari sahabat saya itu, karena tak ada hal lain yang dapat saya lakukan.

Selain itu, saya juga akan segera meminta maaf kepada bangsa dan Negara ini karena kesalahan saya. Saya akan mengakui dengan setulus hati, bahwa saya melakukan kesalahan yang sangat fatal. Kasus ini, akan saya jadikan pelajaran ke depan, agar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, termasuk pemberian grasi.

Saya tidak ingin dianggap orang gagal dalam memimpin negeri ini. Masih ada sedikit waktu buat saya untuk memperbaiki semuanya. Sebelum saya harus meninggalkan kursi yang kini saya duduki. Walaupun banyak pihak yang merasa tidak puas dan menganggap saya telah gagal, namun saya tidak akan marah. Karena mungkin itulah kemampuan saya, dan satu hal yang saya yakini, bahwa selama memimpin negeri ini, saya hanya ingin melakukan yang terbaik. Itu saja.

Selasa, 06 November 2012

Karena Sakit Hati, Kami Dipersatukan

Inilah alasan mengapa aku sangat membenci malam akhir-akhir ini. Malam kini berubah menjadi sesosok yang mengerikan untuk aku lalui. Namun kehadirannya tak pelak aku tolak. Ia selalu hadir dalam kehidupanku. Nanti akan aku ceritakan mengapa aku begitu takut malam kawan.

Dalam hidupku, sebelum kejadian ini, tak ada yang aku takuti kecuali siksa Tuhan. Azab yang sering aku dengar dari guru ngaji ataupun cerita dari komik itu, selalu saja membuat aku ketakutan. Mungkin karena itulah yang membuat aku selalu tekun beribadah. Karena ketakutanku itulah, aku menjalani rutinitas spritualku sehari-hari.

Beranjak dewasa, aku mulai mengerti, bahwa hidup ini sebuah anugerah. Ketakutanku yang melandasi ibadah, berubah orientasi menjadi bentuk syukur. Syukur terhadap segala yang Ia berikan selama ini. Keluarga, sahabat, kesehatan, rizki dan segalanya.

Perlahan rasa takut akan siksa Tuhanku tergantikan. Mulai saat itu, tak ada lagi yang aku takuti. Hingga tiba saat ini. Dimana kegelapan dan keheningan malam membuat aku merinding. Ketakutan akut melanda saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat.

*****
Ku tatap mata itu, seperti ada sesuatu yang ingin terucap. Namun bulir air mata yang menetes menutup katup pita suara, sehingga tak terdengar sepatah katapun darinya. Aku hanya bisa terdiam, karena akupun tak tahu apa yang dapat aku perbuat. Aku bagai katak dalam tempurung, burung tanpa sayap, yang tak dapat berbuat apa-apa kecuali diam. Diam merenungi nasib yang terjadi saat ini.

Entah mengapa, saat ini hanya ada sepi. Canda tawa kami yang biasa kami lewati saat bersama hilang. Pandangan mataku tak dapat lepas dari jari manisnya. Seperti tak percaya saat sebuah cincin terselip di sana. Cincin itu bukan pemberianku, entah siapa yang berani memasangkan cincin itu di sana. Padahal aku tahu, hanya aku yang pantas untuk menyematkan di jari manisnya.

“Maafkan aku, aku tak dapat menolak semua ini” ujarnya lirih.

Nafasku tersengal, dadaku berdegup kencang, dan dunia ini terasa hampa. Aku bagai terbang melayang di sebuah dunia antah berantah. Kosong,,semua kosong.

Ia menangis di pelukanku. Namun aku tak berdaya melakukan apa-apa. Semua mimpiku hancur, cita-citaku yang dulu kurajut bersamanya hilang. Tak ada yang dapat aku lakukan saat itu.
Lama sekali tak ada suara, hingga entah apa yang membuat aku dapat mengatakan kata-kata itu,

“Sudahlah, semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Begitu juga orang tuamu. Kita mungkin belum ditakdirkan untuk berjodoh. “ kataku lirih.

“Sekarang, cobalah untuk mencintainya, seperti kau mencintaiku” . itulah kata terakhirku padanya.

