Jangan Bercerai-Berai Karena Perbedaan

Perbedaan memang tidak mungkin tidak terjadi, selama manusia terus berfikir. Maka perbedaan tersebut dapat menjadi sebuah rahmat, apabila dengan perbedaan tersebut, akan menumbuhkan rasa saling hormat-menghormati dan menghargai. Namun perbedaan akan menjadi adzab, apabila dalam diri kita tertanam sebuah virus bernama fanatic sempit.

Pelajaran Dari Romo Carolus

Charles Patrick Edwards Burrows,OMI adalah nama kecil sang peraih penghargaan tersebut. Ia adalah seorang Pastor di Paroki St Stephanus Cilacap. Setelah kedatangannya di Indonesia pada tahun 1973, ia tertarik untuk mengabdikan diri kepada masyarakat di Kampung Laut Kabupaten Cilacap.

Rintihku

Aku menatap dalam lara Kembali menitikkan air mata Ia tak berdosa Namun aku tega menjatuhkannya Butir putih itu Menghujam deras menghancurkan hidupku Remuk sudah hati menatap cahya Mu Yang terang, namun dihatiku kau gelap Tertutup nafsuku, egoisku, dan dosaku.

Tapak-Tapak Suci, Sebuah Kisah Perjalanan Pemuda Desa

“ Bukalah surat ini ketika kau berada di antara dua pulau, saat kau terombang ambing di tengah lautan, dan saat itu kau akan merasakan betapa aku menyayangimu”..

La Tahzan, Saudaraku!

La Tahzan, Saudaraku. Kecelakaan yang menimpa saudara kita penumpang Shukoi Superjet 100 memang sangatlah tragis. Kita semua bersedih. Namun jangan kita terlarut dalam kesedihan. Yakin bahwa Allah Tuhan Yang Maha Esa telah merencanakan hal dibalik itu semua.

Rabu, 30 Mei 2012

Pelajaran Dari Romo Carolus


Ada berita yang cukup menarik pada Harian Suara Merdeka (Rabu 30 Mei 2012) yang membuat saya ingin sekali mengupas berita tersebut. Yakni tentang seorang Rohaniawan Katolik bernama Romo Carolus yang mendapatkan penghargaan Maarif Award 2012. Penghargaan tersebut diberikan karena Romo Carolus telah berhasil menyuntikkan semangat baru dan menumbuhkan model alternative untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat Cilacap.
Charles Patrick Edwards Burrows,OMI adalah nama kecil sang peraih penghargaan tersebut. Ia adalah seorang Pastor di Paroki St Stephanus Cilacap. Setelah kedatangannya di Indonesia pada tahun 1973, ia tertarik untuk mengabdikan diri kepada masyarakat di Kampung Laut Kabupaten Cilacap. Lebih dari 40 tahun , ia mendedikasikan diri menjadi motor perubahan di Cilacap lewat aksi social, dalam bidang kesehatan, pendidikan, perekonomian, infrastruktur, dan lainnya. Di Kampung Laut, salah satu kecamatan miskin di Cilacap inilah, dijadikannya awal melaksanakan missi kemanusian tersebut.
Banyak hal yang dilakukan pria kelahiran Dublin, Irlandia Selatan pada 8 april 1943 silam ini di Kampung Laut. Dengan yayasan social bernama Yayasan Social Bina Sejahtera (YSBS), ia berjuang memberikan kesehatan, mengentaskan kemiskinan, pengangguran, dan juga pendidikan kepada masyarakat sekitar. Dalam bidang kesehatan, Romo Carolus berjuang mengobati masyarakat miskin setempat tanpa menuntut bayaran sepeserpun. Semua dilakukannya secara sukarela. Hingga akhirnya, selama hamper 20 tahun, akhirnya di Kampung Laut berdiri prasarana medis.
Dalam mengembangkan perekonomian masyarakat, Romo Carolus mengajak masyarakat membangun jalan sebagai akses. Atas inisiasi itu, kini Kampong Laut memiliki akses jalan yang cukup lebar. Selain itu juga, ia bersama yayasannya dan juga masyarakat membangun tanggul penahan rob, mendirikan rumah, membuat bak penampungan air minum, menyediakan perahu motor dan jala untuk menangkap ikan. Selain itu, YSBS juga member bantuan ternak berupa bebek, ayam dan kambing kepada masyarakat, agar masyarakat mendapatkan penghasilan lain selain melaut.
Di bidang pendidikan, YSBS mendirikan sekolah dan memberikan beasiswa pada mereka yang berprestasi. Dana yang diperolehnya untuk membiayai semua kegiatan itu merupakan bantuan dari LSM luar Negeri, seperti Jerman, Irlandia, Belanda, Amerika Serikat dan lain sebagainya.
Dalam melaksanakan missi kemanusiaannya , bukanlah terjadi secara mulus. Banyak rintangan yang ia hadapi, salah satunya selalu dicurigai sebagai kegiatan misionaris. Namun ia membantah jika kegiatan itu bertujuan untuk mengajak orang mengikuti keyakinan yang ia anut. Dengan lantang ia menjawab “Tidak ada keinginan saya untuk membabtis atau mengajak seorang pun masuk Katolik. Saya sendiri baru merasa 20 persen Katolik, bagaimana bisa mengajak orang masuk Katolik?” ujarnya.
Ia menambahkan, setiap orang bebas memilih agamanya masing masing karena itulah hak asasi manusia, tapi soal iman itu hadiah dari Tuhan. Jadi percuma mereka beragama kalau tidak memiliki iman. Yang terpenting bagaimana antar umat beragama bisa saling hidup rukun dan berdampingan tanpa  ada rasa saling membenci dan mencurigai yang bisa bermuara pada permusuhan dan pertikaian.
Rasa kemanusiaan yang tinggi itulah yang mengundang decak kagum banyak orang, termasuk pendiri Maarif Institute, Syafii Maarif. “Jarang ditemukan orang seperti ini. Dimensi kemanusiaannya jauh lebih dalam. Seorang FPI saja hormat kepada dia”.