******
Lama waktu berselang, dan mulai hari itu, aku menjadi limbung. Tak ada yang dapat aku lakukan kecuali meratapi kenyataan ini. Bahwa aku harus berpisah dari seseorang yang aku cinta selama lima tahun ini. Aku menyesal tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan dirinya dari kutukan Siti Nurbaya. Aku tahu ia tak mungkin bahagia dengan perjodohan itu. Dan aku ingin sekali membawa ia lari, lari meninggalkan semua ini dan menjalani hidup berdua seperti yang dulu kami impikan. Hingga semua pandangan itu berubah saat aku tahu, bahwa ia tidak dijodohkan melainkan atas kemauannya sendiri.

“ Kata siapa dia dijodohkan, dan kata siapa dia tak mengenal calon suaminya. Bohong!... mereka udah lama menjalin hubungan dik?” kata seorang teman.

Siapa yang tidak terkejut mendengar cerita itu, aku lunglai tak berdaya saat mendengar semua itu. Sontak saat itu pula aku memutuskan untuk mengakhiri semua ini. Menghapus semua harapan. Satu hal, orang yang selama ini aku cinta, ternyata telah berkhianat. Selain itu, ia mempermainkan aku dengan cerita bohong dan dibumbui dengan air mata buaya.

“Bangsaaaattttt!!! “

Aku tak habis pikir, setelah semua yang ku berikan kepadanya, sementara ini balasan yang ia berikan kepadaku. Aku mencintai sepenuh hati tanpa pamrih, namun ia menelantarkan diriku. Dan yang lebih parah lagi, ia selingkuh dibelakangku dengan orang lain  yang kini akan menjadi suaminya.

Kemarahanku memuncak, aku hapus semua yang berkaitan dengannya. Semua kenangan yang pernah ada, aku bakar dengan penuh emosi. Tak ada yang tersisa. Setelah itu, ku blokir ia dari pertemanan jejaring sosialku. Lalu aku berjanji tak akan sudi menemuinya lagi. Aku kirim pesan kepadanya dengan bahasa kasar dan sadis. Kuungkapkan kemarahanku lewat pesan itu dan berharap dia tidak akan pernah muncul di hadapanku lagi.

Sampai suatu saat, ia dating menemuiku seolah tak ada dosa. dalam hati bertanya, mengapa ia masih berani menemuiku? . Lalu aku tahu, bahwa ia tak menerima pesan dariku. Sedikitpun tak ada lagi empati kepadanya. Ku ajak ia makan, karena tak mungkin aku luapkan emosiku di depan teman-teman kantor.

Tak ada sepatah katapun aku ucapkan, sementara dirinya asyik menceritakan kegiatan yang baru saja ia lalui. Aku hanya diam, sambil menyantap makanan di depanku dengan penuh emosi. Hingga mungkin ia menyadari keanehan yang ada pada diriku.

“Kamu kenapa?” Tanyanya mulai curiga.

Aku hanya bergeming. Ku kunyah nasi yang masih bergumul di mulutku. Ku telan dengan cepat. Aku tak merasakan manis, asin, ataupun rasa yang biasanya. Makanan ini tak berasa. Entah memang ia tak berasa atau memang pikiranku yang sedang tak berasa.

Ku tatap mata itu penuh emosi. Darahku mendidih sampai ubun-ubun. Ia heran menatapku. Aku sudah bukan diriku lagi. Ku banting sendok di atas piring, sementara ia ketakutan melihat sikapku.

“Salahku apa?” kuawali ucapanku.
“Apa yang telah aku perbuat sama kamu, hingga kamu tega membuat aku seperti ini?” bentakku.

Ia hanya terdiam. Kulihat ia sangat ketakutan. Namun aku sudah di luar kendali. Emosiku sudah teramat meledak.

“ Asal kamu tahu, saat ini yang ada di pikiranku. Aku ingin membunuhmu”.

Ia semakin ketakutan dan tak menyangka aku mengeluarkan kata-kata itu. Kulihat air mata menetes dari matanya.

“Usah kau menangis, karena aku tahu air mata itu, air mata buaya”. Bentak ku
“ Tega sekali kamu mengatakan itu?” katanya sambil terisak
“ Apa? Tega? Siapa yang lebih tega, kamu apa aku. Rasanya kamu adalah orang yang paling tega, kamu udah buat aku hancur. Terimakasih. Maaf aku tidak akan pernah memaafkanmu. Pergi dari hidupku. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku.” Kataku sambil meninggalkannya.

***********
Lama sekali aku terpuruk. Semua terasa gelap. Masa depanku, hidupku, bahkan hari-hari yang kulalui seolah gelap. Tak ada keinginan, tak ada harapan. Aku benar-benar terpuruk.

Untung aku berada dalam lingkungan yang benar. Teman-temanku semua menghiburku, memberi motivasi untuk ku agar aku lekas bangkit. Namun aku belum bisa melakukannya. Bagiku aku benar-benar sudah habis.

Suatu malam, malam yang gelap dan sunyi. Seperti biasanya, aku tak juga dapat tidur. Emosiku meledak saat aku teringat kepadanya. Kepala terasa berat, sementara nafas tersengal-sengal. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Sampai seorang sahabat menelphonku malam itu.

“ Lagi apa bro?” Tanya Anto
“Bro, kesini, tolongin aku” ujarku masih dalam keadaan tersengal.

Dia yang sudah tahu keadaanku langsung menutup telphon dan meluncur ke kosan. Sesampainya ku ajak ia pergi.

“Mau kemana kita” tanyanya
“Aku ingin ke Pantai”
“Gila, ini sudah jam berapa?” tanyanya sambil menunjukkan jam. Kulihat jarum jam menunjukkan pukul 11.30 malam. Tapi ia tak mungkin menolak. Ia tahu keadaanku. Ia tahu semuanya, tentang masalah yang kini sedang menimpa hidupku.

Sesampainya di pantai, aku berjalan menyusuri pantai. Hingga terasa kakiku pegal. Kurebahkan tubuhku ke pasir, ku sulut sebatang rokok, lalu ku hirup rokok itu dalam. Ku tahan dalam dada hingga terasa sesak, lalu ku hempaskan sambil teriak.

“Haaaaaaaaaaa………!!!” teriakanku membahana disambut deburan ombak pantai yang pelan. Tak ada jawaban disana. Hanya kesunyian yang kembali kurasa. Tak puas aku berteriak, ku jalankan kakiku, perlahan, cepat, kemudian aku berlari ke tengah lautan. Ombak yang dating menyambutku, dan aku terjatuh disana. Ku kuatkan untuk berdiri, dan berteriak sekencang-kencangnya.

“Kenapa? Kenapa semua ini kau berikan padakuuuuuuuuu!!! Kenapaaaaaaa???”

Ku dengar langkah kaki di belakangku. Ternyata Anto mengikutiku. Ia tarik tubuhku yang lunglai ke bibir pantai. Sambil lirih ia berkata,
“Sudahlah, percaya bahwa ini yang terbaik yang Ia berikan padamu” katanya
“Tidak, Tuhan tidak adil, ia jahat, mengapa Ia tega memperlakukan aku seperti ini?” kataku marah.
Tak terasa tubuhku ia angkat, ia pegang kerahku dan menatap mataku tajam.

“Kamu sadar dengan kata-katamu tadi?” katanya.
“Ia memang kenapa, Tuhan itu tidak adil padaku” jawabku.

Tiba-tiba,
"Plak,,"
Sebuah tamparan mendarat di pipi kananku, keras sekali hingga membuat tubuhku tersungkur ke pasir. Belum sempat aku berdiri, ia menindihku lalu memegang kerahku. Sebuah pukulan kembali mendarat di perutku, keras sekali.

Aku terbatuk, kurasa mual di perutku. Hingga rasanya ingin muntah.

“Mana Andika yang dulu aku kenal, hah!?” katanya sambil memegang kerahku.
“Andika yang selalu saja kuat menghadapi semua cobaan. Sampai kapan kamu menyiksa dirimu hanya karena wanita yang telah menyia-nyiakan hidupmu?” katanya.

Aku hanya diam, sambil meringis menahan sakit. Sesekali, terasa mual dan terbatuk.