Tulus, Tanpa Pamrih
Tulus, mungkin kata itu yang patut diberikan kepada Romo Carolus. Ia berani berjuang membela kaum marjinal tanpa pamrih apapun. Apa yang dia lakukan bukan pencitraan berlabel politik seperti yang keluar dari mulut para politisi saat kampanye. Mereka yang selalu saja menebar janji-janji paslu, bermulut manis, namun berhati srigala. Romo Carolus, adalah sosok yang patut menjadi teladan bagi generasi penerus bangsa ini. Sikap tulus tanpa pamrihnya, mutlak dimiliki generasi penerus yang dipundaknya terletak masa depan negeri ini. Setelah sekian lama, negeri ini dikuasai oleh orang-orang yang hanya mementingkan “perut” dan “bawah perut”. Analogi cukup ekstrem untuk kata “nafsu”.
Selama ini, baik di media elektronik, cetak, dan juga dunia maya, kita selalu saja disuguhi pemandangan busuk. Para politisi busuk dengan jeratan kasus yang melandanya. Semuanya berawal dari pemenuhan dan pemuasan “perut” dan “bawah perut” itu. Karena disadari atau tidak, manusia sekarang lebih mementingkan urusan dunia. Mereka lupa, bahwa ada kehidupan yang lebih kekal menanti. Dimana dalam kehidupan itu, akan dituntut pertanggungjawaban semua perbuatannya didunia. Alam Akhirat.
Jadi tidak heran, jika apa yang dilakukan Romo Carolus, adalah hal yang sangat aneh. Aneh jika terjadi di masa sekarang ini. Dimana kebaikan hanya menjadi ucapan, janji yang tak pernah ditepati.
Terlepas dari ia seorang Pastur yang sering disalah artikan bahwa apa yang dilakukannya memiliki “embel-embel” sendiri, penulis sangat mengaguminya. Apalagi sebagai Pastur, ia pasti juga tidak akan berbohong dan mengingkari apa yang ia ucapkan. Seperti yang saya kutip diatas, pernyataannya bahwa tidak ada keinginannya untuk membabtis atau mengajak seorang pun masuk Katolik. Dari pernyataanya tersebut, jelas bahwa setidaknya, tak ada niatan untuk melakukan pemaksaan sebuah keyakinan apapun kepada masyarakat yang dibantunya.
Demikianlah kisah Romo Carolus, seorang pastur kelahiran Irlandia Selatan yang mengabdikan hidupnya untuk masyarakat marjinal di Cilacap. Sebuah kisah teladan yang tidak hanya cukup diberikan penghargaan, tapi diikuti. Jejak-jejak ketulusannya, menjadikan dunia ini terasa amat tentram. Terimakasih Romo Carolus, semoga kami para generasi penerus bangsa ini dapat mengikuti jejakmu. Menjadi orang yang berguna bagi orang lain, karena sebaik-baiknya umat manusia, adalah yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Kau telah memberikan pelajaran yang sangat berharga. Indonesia, berikan penghargaan setinggi-tingginya bagi orang seperti ini.

                                                            Sumber Suara Merdeka, 30 Mei 2012

Selasa, 29 Mei 2012

Virus Mematikan Itu Bernama “Kemiskinan”


Lagi, kemiskinan memainkan peranannya sebagai malaikat “pencabut nyawa”. Sugoro, (65) ditemukan tewas mengenaskan di area pemakaman desa Ponowareng, Tulis, Batang.  Di sebuah dahan pohon kamboja, Sugoro mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Ironisnya, Ia adalah seorang penggali makam di area pemakaman tersebut. Ia sudah berpuluh tahun mengadu nasib sebagai penggali makam di desanya itu.
Kasus itu tentu saja menggegerakan masyarakat sekitar. Bagaimana tidak, seorang penggali makam, tewas di makam tempat ia bekerja dengan cara gantung diri. Sontak masyarakat berduyun duyun mendatangi Sugoro yang telah menjadi mayat dan hanya miris melihat kejadian itu.
Usut punya usut, menurut sumber yang didapat, factor yang diduga menjadi penyebab Sugoro mengakhiri hidupnya adalah masalah ekonomi. Belitan hutang di warung tetangganya menjadikan ia nekat gantung diri. Kasus yang menimpa Sugoro bukanlah hal yang aneh dan pertama. Sudah berapa kasus bunuh diri yang dilakukan oleh orang miskin di Indonesia?. Jika dihitung, mungkin lebih dari separuh penduduk negeri ini mati karena dijerat kemiskinan.
 Pilihan Hidup
Seorang teman pernah melucu saat diskusi. Katanya, orang miskin itu hanya punya tiga pilihan dalam hidupnya, yakni kelaparan, hutang, dan bunuh diri. Bahkan ada yang menambahkan pilihan keempat, yang juga bukan pilihan yang enak. Gila. Lelucon yang sebenarnya masuk akal juga, karena dari sekian banyak orang miskin di dunia, pasti akan mengalami keempat hal diatas.
Siapa yang mau memilih empat pilihan itu kecuali orang miskin. Walau sebenarnya merekapun tak mau memilih. Keterpaksaan yang membuat mereka harus melakukannya. Selama hidupnya mereka didera kelaparan. Hutang adalah jalan satu satunya yang wajib dilakukan untuk menyambung nyawa. Mereka tidak bisa bekerja, karena bagi mereka, orang miskin dilarang bekerja. Walaupun ada yang bekerja, gaji yang didapat sangat jauh dari kata cukup. Mengapa gajinya sedikit, karena mereka tidak sekolah. Dan mengapa mereka tidak sekolah, jawabnya kembali lagi karena tidak punya biaya.
Karena kebutuhan hidup semakin meningkat itulah, mereka berhutang. Berhutang merupakan jembatan sementara untuk melawan pilihan kedua,  yakni kelaparan. Dan saat hutang menumpuk dan tidak bisa membayar, disinilah peran pilihan ketiga dan keempat tadi. Kalau tidak bunuh diri, ya menjadi gila.
Banyak orang lebih takut miskin daripada mati, buktinya banyak orang yang memilih bunuh diri daripada hidup menahan lapar dan menanggung hutang yang menggunung. Orang sepertinya menganggap bahwa kematian adalah akhir dari penderitaan akibat kemiskinan yang diderita. Padahal, bunuh diri bukanlah solusi untuk memecahkan masalah, melainkan menambah masalah. Selain meninggalkan beban yang berat kepada keluarga, ia juga akan dituntut oleh pengadilan tertinggi kelak di akherat. Karena bunuh diri adalah hal yang paling dibenci oleh Tuhan.
Selain itu, keluarga yang ditinggalkan, harus menanggung semua beban hutang yang ia tinggalkan. Hutang mungkin bisa dilunasi, tapi rasa malu yang mendalam akan sulit diobati. Psikologi keluarga akan terguncang dan jika tidak kuat, maka akan mengambil langkah yang sama, yakni bunuh diri.
Peran Negara
Dalam UUD 1945 pasal 34 UUD 1945 ayat (1) disebutkan dengan lantang dan jelas bahwa “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”. Selain itu, pada ayat kedua juga menerangkan bahwa “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Sebagai Negara yang memiliki cita-cita luhur dan juga menjadikan UUD 1945 sebagai landasan  Negara, permasalah kemiskinan yang telah diatur didalamnya harus pula diselesaikan. Memang tidak akan mungkin menghilangkan kemiskinan dari bumi pertiwi. Namun upaya untuk menekan angka kemiskinan dengan memperbaiki system harus segera dilaksanakan. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menekan angka kemiskinan di negeri ini. Mulai dari pemberantasan korupsi yang kian merajalela, peningkatan mutu pendidikan, menekan sekuat mungkin impor, pemanfaat SDA dengan tanpa campur tangan asing, pemberdayaan SDM dan banyak hal lain. Kesemuanya itu, bila dilaksanakan dengan baik, maka kemiskinan dapat ditekan.
Kemiskinan memang bukan tujuan hidup seseorang, namun keadaan yang memaksa seseorang untuk bergelut dengannya. Pemberian perhatian dan juga akses yang sama besar kepada mereka, sedikit banyak dapat membantu meninggalkan kemiskinan. Bukan bantuan berupa uang untuk makan yang mereka inginkan, tapi kepastian hidup. Pekerjaan, tempat tinggal, juga pendidikan adalah hal mutlak yang mereka harapkan. Untuk apa memberi mereka uang, bila malah -seperti yang dikatakan Megawati- mendidik mereka untuk jadi pengemis?.
Negara harus dapat mengentaskan kemiskinan mulai dari akarnya. Selain bantuan yang dapat menghasilkan materi, motivasi untuk bangkit dari mental kemiskinan haruslah dilaksanakan. Karena berawal dari mental itu manusia tumbuh. Jika sudah bermental pengemis dan bermental miskin, maka selamanya akan nyaman dengan kemiskinan. Mental seperti itulah yang harus segera diperbaiki dengan menumbuhkan motivasi dan semangat untuk bekerja keras. Jika mental sudah tertata, baru diberikan jalan agar dapat melangkah meninggalkan garis kemiskinan. Sehingga, semoga saja tidak ada kasus seperti Sugoro, dan si Miskin lainnya yang mati karena virus bernama “Kemiskinan”.