“Jangan pernah kau menyalahkan Tuhan. Ia tahu mana yang terbaik untukmu. Jika memang kalian harus berpisah, mungkin inilah jalan yang terbaik” katanya.
Setelah itu, aku tak mampu berbuat apa-apa. Tak terasa aku tersadar, bahwa Anto benar, selama ini aku terus menyiksa diriku sampai seperti ini.

“Sudahlah, masih banyak waktu untuk menemukan kembali kebahagiaanmu. Bangkit, kau sudah tahu sakitnya terjatuh. Maka segeralah bangkit, obati lukamu, dan tatap masa depan yang ada di depan. Hidup itu terus berjalan kawan!” katanya.

Hening, suara pasir berdesir diterpa tiupan angin malam pantai yang dingin. Ombak pun kembali bersahutan. Gemuruhnya mulai reda, seperti gemuruh kemarahanku yang juga mulai reda. Aku mulai sadar, bahwa aku harus bangkit. Dan malam itu, Anto telah membukakan pikiranku, kalau hidup itu tak akan berhenti. Hidup akan terus berjalan, dan aku harus mampu menjalaninya.

Aku tersadar, meski dengan pukulan telak di tubuhku.

**********
Setelah malam itu, aku mulai menemukan lagi semangat hidupku yang lama hilang. Ku jalani hari-hari dengan semangat. Kucoba tersenyum dan bahagia, meski kadang sakit jika teringat akan dirinya. Namun kucoba mencari kesibukan lain yang dapat melupakan semua pikiran tentangnya.

Namun aku belum berani mencoba untuk membuka hati, dan mencari sesosok wanita  untuk mendampingiku. Rasa sakit dan trauma sedikit menghantui. Walau ada teman yang mengatakan bahwa aku segera mencari wanita lain, jika ingin melupakannya.

“Masalah cinta, harus diselesaikan dengan cinta” kata seorang kawan

Memang benar kata kawanku tersebut, namun aku belum berani untuk mencobanya. Aku takut, akan terjatuh kedalam lubang yang sama.

Berbulan-bulan kujalani hidup seorang diri. Tanpa seseorang yang aku jadikan tempat sandaran hati. Hampa mulai merangsak ke dalam sukma. Hingga timbul keinginan untuk mencoba mencari orang yang dapat mengisi kekosongan ini.

Hidupku mulai indah, saat aku mengenal seorang gadis. Gadis itu tidak asing bagiku. Ia adalah seniorku waktu kuliah dulu. Kami satu organisasi. Aku mengenalnya, ia gadis yang cantik, cerdas dan berwibawa. Sering kami sms san sambil bertanya kabar. Ia tahu tentang semuanya. Ia tempat aku curhat. Seringkali ia memberikan motivasi untukku agar lekas bangkit.

Tak terasa, ada hati yang berbicara saat aku chatting atau sms denganya. Namun ku kubur dalam-dalam. Aku takut mengungkapkannya, karena ia adalah orang yang sangat aku kagumi dan aku hormati dulu sebagai senior.

Seiring berjalannya waktu, sering aku bercanda dengannya. Bersamanya aku dapat tersenyum. Ia tak tahu, jika selama ini aku mengaguminya. Biarlah aku saja yang tahu. Aku nyaman dengannya, dan tak ku pungkiri bahwa aku jatuh cinta padanya. Namun sekali lagi, aku tak berani mengungkapkan itu.

Ku coba mencari jawab lewat bahasa sms dan chattingnya. Ternyata ia juga baru saja mengalami nasib yang sama. Ia baru ditingal pacarnya karena masalah selingkuh. Obrolan kami semakin nyambung saja. Kadang-kadang, diselingi dengan canda dan tawa. Obrolan kami hanya dapat dilakukan via dunia maya atau via Telephon. Karena ia sekarang bekerja di Bekasi.

“Aku akan ke Semarang nih” katanya lewat pesan sms.
“Ah yang benar, kapan mbak?” kataku memastikan.
“Besok pas acara Out Bond” katanya.
“Oh, dating? Ok dah, aku tunggu?” kataku kegirangan.

Memang minggu waktu itu, organisasi tempat kami berkecimpung dulu akan mengadakan Out bond. Ia sebagai senior tentu saja di undang untuk mengikuti acara tersebut.

Sabtu pagi, pukul 8.30 ia memberi tahu bahwa sudah sampai Semarang. Betapa girang hatiku karena akan berjumpa dengannya. Namun aku mencoba sebisa mungkin menutupi perasaan itu.

“ Aku udah nyampe nih” katanya.
“Sampai mana,? Semarang?” tanyaku.
“Ia, “ jawabnya.
“Selamat dating di Semarang, penuh kenagan” ledek ku.

Aku berharap ia memintaku untuk menjemputnya. Namun ia tak melakukannya. Satu hal yang mungkin aku salah. Dalah hatiku, aku tahu bahwa ia juga suka padaku. Namun aku tak mau besar hati terlebih dahulu. Aku harus mencermatinya dengan seksama. Aku takut jika aku ke PD an, nanti malu sendiri. Dalam kamus percintaan ku, aku belum pernah di tolak cewek. Jika ini terjadi padanya, pasti akan merusak reputasiku sebagai pujangga cinta yang telah aku ukir bertahun-tahun lamanya.

Sore menjelang, saat itu semua teman-teman organisasiku sudah siap di kampus. Aku di telpon oleh ketua panitia, untuk segera berangkat. Langsung aku menuju ke kampus. Sesampainya di depan gerbang, aku dipanggil oleh temanku. Mereka sedang asyik ngobrok di Koprasi Mahasiswa sambil minum dan makan makanan kecil.

Namun satu yang membuat aku berdesir, aku terkejut karena bersama mereka, duduk seorang wanita yang selalu mengganggu nyenanyaknya tidurku malam-malam ini. Aku hanya berusaha untuk menutupi perasaan itu, hingga seolah tak ada apa-apa. Ku salami ia dan ia tersenyum.

“Ooohh tuhan,, indah sekali senyum itu”, bisikku dalam hati.

Cukup lama aku mengobrol dengan mereka. Kulihat ia sedikit salah tingkah juga di depanku. Begitupun aku, namun aku sebisa mungkin menyembunyikan semuanya.

“Ikut Out  bond kan mbak?” kataku.
“Emm,,gimana yah, soalnya besok aku ada kondangan ke tempat temen”katanya,
“Kan acaranya besok, jadi malam ini ikut yah?” kataku.
“Ga tau nih, kayaknya ga bisa” katanya.

Betapa aku kecewa waktu itu. Aku yang sudah merencanakan ingin mengungkapkan isi hatiku padanya waktu malam api unggun nanti, sirna karena ia ternyata tidak akan ikut ke acara kami. Aku kecewa, namun aku berusaha untuk tidak terlihat kecewa di depannya.

Mobil jemputan rombongan kami pun dating. Awalnya aku ingin berboncengan dengan teman, berharap dia juga mau boncengan sama aku. Tapi, karena semua tidak sesuai rencana, aku putuskan ikut mobil rombongan kami. Aku salami dia, dan berjalan menuju mobil dengan perasaan kecewa.

Aku ingin mengajaknya, membujuknya agar ikut. Namun karena ia seniorku, sepertinya aku tak pantas melakukannya. Untuk itulah aku hanya menelan rasa kecewa. Sesampainya di tempat kami out bond, aku tak bergairah mengikuti acara. Aku hanya duduk, sesekali memainkan gitar dan menghisap rokok sambil bernyanyi.

Malam dating, dinginnya puncak gunung mulai turun ke lembah tempat kami berkemah. Lalu kami menyalakan api unggun di depan tenda. Api menyala, dan hangat mulai terasa. Setelah acara pembukaan, kami ramah tamah. Ada pembacaan puisi malam itu. Semua di gilir untuk membacakan puisi waktu itu. Tiba giliranku.

Akh, andai ia ada di sini, pasti aku ciptakan puisi terindah hanya untuknya. Setidaknya, agar ia tahu bahwa aku suka padanya. Namun ku urungkan, akhirnya aku karang saja puisi tentang kehidupan orang lain, puisi bertema social yang aku bacakan. Selesai membacakan puisi, gentian teman-teman yang lain yang membacakannya. Ku ambil gitar, sambil ku iringi puisi mereka dengan petikan gitar yang romantic. Tiba-tiba HP ku berbunyi, dan saat itulah senyum merekah di bibirku.