Kasih


Kasihku.............
Mata ini selalu memancarkan cahaya rindu untukmu
Siang malam
Hanya ada banyangmu

Kasih......
Terimalah cinta suciku ini
Yang akan selalu menemani langkahmu
Dalam suka dan duka

Kasih........
Berjanjilah padaku
Kau takkan pernah pergi dariku
Temanilah aku
Tuk gapai semua impianku

Impian tuk selalu ada disampingmu

Jika memang perpisahan harus terjadi
Maka biarlah maut
Yang akan memisahkan kita

Hanya ada kata yang dapat terucap dari bibirku
I Just Love You My Honey



Kalau pusing ngartiinnya cari kamus di perpustakaan hatiku ya mas..... tanks for All You have Give to me LU

kenangan itu. (Puisi darinya untukku, saat Rasa Itu masih ada). "DAN" (10 Nov 2007 - Januari 2012)

Keluarga Dan Pendidikan Islam Sebagai Media Dakwah



I.                   Pendahuluan
Dakwah secara essensi memiliki satu kata kunci yakni ishlah atau perbaikan. Perbaikan yang dimaksudkan di sini adalah perbaikan dalam perspektif Islam dan perbaikan dalam arti sebuah proses yang terarah dan berkesinambungan. Dalam perspektif Islam dakwah berarti sebuah proses untuk mengajak seluruh manusia dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan kepada Allah semata secara paripurna.
Dalam melaksanakan dakwah, dituntut menguasai setiap permasalahan dalam dakwah. Salah satu hal yang menjadi titik tolak keberhasilan dakwah adalah penggunaaan media sebagai perantara dalam dakwah. Banyak sekali media yang dapat digunakan dalam berdakwah atau yang sering disebut sebagai media dakwah, seperti dakwah dengan media massa, atau dakwah dengan partai politik. Namun dalam kesempatan ini mari kita diskusikan dakwah dalam lembaga keluarga dan lembaga pendidikan islam.

II.                Batasan masalah
a.       Pengertian keluarga dan pengertian pendidikan islam
b.      Dakwah dalam keluarga
c.       Dakwah dalam lembaga pendidikan
d.      Analisis  kelemahan dan kekuatan