Aku mau kesana, tunggu yah. Kata pesan singkat dalam sms yang aku terima. Namun pesan singkat itu seolah menjawab semua kegundahan hatiku. Semangatku kembali bergelora.

Akhirnya, sang bidadari pujaan hatiku dating juga. Bersama teman yang lain, ia dating memenuhi janjinya. Aku hanya diam, ku coba sambut dengan salaman. Dan aku teruskan mengiri pembacaan puisi teman-teman dengan petikan gitar yang mesra.

Malam terus bergelayut, dingin mulai menghancurkan tulang rusuk. Kami masuk ke dalam tenda dan acara ramah tamah dilanjutkan di sana. Ada sebuah permainan yang kami mainkan. Dan dari permainan itu, aku menemukan sesuatu, bahwa sebenarnya, ia juga ada rasa padaku. Terlihat saat ia salah mengikuti permainan itu. Terlihat ia gugup sekali. Dan kesempatan itu tidak aku sia-siakan, aku menjadi pemenang dalam permainan tersebut. Kulihat ia tersenyum tersipu.

Kantuk mulai menghantui kami. Banyak teman-temanku yang sudah tertidur, namun aku dan beberapa orang yang lain memutuskan untuk begadang sambil bernyanyi bersuka cita. Ia ikut dalam rombongan kami. Banyak sekali lagu yang kami nyanyikan. Sesekali, canda tawa kami bergema mengusir sunyinya malam. Aku cukup bahagia, melihat tawa renyah dari seseorang yang aku kagumi. Dalam hati berkata

“Andai aku sanggup memilikinya”

*********
“Kamu tidak tidur mbak?” Kataku, ia menggeleng.

Lalu kami duduk berdua, awalnya ada teman yang juga ngobrol dengan kami, namun karena mengantuk, teman itu tertidur. Tinggal aku dan dia. Kami banyak cerita tentang kehidupan kami, termasuk masalah percintaan yang sedang kami hadapi. Maklum, aku baru saja ditinggal kekasihku, sementara ia juga merasakan hal yang sama. Cintanya kandas di tengah jalan.

Seperti setali tiga uang, mungkin peribahasa itu sangat pantas buat kami. Cerita kami nyambung, dan aku merasakan sekali saat itu, bahwa ia juga memiliki rasa yang sama seperti yang aku rasakan. Ia juga ingin mencari pengganti kekasihnya, seseorang yang dapat membuat ia bahagia, tertawa dan kembali merajut hidupnya yang telah berserakan. Dan mungkin, aku orang yang tepat.

Aku tidak sombong kawan, aku dapat melihat dari cara ia tertawa, cara ia menatap mata ini. Ada kata yang tak terucap.

“Nyanyi lagi dong” katanya
“Mau lagu apa?” kataku
“Terserah kamu, yang penting asyik” pintanya.

Langsung ku petik senar gitar yang sedari tadi diam di pelukanku. Aku teringat sebuah lagu yang sangat cocok menggambarkan suasana hati kami. Denting demi denting ku mainkan. Lagu “Butiran Debu” milik Rumor aku nyanyikan. Kulihat ia tersenyum, dan ikut bernyanyi bersamaku. Banyak sekali lagu yang kami nyanyikan berdua. Ternyata suaranya juga sangat indah kawan. Aku hanyut dalam khayalan indah bersamanya. Semalam kami lalui berdua, dibawah nyanyian pohon pinus dan desiran dingin angin gunung Ungaran. Dan hati kami, berkobar bak api unggun di hadapan kami.

********
Malam berganti pagi. Persis semalam suntuk aku tidak memejamkan mata untuk menggapai indahnya mimpi. Ku ambil air wudhu kemudian ku tunaikan kewajibanku terhadap sang pencipta. Setelah itu, kami memutuskan untuk mendaki gunung, dan mandi di air terjun di atas sana.

Semua orang berangkat, sementara aku dan dia, dibelakangan. Kami bertiga dengan Munir, sahabatnya juga bersama kami. Sepanjang jalan, kami tertawa bersama, kadang juga bercanda. Ada cerita yang menurutku mengasyikkan, saat aku genggam tangannya. Kurasa, ada getar cinta yang mengalir dari tangannya. Aku semakin yakin jika dia juga memiliki rasa yang sama sepertiku. Ada cinta, namun tak terucap.

Sepanjang perjalanan saat aku mengantarnya pulang, kami banyak bercerita. Tentang kisah-kisah percintaan kami masing-masing. Aku menceritakan pengalamanku, ia juga sama. Tiba-tiba ia menceritakan tentang seseorang yang menyukainya, namun tak menyatakan cinta kepadanya. Setelah ia punya pacar, orang tersebut marah dan merasa kecewa. Sebenarnya ia juga memiliki rasa cinta kepada orang tersebut, namun karena tak kunjung di nyatakan, akhirya ia memilih orang lain yang lebih siap dan berani berkata cinta.

“Cewe itu butuh kepastian. Jujur saja jika memang suka, mungkin akan dipertimbangkan”, katanya.

Sontak kata-kata itu bagaikan cambuk bagiku. Awalnya aku tak ingin mengatakan perasaan ini. Tapi kata-kata itu mengisyaratkan, bahwa inilah kesempatanku untuk menyatakan semuanya. Aku tahu bagaimana resiko yang akan aku hadapi, namun aku tetap mengatakannya, agar perasaan ini tidak selalu menggangguku.

“ Oh gitu yah, emang kenapa cewe itu butuh kepastian?” tanyaku memancing.
“Soalnya, cewe tidak suka digantung, jika suka sama suka, kenapa tidak” katanya.
“Em,,gitu yah, aku boleh jujur ga?” tanyaku.
“ Jujur tentang apa?”
“Aku suka sama kamu, jujur aku ada rasa sama kamu. Aku merasa bahwa kamu orang yang selama ini aku cari.”kataku sambil bergetar.

“Maaf kalo aku lancang, tapi aku sungguh suka sama kamu. Bolehkah aku mengisi harimu, menjadikan kamu bagian dari hidupku?” pintaku.

Ia hanya terdiam, sambil memukul-mukul punggungku. Cukup lama aku menanti jawaban itu.

“ Kamu lagi nggak becanda kan?” tanyanya.

Pantas saja ia bertanya seperti itu. Karena waktu itu, tidak ada bunga, tidak ada music apalagi makan malam yang romantic. Aku mengungkapkan perasaan itu di atas motor, dimana aku mengantarnya pulang. Karena pikirku, kesempatan itu tidak akan pernah dating untuk kedua kalinya. Meskipun ia dating, mungkin dengan cara dan suasana yang berbeda. Aku tidak mau ambil resiko itu. Apapun kejadiannya, aku harus ungkapkan. Dan aku rasa, saat itu adalah waktu yang tepat.

“ Aku serius, aku benar-benar suka sama kamu, “ tegasku.

Ia diam sejenak, mungkin menguatkan diri untuk menjawab pertanyaanku.

“Jujur, sebenernya aku juga suka sama kamu, tapi kamu tahu kan bagaimana cerita cintaku. Aku baru saja mengalami kegagalan cinta. Aku takut terulang lagi” katanya.

Cukup lega juga perasaanku. Ternyata benar dugaanku, bahwa ia juga menyimpan perasaan yang sama. Ternyata ia juga suka padaku.

“ Ia aku tahu. Mungkin waktu ini tidak tepat. Aku tahu kamu baru saja sakit hati. Aku tidak mau berjanji, tapi aku akan berusaha untuk tidak menjadi sepertinya” ujarku meyakinkan.
“ Kamu tidak menjadikan aku pelarian semata kan?” tanyanya.
“ Untuk apa? Demi melupakannya?. Memang resiko orang habis patah hati, selalu saja dianggap mencari pelarian” kataku.
“ Emang salah yah jika aku ingin mencoba bangkit, dan mencari orang lain yang pantas mendampingiku, mengisi hari-hariku, dan menemukan kebahagiaan bersamanya?” aku kembali meyakinkannya.