III.             Pembahasan
a.      Pengertian Keluarga Dan Pengertian Pendidikan Islam
-          Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kesatuan terkecil masyarakat yang anggota anggotanya terikat secara batiniah dan hokum karena pertalian darah atau pertalian perkawinan.[1] Dalam islam, bentuk keluarga tidak sama dengan pengertian di barat, yakni cakupannya lebih luas dari sekedar suami, istri dan anak anak, melainkan meliputi dari suami, istri, anak anak, beserta kedua orang tua suami isteri. Dan dalam budaya di Indonesia, yang dinamakan keluarga adalah keseluruhan yang masih memiliki hubungan darah. Bias terdiri dari paman, bibi, ponakan, cucu, anak angkat, dll.
Robert R bell (1979) mengemukakan jenis hubungan kekeluargaan : Pertama, keluarga dekat, yakni keluarga yang terdiri dari individu individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi, dan atau perkawinan. Kedua, keluarga jauh, terdiri atas individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi perkawinan, tetapi ikatan keluarganya lemah dari kerabat dekat dan kadang kadang tidak menyadari. Ketiga, orang yang dianggap keluarga, yakni dianggap keluarga karang ada hubungan yang khusus, misalnya hubungan antara teman karib.[2]
Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf al-Usrah Fil Islam menjelaskan, keluarga adalah batu pertama dalam membangun negara. Menurutnya, sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya.[3]
Penghargaan Islam pada masalah-masalah keluarga sangatlah tinggi. Betapa tidak, keluarga adalah unit yang paling mendasar diantara unit-unit pembangunan alam semesta. Di antara fungsi besar dalam keluarga adalah edukatif (tarbiyah). Dari keluarga inilah segala sesuatu tentang pendidikan bermula. Apabila salah dalam pendidikan awalnya, maka peluang akan terjadinya berbagai penyimpangan pada anak akan semakin tinggi. Oleh kerena itu, pada dasarnya Islam menjadikan tarbiyah sebagai atensi yang dominan dalam kehidupan. Abdul Ala' al-Maududi Ulama asal Pakistan, mengartikan kata tarbiyah sebagai mendidik dan memberikan perhatian.     
Setidaknya ada empat unsur penting dalam pendidikan. Pertama, menjaga dan memelihara fitrah obyek didik. Kedua, mengembangkan bakat dan potensi obyek sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Ketiga, mengarahkan potensi dan bakat tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Keempat, seluruh proses tersebut dilakukan secara bertahap. Keempat unsur tersebut menunjukan pentingnya pentingnya peran pendidikan dalam keluarga. Karena keluarga akan membentuk karakter kepribadian anggotanya dan mewarnai masyarakatnya. Singkatnya keluarga merupakan laboratorium peradaban. Bagi muslimah, yang secara umum penanggungjawab utama dalam kehidupan keluarga, harus menyiapkan keseriusan dan kepurnaan program pengembangan dakwah keluarga.

-          Pengertian Pendidikan Islam
Sebelum kita beranjak dalam pengertian pendidikan islam, arti dari pendidikan sendiri adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai nilai yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat.[4] Dan adapun proses pemindahan nilai nilai itu meliputi berbagai cara, yakni : pertama, melalui pengajaran, yaitu proses pemindahan nilai berupa ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada murid atau muridnya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Kedua, melalui pelatihan yang dilaksanakan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan pekerjaan tertentu utnuk memperoleh ketrampilan mengerjakan pekerjaan tersebut. Dan ketiga melalui indoktrinisasi, yang dilakukan agar orang mengikuti saja apa yang dilakukan atau dikatakan oleh orang lain.
Sedangkan pendidikan islam adalah proses penyampaian informasi dalam rangka pementukan insane yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukan, tugas, dan fungsinya di dunia ini dengan selalu memelihara hubungannya dengan allah, dirinya sendiri, masyarakat, dan alam sekitarnya serta bertanggung jawab kepada tuhan yang maha esa, menusia (termasuk dirinya sendiri) dan lingkungan hidupnya.[5]
Dari keterangan diatas dapat diambil tujuan dari diadakannya pendidikan islam adalah agar  dapat menumbuhkan dan mengembangkan dalam diri manusia empat rasa tanggung jawab, yakni, 1) tanggung jawab kepada allah, 2) tanggug jawab kepada hati nuraninya sendiri, 3) tanggung jawab kepada masyarakat, dan 4) tanggung jawab dan memelihara semua yang terdapat di langit dan di bumi.

b.      Dakwah Dalam Keluarga
Keluarga adalah unit komunitas terkecil dalam kehidupan sosial masyarakat. Keluarga adalah sekumpulan kapasitas individu dan dari keluarga lah unit-unit yang lebih besar akan dibentuk. Dalam konteks Islam, keluarga digambarkan dalam tiga kata kunci: sakinah mawaddah warahmah yang didalamnya nilai-nilai Islami kental diaplikasikan. Dan keluarga ideal seperti inilah yang menjadi cita-cita kita bersama, yakni menjadikan keluarga kita menjadi keluarga yang taat kepada allah.
Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Awlad Fil Islam, ada 7 macam pendidikan integratif, yang harus terintegrasikan secara sistemikdalam keluarga untuk mentarbiyah anggota keluarga untuk menjadi hamba Allah yang taat, yang mampu mengemban amanah dakwah ini. Ketujuh pendidikan tersebut adalah:
Pendidik iman, pendidikan moral, pendidikan psikis, pendidikan fisik, pendidikan intelektual, dan pendidikan seksual.
Kehidupan yang paling sederhana adalah kehidupan keluarga. Sudah barang tentu di dalam keluarga kita, kita harus bias berdakwah. Keluarga disini dijadikan sebagai media untuk berdakwah. Banyak sekali anjuran dari al Quran maupun dari hadist rasul tentang keutamaan dan perintah untuk berdakwah  kepada keluarga. Seperti ayat yang artinya “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yg terdekat”, kemudian “ Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”, kemudian dengan hadist “Setiap kalian ialah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yg dipimpinnya”
Dakwah dalam lingkungan keluarga dimaksudkan untuk menjadikan sebuah tatanan rumah tangga yang berdiri dari beberapa tujuan. Yakni pertama, mendirikan syariat allah dalam segala permasalahan rumah tangga. Artinya mendirikan sebuah rumah tangga yang mendasarkan kehidupannya sebagai bentuk penghambaan kepada allah. Kedua, mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologi. Ketiga, mewujudkan sunah rasullullah dengan melahirkan anak anak saleh sehingga umat manusia merasa bangga dengan kehadirannya. Keempat, memenuhi kebutuhan cinta kasih anak anak dengan menyayanginya. Dan terakhir menjaga fitrah anak agar anak tidak melalkukan penyimpangan penyimpangan. [6]
Dalam bagian kelima ini, menjaga anak dalam fitrah adalah hal yang paling mutlak dilaksanakan. Karena sesuai yang dikatakan rasul dalam hadist, bahwa setiap anak yang dilahirkan adalah fitrah dan tergantung orang tuanya akan menjadikannya majusi, nasrani atau yang lainnya. Hal yang paling harus dilakukan adalah membiasakan anak untuk mengingat kebesaran allah dan nikmat yang diberikannya. Hal ini dapat mengokohkan fitrah anak agar tetap berada dalam kesucian dan kesiapan untuk mengagungkan allah. Kemudian, membiasakan anak anak untuk mewaspadai penyimpangan penyimpangan yag kerap membiasakan dampak negative terhadap  diri anak misalnya dalam tayangan film, pergaulan bebas dll.
Dalam sebuah forum, dijelaskan ada beberapa kriteria mendasar yang harus dimiliki dan dirasakan dalam sebuah keluarga Islami. Pertama, keluarga harus menjadi tempat kembali utama dalam kehidupan individunya. Nuansa baiti jannati, rumahku surgaku harus dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Hal inilah yang akan menjadikan rasa kerinduan yang amat sangat bagi setiap anggota keluarga untuk bertemu dalam satu atap keluarga. Seberat dan sesibuk apapun aktivitas anggota keluarga di luar rumah maka keluarga menjadi tempat kembalinya.
Kedua, keluarga menjadi madrasah dimana dalam setiap aktivitas kekeluargaan dijadikan sebagai aktivitas pembinaan,  dan proses transfer of value. Setiap anggota keluarga harus mampu menjadi inspirasi atau qudwah hasanah bagi anggota keluarga yang lain. Dan orang tualah yang menajadi faktor penentu keberhasilan madrasah ini karena orang tualah sang murrabi.
Ketiga, keluarga menjadi markas perjuangan Islam. Hal ini sangat penting mengingat menikah bukan hanya sekedar mencari pendamping hidup namun lebih untuk melanjutkan perjuangan Islam bersama dengan pasangannya. Keluarga lah yang menjadi batu bata dari bangunan Islam. Dan semua kativitas dakwah tercermin dari aktivitas keluarga.
Untuk mencapai ketiga kriteria di atas maka dibutuhkan beberapa nilai yang harus dimiliki dala sebuah keluarga: keimanan, cinta, tarbiyah, dan komunikasi. Dan inilah nilai-nilai minimal yang harus dimiliki oleh sebuah keluarga Islami, keluarga dakwah.

c.       Dakwah Dalam Lembaga Pendidikan Formal
Setelah mendapatkan pendidikan islam di dalam lingkungan keluarga, langkah selanjutnya adalah memberikan anak anak kita untuk mengenyam pendidikan di lingkungan formal. Lembaga pendidikan formal dapat juga dikategorikan sebagai media dakwah, yakni sebuah alat yang dapat digunakan untuk berdakwah kepada peserta didik.
Setelah mendapat pengetahuan awal dari orang tua, dan masyarakat yang secara tidak langsung memberikan berbagai pengetahuan dasar, namun dirasakan belum sistematis. Pengetahuan anak yang diperoleh hanya dari peniruan, pengulangan atau kebiasaan. Diperlukan sebuah kegiatan yang terstruktur dalam berdakwah. Salah satunya adalah didirikannya lembaga lembaga formal pendidikan islam.
Pendidikan siswa artinya lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum, siswa sejajar kemampuannya, pertemuan rutin, dan sebagainya. Contohnya adalah sekolah dan lain sebagainya.[7] Didalam pedidikan formal, terdapat proses belajar mengajar. Sebuah usaha untuk mengajarkan pendidikan agama yakni dengan usaha usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran islam. Dengan pendidikan agama yang terdapat di dalam lembaga formal tersebut, menjadikan ia sebagai sebuah media dakwah yang dapat digunakan oleh dai.
Lembaga pendidikan islam di Indonesia, dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok, yakni pesantren, madrasah dan sekolah.[8] Dimana ketiganya sama sama mencoba mendidik generasi penerus bangsa kearah yang lebih baik sesuai dengan ajaran islam. Pesantren sendiri atau lebih dikenal dengan sebutan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam tradisional tertua di Indonesia. Pondok berasal dari bahasa arab funduq yang artinya tempat menginap atau asrama, sedangkan pesantren adalah berasal dari kata santri,  bahasa tamil yang berarti para penuntut ilmu.
Jadi jika digabungkan pondok pesantren adalah tempat belajar atau tempat mencari ilmu para santri denga bertempat tinggal atau mukim disana. Kemudian karena makna yang terkandung dalam namanya itu, pondok pesantren selalu tampil dengan unsure aslinya yakni pondok, mesjid, pengajian kitab kita klasik atau kitab kuning, santri, kiayi atau guru ngaji. Kelima unsure tersebut selalu ada dalam sebuah pondok pesantren. (Zamakhsyari dhofier,1983:43).
Pada awal perkembangannya, ada dua fungsi pondok pesantren, yakni sebagai lembaga pendidikan, dan kedua sebagai lembaga penyiaran agama. Pada masa colonial dahulu, pondok pesantren mempunyai peranan yang aktif dalam menentang penetrasi kolonialisme dengan uzlah yakni menutup diri daripengaruh luar.
Kedua dari lembaga pendidikan formal islam adalah madrasah. Lembaga ini muncul pada permulaan abad ke 20. Madrasah berasal dari bahasa arab, darasa yang artinya belajar. Jadi madrasah adalah tempat belajar. Lembaga ini muncul dikarenakan beberapa alasan diantaranya, sebagai manifestasi dan realisasi cita cita pembaharuan dalam system pendidikan islam di Indonesia. Selain itu juga sebagai salah stu usaha menyempurnakan system pendidikan pesantren yang dipandang tidak memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan kerja dibanding lulusan dari sekolah colonial belanda waktu itu. Dan terakhir alasannya adalah adanya sikap sementara umat islam yang lebih condong mengikuti system pendidikan ala barat yang lebih memungkinkan anak anak mereka lebih maju dalam ilmu, ekonomi dan teknologi.[9]
Lembaga pendidikan formal ketiga dalam islam adalah sekolah islam. Lembaga ini merupakan pengembangan dari madrasah dengan falsafah yang dipengaruhi oleh ajaran ajaran barat. Kurikulumnya lebih dekat dengan sekolah sekolah umum.
Di dalam pendidikan formal terdapat seorang guru sekaligus dai yang tugasnya bukan semata mata utuk mengajarkan ilmu agama atau islamologi, melainkan juga mendidik. Karena mengajar hanyalah memberikan pengetahuan agama saja, sehingga anak padai ilmu agama tapi tidak taat terhadap ajaran agama.  Sebaliknya mendidik mempunyai arti menanamkan tabiat kepada anak anak agar mereka taat kepada ajaran agama (membentuk pribadi muslim).
Itulah lembaga lembaga formal pendidikan islam yang bias dijadikan sebagai media dalam berdakwah.