Ia hanya diam. Aku tahu banyak hal bergejolak dalam dirinya. Lalu sampailah kami di tempat tujuan dimana aku harus merelakannya pergi. Lalu ia berkata.

“ Aku belum bisa menjawabnya sekarang, maaf yah”ia berkata.

Lalu aku tarik dia ke belakang, kemudian ku berbisik di telinganya,

“ Jangan buat aku menunggu terlalu lama yah. Aku serius suka sama kamu. Aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik. Dan aku akan berusaha, untuk tidak membuatmu menangis, seperti kisah cintamu yang lalu”, kataku dengan yakin. Ia tak mampu berkata, hanya mengangguk pasrah.

Lalu, ia pun pergi…….

*********
1 Ramadhan 1433 H /20 Juli 2012 adalah hari dimana dimulailah sebuah kisah tentang cintaku yang baru. Bersama seseorang yang aku sayangi. Bersamanya, aku mencoba untuk menyusun kembali serpihan hatiku yang berserakan. Hidupku semakin berwarna. Hari-hari selalu di liputi canda dan tawa.

Ia yang telah mengajarkan aku tentang hidup. Ia juga mengajarkan aku tentang ikhlas. Ia tak ingin aku membencinya. Karenanya pula, aku mampu memaafkan kesalahan dari orang yang dulu aku cinta, namun berubah menjadi orang yang aku benci. Aku mampu memaafkan dan mendoakan agar ia bahagia bersama laki-laki pilihannya. Karena aku juga telah bahagia bersama seseorang yang kini aku cinta.

Meski jarak dan waktu memisahkan tubuh kami, namun hati ini telah menyatu. Di bawah panji-panji kerajaan cinta yang suci, ku lukis tentang kisah ini. Aku kini mulai berani mencoba merajut mimpi-mimpi indah masa depan yang telah hancur berserakan. Ia adalah bidadari yang Tuhan turunkan untuk menyembuhkan luka hatiku, dan menghadirkan senyum baginya. Begitu juga aku, yang Tuhan turunkan sebagai Pangeran untuk mengisi hari-harinya yang juga hamper musnah. Kami berdua sama, berawal dari sakit hati karena cinta, namun karenanya, kami dipersatukan.

Dalam gumam kami bersyukur, tuhan telah persatukan kami dan mengizinkan kami merasakan keindahan cinta, meski setelah kami merasakan pahitnya cinta itu. Lalu kami sadar, dengan beberapa saduran bait puisi dari sang pujangga sejati, Kahlil Gibran.

Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
Ketika kita menangis?
Ketika kita membayangkan?
Ini karena hal terindah di dunia TIDAK TERLIHAT…

Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan..
Ada orang-orang yang tidak ingin kita tinggalkan…
Tapi ingatlah…
Melepaskan BUKAN akhir dari dunia..
Melainkan awal suatu kehidupan baru.

Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis,
Mereka yang tersakiti,
Mereka yang telah mencari…
Dan mereka yang telah mencoba..
Karena MEREKALAH yang bisa menghargai
Betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka…

Orang yang bahagia bukanlah mereka yang selalu
mendapatkan keinginannya,
Melainkan mereka yang tetap bangkit ketika mereka jatuh,
Entah bagaimana dalam perjalanan kehidupan.
kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri
dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada,

Mungkin akan tiba saatnya di mana kamu harus
berhenti mencintai seseorang,
bukan karena orang itu berhenti mencintai kita
melainkan karena kita menyadari bahwa
orang iu akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya.

Apabila cinta tidak bertemu
Bebaskan dirimu
Biarkan hatimu kembali ke alam bebas lagi
Kau mungkin menyadari
Bahwa kamu menemukan cinta dari kehilangannya….


Kami telah menangis, kami telah tersakiti, dan kami juga telah berusaha mencari dan juga bangkit. Hingga saat ini, kami telah benar-benar membuktikan bahwa kami telah menemukan cinta yang lain, yang lebih baik dari kehilangan mereka. Dan kini, kami hanya ingin merasakan kebahagiaan itu bersama. Itu sudah.



Semarang, 6 November 2012, refleksi kisah cintaku, bersama sang Putri Tidur.