d.      Analisis Kelemahan Dan Kekuatan
-          Kelemahan Dan Kekuatan Dakwah Dalam Keluarga
Dakwah dalam keluarga diakui sangat sulit dibanding dengan dakwah dengan orang lain. Karena interaksi yang terjadi di sana berlangsung secara terus menerus, sehingga mudah sekali terjadi singgungan antara kepentingan. Selain itu juga apabila terjadi kesalahan, akan mudah terdeteksi karena hidup dalam satu naungan rumah tangga.
Adapun kelemahan berdakwah di lingkungan keluarga adalah :
1.      Bahwa keluarga adalah orang terdekat kita, sedangkan kita tidaklah siap ketika dakwah kita mengalami benturan benturan di dalam keluarga kita sendiri. Hal ini yang membuat kita merasa terkucil.
2.      Kita tidak siap kehilangan orang yang kita sayangi, sebab keluarga maupun orang yang kita sayangi jika anggota keluarga tersebut tidak menerima dakwah kita. Dan biasanya bayang bayang kehilangan akan menghantui setiap orang yang ingin berdakwah di dalam keluarga.
3.      Ketergantungan kita terhadap masalah keduniawian terhadap keluarga kita adalah masalah besar. Karena kita tidaklah siap untuk mandiri dan tidak siap jia kebutuhan kita akan keluarga tersebut hilang setelah ada benturan dakwah kita dengan keluarga.
4.      Ketika keluarga kita tidak mengerti tentang tanggung jawab, yaitu setiap perbuatan pastilah ada balasannya. Biasanya akan lebih sulit karena mereka belum mempunyai pemahaman tentang tanggung jawab.
5.      Keinginan kita yang sering memaksakan diri dan ingin cepat cepat keluarga kita menerima dakwah kita, jadi mempengaruhi motivasi dan mental kita jika dakwah tidak kunjung diterima.
Sedangkan keuntungan yang dapat kita gunakan dalam menjadikan keluarga kita sebagai media dakwah adalah
1.      Keluarga adalah ikatan yang kuat. Bila ikatan keluarga bernada islam, maka aqidah dan amaliyahnya makin kuat serta dakwah dalamkeluarga selalu berjalan dengan baik dan dapat mempengaruhi keluarga lain,
2.      Sesuai dengan perintah rasul yang artinya hari orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka
3.      Adanya rasa solidaritas yang kuat. Artinya bila keluarga ada yang tak beriman, yang maa orang yang ikgkar kepada  allah akan celaka. Maka sebagian keluarga secepatnya untuk bertindak amar ma’ruf nahi mungkar
4.      Adanya keinginan pelestarian idiologi nasabnya, keluarga yang memiliki silsilah seorang agamawan, keturunannya cernderung mengikuti agama kakek / ayahnya.[10]

-          Kelemahan Dan Keuntungan Dakwah Dalam Lembaga Pendidikan
Pendidikan sebagai lembaga juga memiliki kelemahan dan juga kelebihan untuk dijadikan acuan bagi kesuksesan dakwah. Diantara kelemahannya adalah :
1.      Siswa hanya mementingkan disiplin ilmunya (nilai / skor) untuk kenaikan atrau kelulusan sekolah, tapi tidak taat kepada ajaran agama
2.      Kurikulum pendidikan agama yang terlalu tinggi dan luas, mengakibatkan guru hanya mengindahkan habisnya bahan pelajarannya tanpa mengutamakan pendidikan agama dan dakwah islamiyah
3.      Bila mayoritas personil sekolah beragama non islam, pendidikan agam,a islam agak terlambat
4.      Pendidikan formal, hanya terbatas pada usia usia tertentu.
Adapun keuntungan dakwah dalam lembaga pendidikan adalah :
1.      Sasaran dakwah (siswa) memiliki kemampuan yang relative sama. Dengan kemampuan itu memudahkan dai untuk menentukan strategi dakwah
2.      Waktu pertemuan masuk rutin dan kontinyu
3.      Missi dakwah bukan saja melalui pendidikan agama, akan tetapi bidang bidang yang lain seperti pendidikan social atau pendidikan moral.
4.      Kaum terpelajar artinya dakwah islam mudah diterima karena islam adalah agama yang rationil
5.      Penyelenggaraan pendidikan agama maupun kegiatan kegiatan agama lainnya mendapatkan perlindungan dan dukungan pemerintah dan masyarakat.[11]

IV.             Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa media dakwah tidak hanya berupa mimbar, atau media massa. Namun keluarga dan juga lembaga formal seperti pendidikan islam juga merupakan ajang dakwah dan dapat digunakan sebagai media dakwah.
Sesuai dengan perintah rasul bahwa kita harus berdakwah kepada diri kita sendiri, kemudian keluarga dan lingkungan terdekat sebelum kita berdakwah secara global.
Berbicara sebuah proses, pasti ada sebuah kelemahan dan juga keuntungan. Sebagai dai yang baik kita harus menyikapi kelemahan dan keuntungan itu sebagai bahan berdakwah dan sebagai evaluasi kedepan. Juga sekaligus menggunakan kelemahan kelemahan yang ada sebagai peluang atau bahkan keuntungan dakwah kita.
Demikian pula dengan dakwah di lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal, pasti ada kelebihan dan juga kelemahan. Kita tahu bahwa keluarga adalah landasan awal membentuk islam yang rahmatan lilalamin. Dalam arti lain, dakwah di kalangan keluarga sangat penting karena di keluargalah dimulai sebuah system kehidupan. Namun kadang kala keluarga juga merupakan penghambat dalam optimalisasi dalam berdakwah, sehingga kita harus pandai mengorganisasikan dakwah dalam keluarga.
Begitu juga dengan pendidikan. Kita tahu bahwa pendidikan adalah alat untuk mencerdaskan bangsa. Pendidikan dapat kita gunakan untuk berdakwah dengan tujuan yang baik, karena di sekolah sekolah terutama sekolah negeri masih banyak kurang pendidikan berbasis agama. Berbasis agama bukan berarti pendidikan agama islam, namun pendidikan moral, sikap dan tingkah laku perlu ditekankan di lembaga pendidikan agar tercipta generasi penerus yang berpikir cerdas dan beriman kuat.

V.                Penutup
Demikianlah makalah ini saya buat, saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan demi kebaikan kedepan. Dan semoga makalah ini bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca sekalian. Amin.




DAFTAR PUSTAKA

Asmuni Syukir, Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, al IKHLAS, 1983.
Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, Jakarta, Gema Insani Pers, 1995.
To. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2004.
Mohammad Daud Ali, Habibah Daud, Lembaga Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995.



[1] Mohammad Daud Ali, Habibah Daud, Lembaga Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995. Hal. 59
[2] To. Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2004. Hal. 91
[4] Ibid, Lembaga Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995. Hal.137
[5] Ibid hal.139
[6] Abdurrahman an Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, Jakarta, Gema Insani Pers, 1995 Hal.144
[7]  Asmuni syukir, Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, al IKHLAS, 1983 hal.168
[8] Op cit, hal 145.
[9] Ibid hal.154
[10] Asmuni Syukir, Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, al IKHLAS, 1983 hal.172
[11] Ibid, hal 169

Pendidikan Pondok Pesantren Modern



I.              PENDAHULUAN
Sejak semula, pesantren telah dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu lembaga yang digunakan untuk penyebaran agama dan tempat mempelajari agama Islam.[1] Selain itu, pesantren juga merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang dianggap sebagai produk budaya Indonesia. Meskipun pendidikan pesantren merupakan lembaga yang bentuknya sangat sederhana dalam pendidikan tetapi pesantren merupakan satu-satunya lembaga yang terstruktur, karena di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami doktrin dasar Islam yang menyangkut keagamaan.[2]
Dengan adanya modernisasi, dunia pesantren memberikan respon yang berbeda-beda. Sebagian pesantren ada yang menolak campur tangan dari pemerintah, karena mereka menganggap akan mengancam eksistensi pendidikan khas pesantren. Tetapi ada juga pesantren yang memberikan respon adaptif dengan mengadopsi sistem persekolahan yang ada pada pendidikan formal. Sehingga banyak bermunculan pondok pesantren dengan variasi yang beragam dan menamakan diri sebagai pondok pesantren modern.[3]
Pada kesempatan kali ini, pemakalah akan mencoba membahas tentang pendidikan pondok pesantren modern.

II.           PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Menurut Mastuhu, ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan sistem pendidikan Islam ini (pesantren). Menurut masyarakat Jawa dan Sunda sering menyebutnya dengan istilah pesantren atau pondok.
Menurut Zamakhsyari Dhofier menjelaskan secara etimologi pesantren berasal dari pesantrian yang berarti tempat santri.[4] Mastuhu menambahkan, pesantren adalah pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup masyarakat sehari-hari.
Menurut Dr. Ziemek ada tiga ciri-ciri pesantren:
1.      Kyai sebagai pendiri, pelaksana dan guru;
2.      Pelajar (santri) secara pribadi diajari berdasarkan naskah-naskah Arab klasik tentang pengajaran, paham dan akidah keislaman;
3.      Kyai dan santri tinggal bersama-sama untuk waktu yang lama membentuk satu komunitas seperti asrama (pondok).
Selain itu, dalam lembaga pendidikan pesantren biasanya terdapat 5 elemen dasar yang tidak terpisahkan, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kyai.[5]
Sebagai suatu sistem pendidikan, pesantren telah banyak memberikan kontribusi positif bagi perkembangan bangsa Indonesia. Abdurrahman Wahid menjelaskan bahwa peran itu dapat dikategorikan menjadi peran yang murni keagamaan dan peran yang tidak hanya bersifat keagamaan belaka (kultural sosial – ekonomis – politik).
B.     Fungsi Pendidikan  Pesantren
Dari waktu ke waktu fungsi pesantren berjalan secara dinamis, berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Pada awalnya lembaga ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama.
Dalam perjalanannya hingga sekarang, sebagai lembaga sosial, pesantren telah menyelenggarakan pendidikan formal, baik berupa sekolah umum maupun sekolah agama (madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi). Di samping itu, pesantren juga menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah diniyah yang mengajar bidang-bidang ilmu agama saja.
Azyumardi Azra dalam Nata, 2001: 1112, menawarkan adanya 3 fungsi pesantren, yaitu:
1.       Transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam. Pengetahuan Islam dimaksud tidak hanya meliputi agama tetapi mencakup seluruh pengetahuan yang ada;
2.       Pemeliharaan tradisi Islam;
3.       Produksi ulama.
Selain itu, pesantren juga telah mengembangkan fungsinya sebagai lembaga solidaritas sosial dengan menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim dan memberi pelayanan yang sama kepada mereka tanpa membedakan tingkat sosial ekonomi mereka.
Dari hal-hal yang ada di atas, pesantren dituntut melakukan terobosan-terobosan baru di antaranya:[6]
1.      Adanya pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum agar bisa sesuai atau mampu memperbaiki kondisi-kondisi yang ada untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.
2.      Melengkapi sarana penunjang proses pembelajaran, seperti perpustakaan, buku-buku klasik dan kontemporer, majalah, sarana berorganisasi, sarana olahraga, internet (kalau memungkinkan) dan lain-lain.
3.      Memberikan kebebasan kepada santri yang ingin mengembangkan talenta masing-masing, baik yang berkenaan dengan pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi maupun kewirausahaan.
4.      Menyediakan wahana aktualisasi diri di tengah masyarakat.
Lebih dari itu, erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, pesantren (modern) harus mampu menjadi stimulator yang dapat memancing dan meningkatkan rasa ingin tahu santrinya secara berkelanjutan.
Sementara dalam pengembangan pendidikan pesantren (modern) memiliki tanggung jawab sebagai sekolah umum berciri khas Islam agar mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Karena manusia yang berkualitas itu setidaknya memiliki dua kompetensi yaitu kompetensi IMTAQ dan IPTEK.
Dengan adanya hal ini, diperlukan beberapa kemampuan sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat sekarang, di antaranya kemampuan untuk mengetahui pola perubahan dan dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga mampu mewujudkan generasi yang tidak hanya pintar secara keilmuan tetapi juga memiliki akhlak yang baik.
Karena ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak positif dan negatif, maka diperlukan beberapa strategi yang mencakup: a) motivasi kreativitas anak didik ke arah pengembangan IPTEK di mana nilai-nilai Islam menjadi sumber acuannya; b) mendidik ketrampilan kemanfaatan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat manusia yang menciptakan jalinan kuat antara ajaran agama dan IPTEK.[7]
C.    Program Bimbingan Pesantren
Program bimbingan ini merupakan penunjang dari program pendidikan di pesantren. Dalam keadaan tertentu bimbingan ini dipergunakan sebagai metode atau alat untuk mencapai tujuan program pendidikan di pesantren. Ada beberapa alasan mengapa perlu diselenggarakan program bimbingan, di antaranya:
1.      Adanya masalah dalam pendidikan dan pengajaran dan tidak mungkin dapat diselesaikan oleh ustadz-ustadz sebagai pengajar.
2.      Adanya konflik antara santri dengan guru (ustadz) yang pemecahannya memerlukan pihak ketiga.
Secara keseluruhan program pendidikan di pesantren terdiri atas bidang-bidang sebagai berikut:
1.      Bidang pengajaran kurikuler yang merupakan kegiatan pokok dalam rangka membekali para murid dengan berbagai ilmu pengetahuan.
2.      Bidang administrasi yang berfungsi sebagai pengelola dan pengendali semua bidang kegiatan di pesantren (penanggung jawab).
3.      Bidang pembinaan santri yang berfungsi memberikan bantuan atau pelayanan kepada santri.
Dari alasan di atas program bimbingan dilaksanakan dengan tujuan:
1.      Mengembangkan pemahaman santri demi kemajuan di pesantren;
2.      Mengembangkan pengetahuan serta rasa tanggung jawab dalam Menentukan sesuatu;
3.      Mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain.
D.    Life Skills
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, pengembangan kecakapan hidup menjadi andalan bagi pesantren sehingga para alumni pesantren mampu bersaing dengan alumni lembaga pendidikan lain.
Secara umum tujuan dari penyelenggaraan pesantren adalah untuk membantu para santri dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan potensi diri agar dapat memecahkan problem kehidupan sehingga dapat menghadapi realitas kehidupan baik secara lahiriah maupun batiniah.
1.      Prinsip-prinsip Pendidikan Kecakapan Hidup
Prinsip-prinsip pendidikan kecakapan hidup mencakup:
a.       Tidak mengubah sistem pendidikan dan kurikulum;
b.      Pembelajaran kecakapan hidup menggunakan prinsip learning to know (belajar untuk mengetahui sesuatu), learning to do (belajar untuk mengerjakan sesuatu), learning to be (belajar untuk menjadi dirinya sendiri), dan learning to life together atau belajar untuk hidup bersama.
c.       Paradigma learning for life (pendidikan untuk kehidupan) dan learning to work (belajar untuk bekerja) dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan, sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dengan kebutuhan nyata para peserta didik (santri).
Life skill diarahkan agar peserta didik:
a.       Menuju hidup yang sehat dan berkualitas;
b.      Mendapat pengetahuan, ketrampilan dan wawasan yang luas;
c.       Memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak.
2.      Orientasi Pendidikan Life Skill
Orientasi pendidikan life skill difokuskan pada kecakapan-kecakapan:
a.       Kecakapan Personal (self awareness), meliputi:
-   kesadaran siapa diri saya seperti keimanan kepada Tuhan YME, pengembangan karakter diri belajar memelihara lingkungan.
-   Kesadaran atas potensi diri seperti belajar menolong diri sendiri, menumbuhkan kepercayaan diri.
b.      Kecakapan Berfikir Rasional (thinking skills), mencakup:
-   kecakapan menggali informasi
-   kecakapan mengolah informasi
-   kecakapan memecahkan masalah.
c.       Kecakapan Sosial (social skill), meliputi:
-   kecakapan komunikasi dengan empati, dapat dikembangkan melalui bercerita,
-   kecakapan bekerja sama dapat dikembangkan melalui kerja kelompok.

III.        KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti SMP, SMU dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.
Sedikitnya terdapat dua cara yang dilakukan pesantren dalam merespon perubahan ini. Pertama, merevisi kurikulumnya dan memasukkan mata pelajaran dan ketrampilan umum. Kedua, membuka kelembagaan dan fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum.
Untuk itu pesantren yang menerima modernisasi harus benar-benar selektif dalam menerima dan mengadopsi pola-pola dari luar. Karena bisa jadi pesantren yang tidak selektif dalam mengikuti perkembangan modernisasi ini akan kehilangan ruh dan identitasnya sebagai lembaga pendidikan pesantren.
Dalam hal ini pemakalah setuju dengan pendapat Nur Cholis Madjid yang mengatakan bahwa untuk memainkan peranan yang besar dan menentukan dalam ruang lingkup nasional pesantren tidak perlu kehilangan kepribadiannya sendiri sebagai tempat pendidikan keagamaan. Bahkan tradisi-tradisi keagamaan yang dimiliki pesantren sebenarnya merupakan ciri khusus yang harus dipertahankan, karena di sinilah letak kelebihannya.
IV.        PENUTUP
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan disertai do’a semoga dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari, meskipun makalah ini sudah diusahakan sepenuhnya namun tentunya masih jauh dari sempurna. Maka segala kritik, koreksi dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman sangat penulis harapkan demi pengembangan wawasan keilmuan penulis.




DAFTAR PUSTAKA

Ismail SM., dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Amin Haedari, HM., dkk., Masa Depan Pesantren, Jakarta: IRD Press, 2004
Sulthon Masyhud, M.Pd., Drs. HM., Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2004
Zamakhsyari Dhofier, Studi Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982
Jamal Ma’mur Asmani, Dialektika Pesantren dengan Tuntutan Zaman, Jakarta: Qirtas, 2003
Syamsul Ma’arif, Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah, Need’s Press, Semarang, 2008





[1] Ismail SM., dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 111
[2] HM. Amin Haedari, dkk., Masa Depan Pesantren, Jakarta: IRD Press, 2004, hlm. 1
[3] Drs. HM. Sulthon Masyhud, M.Pd., Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2004, hlm. I
[4] Zamakhsyari Dhofier, Studi Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982, hlm. 18
[5] Ibid., hlm. 44
[6] Jamal Ma’mur Asmani, Dialektika Pesantren dengan Tuntutan Zaman, Jakarta: Qirtas, 2003, hlm. 26-27
[7] Syamsul Ma’arif, Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah, Need’s Press, Semarang, 2008, hlm. 118